Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Friday, May 31, 2013

RAHASIA HATI

Pergilah saja.. jika kau ingin tinggalkanku.  Karena aku hanya mahasiswa "kelas sandal jepit", sementara dia memiliki tingkat pendidikan yang jauh lebih baik dariku....

Begitulah... sebagian isi surat yang kuterima, diselipkan di bawah pintu kamarku.. sore ini.
Terkejut.. bagai tersambar petir.  Badan yang lelah karena kuliah seharian, langsung menguap tergantikan amarah yang menbuncah.
Kuambil kunci mobil yang baru saja kuletakkan di meja, langsung bergegas keluar dan mengunci kamarku.

Begitu tergesa..

"Mbak Vie... kemana lagi?  Ga makan dulu..?," teriak Mbak Neng, pengurus kos kami.
"Ga... Mbak.. nanti.. deeh.  Ada keperluan mendadak.. niih..," sahutku sambil menyalakan mobil.
"Nanti kalau Ibu telfon... gimana.. Mbak?"
"Nanti biar saya telfon lagi.. deeh.. Mbak. Pergi dulu yaa.. ."

Aku memutuskan percakapan itu, karena ingin langsung berada di Puter.
Aku tahu.. sebentar lagi.. Ibu akan menelfon untuk berbincang sejenak, melepas rindu karena batasan jarak yang sangat membentang antara kami.
Keluarga yang sangat ideal... senyumku, setiap mengingat aku sudah belajar mandiri sejak SMP, sementara anak-anak lain seumurku masih merasakan dekapan hangat orangtuanya, berbagi keluh kesah bersama, menyandarkan duka atau menemani pergulatan jiwa melalui usia remaja.

Yaa... sudahlah.. tak semua dalam hidup ini bisa termiliki, kuatku.
Selalu ada hikmah di balik semua kejadian.

Hal inilah yang membuatku, kuat, tegar atau malah cenderung keras menjalani hidup.
Termasuk ketika harus menyelesaikan permasalahan.  Aku memang putri tertua di keluarga.. sehingga adik-adikku sering bersandar padaku, membagi permasalahan yang mereka alami.
Mungkin... ini juga yang sulit diterima oleh El, kekasihku.
Karakter kami yang sangat berbeda.. selalu menjadi batu sandungan komunikasi yang terjalin.
Kami.. benar-benar bagai langit dan bumi, aku yang ceria, supel dan cerewet, bisa jatuh hati pada sosok El yang pendiam, tak mudah bergaul dan tertutup.
Awalnya...kufikir ini bisa menjadi perpaduan yang menarik..
Tapi kini... setelah terjatuh berkali-kali, aku mulai mempertanyakan..
"benarkah perjalanan waktu mampu membuat komunikasi kami membaik?".

Ahhhh... otakku sangat lelah.
Dan tak terasa, kulihat lapangan Puter, dan kuparkirkan mobil di depan Masjid.
Langsung bergegas.. setelah mobil memastikan mobil sudah terkunci dengan sempurna.
Ada kekhawatiran karena mobilku pernah dicongkel di daerah ini.. dan aku kehilangan sebagian besar koleksi kaset-kaset yang kumiliki.
Yaa... aku seorang penyiar.. hingga musik adalah hidupku.  Selalu mendengarkan musik, di manapun.
Aku pun penyanyi... walau masih di level kamar mandi saja.
Hahahahahahahaha..., masih bisa otakku memikirkan "joke" dalam kondisi marah begini.
Rasanya... tak berlebihan jika teman-temanku mengatakan bahwa... aku konslet otak.

Tok.. tok..
Kuketuk pintu kamarnya, dan langsung menghambur masuk ketika dibuka.

"El.. maksud lo apa... nulis kayak gini buat gue? Lo fikir gue perempuan murahan?  Bisa jatuh cinta kapan saja, sama siapa saja... gitu?," amarahku amat tak terbendung, sambil melemparkan surat yang ditulisnya.

El, sudah sangat hafal jika aku marah, dari pilihan kata yang kugunakan.
Ia tak pernah menyukai aku berbicara "Lo... Gue", dan protes keras jika kulakukan itu.

"Bisa bicara lebih pelan... ga.. Vie? Ga enak sama ibu kos..." El mulai bernada keras.

"Ga.. El.. gue tersinggung banget.  Lo sudah ngerendahin gue.  Dan lo harus tahu... gue ga perduli...  Lo yang mulai semua ini... bukan gue."

Semua bermulai dari permainan yang dilakukan El sendiri.
Dua minggu lalu... dengan sengaja ia menggunakan nomer HPku untuk menghubungi Jaja temannya.  Hanya missed call.  Sehingga Jaja kemudian menghubungi balik, sedangkan El tak mau mengangkatnya.

"Kamu angkat.. deehh... Vie."
"Ini temanmu..," kataku
"Ga apa-apa.... sengaja.. ngerjain dia."

Kuikuti pemainannya..
Hingga akhirnya terjadilah komunikasi yang terus berlanjut.  Bukan dengan Jaja, karena lelah menanyakan identitasku yang tak pernah kuberikan.  Selanjutnya nomer HPku diberikan pada temannya.
Aaaaaahhh... terjebaklah sudah di permainan ini.

Dika teman Jaja, mungkin pria romantis pertama yang kukenal.
Ia selalu sms dengan kata-kata yang membuatku sedikit berbunga.

Kenapa... sedikit??
Karena kutahu.. aku memiliki komitmen dengan El.   Dan tak kupungkiri.. aku amat mencintainya.  Perjalanan waktu, membuat cinta selalu kugenggam erat.  Sangat erat...
Yang mungkin El tak ketahui... adalah alasan aku begitu mencintainya.
Yaaa... aku mencintainya "at the first sight",  karena ia begitu mirip dengan Nuzul tunangan yang meninggalkanku, menikah dengan wanita lain, setelah memperkenalkanku pada keluarga besarnya, dan di tengah rencana pernikahan kami.
Huuufft... perjalanan hati ini nampaknya tak kunjung "pagi", karena hanya malam yang kutemui.

Cinta El... sangat dingin.  Karena tak pernah ditanyakannya keberadaanku, apa aktifitasku.. dan rasanya dia hampir tak pernah mau terlalu tahu tentangku dan teman-temanku.
Mungkin... ia sangat mencintaiku sebagai wanita sangat mandiri, sehingga bisa menjaga diri....
Super Woman.

Maka.. hal yang dilakukan, Dika, amatlah manis menurutku.

Lagi apa.. Say... , itulah sms pertama yang dilakukannya.
Aku terkejut.. karena nomer ini tak kukenal.
Say... say... Lo kate gue say...uran apa? ,   Ini siapa? , jawabku ketus.
Ini Dika teman Jaja.  Katanya... kamu penyiar yaa..?  Boleh telfon ga?

Dika, memang bukan laki-laki yang mudah menyerah.  Tanpa menunggu jawabanku, ia langsung menelfonku.
Benar-benar melakukannya.
Tak kuangkat.

Kok... ga diangkat siyy.. Cin..  Angkat doong... Say... smsnya kembali masuk.

Eeh... nama gue bukan Say.. atau Cin.. yaa... 

Jadi siapa? Bicara dong... angkat yaa...

Dika kembali menelfonku, dan harus kuangkat.. karena memang sangat mengganggu.
Aku sedang siaran, dan Mas Pranoto terheran karena kubiarkan getar HPku terus berbunyi.
Aku tak ingin membuatnya curiga.

"Halo..,"  jawabku
"Waaahh.... beneran yaa... Suara kamu enak baangeet.."
"Memangnya.. kue..." aku masih tak menanggapinya.
"Seeeriiiuuuuss..... namamu siapa?"
"Panggil aku Vie... saja..,"  selalu itu yang kukatakan pada orang yang pertama mengenalku..

Dan...
Itulah.. awal petaka yang terjadi kali ini.
Kuakui... Dika memang pria teromantis yang pernah aku kenal.  Ia benar-benar tahu memperlakukan wanita dengan sangat baik.  Memberikan perhatian yang luar biasa.  Dan jujur itu hampir tak pernah dilakukan El.
Tapi... aku memang sangat mencintai El.
Aku menggenggamnya dengan cinta yang erat.
Tak pernah kuhitung lagi, betapa banyak ia sering membuatku terluka, karena perlakuannya.
Betapa banyak kekerasan verbal yang kuterima darinya, yang selalu mengingatkanku pada Ayah yang keras memperlakukan aku dan juga Ibu.
El memang baik dan manis, tapi seringkali itu ditunjukkan pada temannya, bukan untukku.

"Jaadii... maumu apa sekarang... Vie?," bentaknya, karena tak kuhiraukan permintaannya untuk memelankan suara, sambil menarikku hingga aku terduduk keras.  Ini bukan pertama kali kurasakan ini.

"Iiiihh... sakit tauu..."

"Karena kamu ga mo dengerin aku kan?  Kenapa kamu masih layani sms Dika?"

"Siapa yang mulai semua ini... El?  Kamu kan?  Salahkan saja Jaja, yang memberikan nomer ini ke Dika.  Berapa kali... aku bilang.. tolong katakan pada Jaja, biar dia bilang ke Dika, biar ga ganggu aku lagi..."

"Iya.. tapi kenapa kamu layani smsnya?  Janji ketemuan di Fame Station segala..."

"Eeehh... denger ya.. El, gue ga pernah ketemuan sama Dika.  Dan kalau lo minta gue ninggalin lo demi Dika, lo salah besar... El. Berarti lo bener-bener ga kenal gue. Gue memang bukan cewek baik dan alim seperti yang lo pengin, maaf kalau gue ngecewain lo.  Tapi cukup lo inget... gue ga akan gadaikan hati gue, untuk laki-laki manapun, karena kalau biduk cerita kita karam pun... gue hanya akan mikir karier dan pendidikan gue.  Bukan untuk jatuh kembali ke pelukan laki-laki lain.  Tahu.. kenapa.. El?  Karena kalau lo buka hati gue, lo akan bisa lihat luka gue.. yang masih berdarah, karena lo dan keluarga lo...  Sekarang terserah.. lo sajalah... gue sudah lelah... El."

Aku berlari meninggalkannya terpaku, tangisku pecah.. ketika sampai di mobil.
Aku menutup wajah dengan tangan, di kemudi mobil.
Benar-benar kecewa...
Dan...terpuruk, karena El tak pernah menyusulku.  Tak pernah memperjuangkanku lagi..
Perdebatan itu... membuatku belajar melepaskan cinta yang kugenggam.
Perjuanganku selama ini, tak pernah membuatku berarti baginya.

Dan banyak lagi luka yang tak ingin kutulis dan buka di sini.
Biarkanlah... itu tetap jadi rahasia hatiku.

Mawar itu memang tak mungkin tumbuh di atas batu karang....

Kalimat itu kubaca di novel yang menemani hariku kini.
Belajar dan terus belajar melepaskan rasa... agar mengalir dalam keikhlasan.

Paaagiii.... listener, masih bersama Vie di sini menyapa hingga putaran 90 menit ke depan....

Sapaku hangat pagi ini, kebiasaanku sambil menulis dan minum kopi.
Sekilas sudah kulupakan perdebatanku dengan El.
Yaa.... perdebatan saja,  aku selalu mengatakan itu.
Karena pilihan kata pertengkaran itu sangat tak kusukai.

Aku tumbuh di antara keluarga yang kurang memperhatikan pertumbuhan psikologis anak-anaknya.  Karena di depan kami, selalu terhampar pemandangan "perdebatan" yang sengit dan tidak layak menjadi warisan.
Setelah dewasa... baru kufahami, bahwa ini harus dihindari oleh Ayah Bunda ketika berdebat.
Jangan pernah melakukannya di depan anak-anaknya.  Karena tanpa disadari akan dicontoh ketika mereka beranjak dewasa.

Mas Pranoto dan Mbak Anis tak bertanya apa-apa, walau mataku mungkin terlihat sembab.
Atau mungkin mereka enggan bertanya.  Aku menutupnya dengan make-up yang masih terlihat natural.

"Mbak.. Aku boleh izin... ga siaran 3 hari kah..?"

Aku bertanya pada Mbak Anis dengan memohon.  Ia menatapku heran,  Mas Pranoto masih memasukkan lagu dalam play list sesuai request yang masuk.

Lagu Ajari Aku Cinta dari Maudy Ayunda, mengalun membuatku damai, dan bisa sedikit melupakanku  kejadian semalam.

"Eeeh... mau ke mana.. Vie?  Ada apa?  Kamu baik-baik saja kan..?," tanyanya terkejut.

"Aku ingin pulang ke Yogya.. Mbak  Sudah lama ga ketemu Ibu.." kilahku, menepis tanya, berusaha tenang.
"Oke.. Vie.. 3 hari yaa..??  Nitip salam ke Ibu."
"Seriuuuss... Mbak?  Boleh..? Makasiiihh...." Aku memeluknya.
"Vie... ga usah lebay gini... deeh.. biasa aja kali..."  Mbak Anis tertawa mengejekku.

Mungkin...
Mbak Anis sebenarnya bisa merasakan kegundahan yang aku rasakan, tapi tak ingin membahasnya lebih lanjut.  Dia tahu bahwa aku pasti akan membagi cerita padanya, jika aku memang inginkan itu.
Aku memang menganggapnya kakak sendiri, di perantauanku kini.
Perjalanan hidupku di Bandung, memang tak mudah dijalani sendiri, tanpa keluarga yang mendampingi

Cinta ada perwujudan pergerakan hati yang mengalir dalam hidup, yang menuntun pada rasa memiliki.

Kalau boleh kusarankan..
Genggamlah cinta ini.. biasa saja, tak perlu terlalu erat.  Karena jika terlalu erat.. kau akan benar-benar kehilangannya.  Membekukan hati seperti yang kulakukan kini.
Biarkan saja... berlayar bagai Perahu Kertas.. yang akan menemukan pelabuhannya.

Ku pandangi laut lepas.... Parang Tritis.
Kurentangkan tangan... dan kuteriakkan semua amarah yang terpendam bertahun-tahun.
Namun... 
Missssseeddd yaaa...... 

Aku menikmatinya sendiri... saja, seperti kunikmati indah sunset Senggigi di Lombok.
Pantai... Sunset.... Sunrise... Gunung... Lembah..
Itulah tempat yang kusuka untuk menepi dan bertapa... sejenak.. melepas kepenatan hati.
Aku.. merindukan Dy.. ada di sini, duduk di sisiku.
Yaa... Dy.. dan bukan.....

Aku ingin..
Membagi semua petualangan yang pernah kujalani bersamanya.
Menemaninya adalah kebahagiaan yang mampu membuatku belajar memahami dengan baik.
Berkomunikasi dengannya benar bisa mengajariku banyak mendengarkan dengan hati.
Keterbukaan yang kulakukan membuatkku bisa mengerti sisi lain kedamaian,
melengkapi kemarahan yang selalu melingkupi... Yin-yang..
Berdamai dengan luka adalah sisi yang ditawarkannya tanpa tersadari.

Tak pernah kuhabiskan waktu untuk kusesali.. jika memang tak bisa termiliki..
Karena.. memberikan yang terbaik dan selalu ada mendampingi... #janji hati

Yang tak pernah Dy tahu.. arti kehadirannya dalam hidupku...

Aku telah berada di Yogya, tempat damai yang selalu bisa mengobati gundahku.  Aku tak pernah besar di kota gudeg ini.  Namun... inilah rumahku kini.  Tetirah keluarga yang disiapkan Ayah... sebelum ia benar-benar meninggalkan kami.  Tak pernah kumengerti ini... hingga kini.. mengapa?
Cinta dan Kasih Sayang... adalah alasan untuk berjuang hidup.

Aku berjanji untuk bangkit dari apa yang kualami kini.
Yang kualami.. bukan apa-apa.. jika dibandingkan penderitaan orang lain.
Maka..
Aku memang memutuskan untuk kembali ke titik nadir (dulu) untuk bisa kembali "hidup".
Dan... yang kubisa ceritakan, bahwa ini bukan pertama kali bangkit dari "kematian".
Hingga.... syukuri  dan jalani saja..

Rasa dalam malam yang terasa kini... bukanlah akhir di perjalanan hidupku.
Ini mungkin bisa membuatku semakin mengajariku bijak menjalaninya.

Takdir tak mungkin berubah, jika kau tak inginkan itu terjadi... Vie.
Bangun... dan kembali hidup.. bisiknya yang terdengar di angin yang membawa dukaku pergi.
Dititipkannya damai..


Mawar memang tak mungkin tumbuh di atas batu karang..
Namun.. dengan Cinta dan Sayang..
Maka... takdir  akan mengubahnya.. 
@Sunset Bersama Rosie

(Bangkit (kembali) meraih mimpi.. #selalutemani Dy)



No comments:

Post a Comment