Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Tuesday, November 10, 2015

Kelam: dalam hening

"...bisa ga, kamu berhenti melakukan ini..Vie?
Aku berasa seperti tahanan, jenuh, malas serta bosan..kalau kamu terus begini..", ujar Dy, seraya memacu motornya dengan kencang. Teramat kencang. Nadanya meninggi. Melebihi "sol".
Sanggahan yang ia lakukan, ketika mengantarkanku ke terminal subuh ini.

Aku sudah paham, bahwa hal ini pasti akan terjadi.
Aku juga bisa memaklumi, semua kegelisahan yang dia alami.
Tak mudah memang.. berkutat dan bersahabat denganku. Melintasi masa, melewati jurang terjal perbedaan.

Aku adalah aku.
Aku, perempuan yang pernah terluka begitu dalam. Yang terus belajar percaya akan adanya keindahan yang nyata di kehidupan.
Perempuan yang sangat mencintai Fisika, hingga selalu memperhitungkan daya lebam, percepatan, kecepatan, dst, yang aplikatif dalam kehidupan.
Perempuan yang tegar di luar, namun terlalu rapuh di dalam.
Perempuan yang 80% mengandalkan emosi, intuisi dan perasaannya, dibandingkan logikanya.

Sementara, Dy adalah Dy. Sosok laki-laki pendiam, yang terbiasa terdiam dalam gelap kata-kata. Cuek, kaku, easy going, dan seringkali meremehkan (menyederhanakan hingga terlalu sederhana).

Sejak Agustus tahun ini, aku sudah mulai merasakan banyak hal yang mulai terkikis di hubungan kami.
Apa ada yang dsembunyikannya?
Entahlah..

Lama terdiam dalam kata, akhirnya semua mulai coba kuungkap dengan lugas. Aku coba memberanikan diri menanyakannya.

Jawaban yang kuterima, coba kumaknai dengan sederhana. Semua kulakukan untuk meredam gejolak emosiku. Aku merasa begitu diabaikannya. Sebagai sahabat. Atau mungkin sebagai soulmate yang selalu ada untuknya.

Hhh, tak pernahkah..Dy, sedikit pun..terlintas dalam benakmu?, tanyaku dalam hati dengan perih. Menatapnya terlelap dalam tidur.
Akankah..Dy, kita sedikit bisa membagi semua detik perjalanan yang kita lalui masing-masing, bersama-sama?
Apakah aku hanya sebatas orang yang "hanya" berhak memelukmu dalam diam tanpa kata? Yang tak layak mengharapkan status nyata walau itupun juga "palsu".

Baper..Dy. Aku terlalu baper menjalani hidup denganmu. Sesuatu yang harusnya mungkin sebaiknya tidak aku lakukan, agar tak selalu terluka.

Dy, di hitungan waktuku.. aku sendiri tak bisa tahu, sampai kapan bisa menahan keinginanku untuk mengakhiri hidup saja. Aku seringkali merasa sudah tak sanggup menahan diri atas semua kejutan-kejutan yang muncul karena kebiasaanmu terdiam.

Aku, tak mengatakan itu kesalahan. Tapi kalau kau mau sedikit membuang amarah yang membelenggumu saat ini, sebenar-benarnya semua yang muncul sekarang adalah akumulasi kebiasaan-kebiasaanmu yang bertumburan dengan kebiasaanku.

Seharusnya, ini sudah harus kau lakukan sejak dulu. Keterbukaan komunikasi, kejujuran dan mengalirkan cerita sesuai pada waktunya, akan lebih baik, jika dibandingkan saat ini. Saat dimana semua kubaca sendiri.

Kesal? Wajar..Dy,
Marah? Kumaklumi..Dy,
Jenuh? Bisa dimengerti..Dy,
Seperti tahanan? Sangat aku pahami..Dy,

Semua benang kusut yang membuat kepalamu seakan pecah ini, sebenar-benarnya (hanya) akumulasi dari hal yang seharusnya kau lakukan sejak dulu.

Aku, sederhana sebenarnya. Hanya ingin duduk, tidur, dan memelukmu, sambil menantikan cerita-ceritamu. Keseruan yang terjadi dalam hidupmu.

Bukan menatapmu di kejauhan, menyaksikan geseran jemari di layar sentuh HP, atau sesekali mengetik sesuatu. Aku tak pernah tahu. Seringkali juga terjebak di pikiran negatif yang berulangkali kutepis, agar kita baik-baik saja.

Dy,
Aku bukanlah perempuan yang benar-benar kau cintai sepenuh jiwa. Aku hanya "Sephia", tempatmu melepaskan penat sesaat. Yang di satu masa nanti, akhirnya hanya akan jadi kenangan berdebu dalam ingatanmu.

Aku, telah merasakan degradasi rasa cintamu yang tak lagi semanis dulu, kala jarak masih memisahkan pertemuan kita.

Aku, merindukan ungkapan "I love you", yang membelah kegelapan malam.
Merasakan lagi pelukan dan dekapan erat, serta ciuman di kening.

Semua teramat berarti bagiku. Begitu memompakan darah di wajah pucatku. Membangkitkan semangat yang hampir padam.

Baru sekarang aku pahami, bahwa semua itu semu? Memudar seiiring munculnya pelipur lara dan rasa yang memang sesuai dengan apa yang kau mau.
Sementara aku, hanyalah debu tebal yang akan tersingkirkan.

Kau merasakan jenuh, bosan, dan terpenjara.
Aku, merasa terbuang dan ingin menutup mata saja. Selamanya.

Terdiam seterusnya dalam hidupmu. Di bawah tanah. Bersama cacing saja.
Dan saat itu,
Aku takkan lagi mampu menyakitimu dengan rasa yang tidak penting dirasakan.
Tak juga mengganggumu dengan pertanyaan-pertanyaan konyol yang posesif.

Apa saat itulah, telah tiba kini?
Saat warsa berganti, lusa?

Tubian masalah, bukan setingan untuk eksis dalam hidupmu..Dy.
Ini hanya tumpukan masalah yang memang ada selama ini dalam hidupmu yang tidak aku ketahui. Muncul satu persatu. Hingga terasa begitu melelahkan kini.
Terus menyalahkanku, untuk semua kekuranganku atas pandangan rasa intuisi.

Maafkan aku..jika memang selalu mengganggu ketenangan hati. Meriakkan perasaanmu.
Selalu menyakitimu.

Maafkan aku.. tak pernah layak kau perhitungkan, walau di status palsu sekalipun.

Maafkan aku.. yang tak kunjung bisa menenangkan pikiran dan rasa ingin tahuku. Hingga terus membuka lembaran lama dalam hidupmu. Yang seharusnya bisa kau bagi denganku.

Maafkan aku.. yang terus menyakitimu.
Dan maafkan aku.. jika aku mengakhiri hidupku yang tak berarti lagi.

Sebenarnya, aku hanya ingin "ada" dalam hidupmu. Bukan hanya bayangan pelangi semata.

Biarkan aku membenam di kepompong..😥

Perlahan, aku pun melangkah mendekati sebilah pisau yang tergeletak di mini kitchen di sudut ruangan.
Seraya bersandar di tembok dekat pintu KM, mataku mulai nanar.. buram disaput airmata yang terus menbulir dan mengalir.
Kukepalkan tangan, menyayat cepat..
Perih..
Darah pun mulai mengalir, pandanganku kosong.. mengabur dan gelap..

Tuhan, maafkan aku yang tak menghargai hidup dan tak mampu bersyukur atas karuniaMu.
Maafkan aku, pulang dengan cara terpaksa seperti ini..😭😰

Sepenggal kisah dalam perjalanan melintasi ruang dan waktu. Tak indah, karena inilah hidup. Bukan drama Korea atau dongeng pengantar tidur.

Vie, yang tertatih..
Menuju pelangi keabadian. Terputus di pencarian kebahagiaan.

Tuhan,
Ampuni jiwanya..
Bukan tak mampu bersyukur untuk semua nikmatMu.
Kelelahan itu tak tersembunyi di kamar kosong hatinya.

Aira..
Memeluknya dalam diam, ketika kutemukan.
Matanya nanar dan kosong. Kemurnian jiwanya terkoyak, memeluk bundanya yang terkulai.

Aku merengkuhnya. Menghentikan isakan tangis yang tertahan. Mengusap rambut ikalnya. Membisikan lantunan nyanyian lirih, "..semua akan baik-baik saja, sayang."

Ketika Pikiran dan Jiwa Bicara

Di perjalanan, menemukanmu adalah anugerah yang terus mampu membuatku berdiri.

Kini, aku kerap terbangun di tengah malam. Dan terus terjaga hingga pagi menjelang. Semakin parah setiap hari, karena semakin sedikit waktu terlelap yang kupunya.

Bahkan seringkali menangis dalam diam. Menangkupkan semua keluh kesah dalam doa.
Tuhan, dimanakah dia?
Merangkai asa bersama. Menjalani kehidupan beriringan.

Dy,
Bukakan mata ini akan makna cinta dan rasa yang kita punya.
Arah yang hendak kita tuju.

Kepenatan begitu mendera. Benar-benar ingin bersama.
Melepaskan semua tekanan. Mengajak bicara dalam diam. Berbisik ke alam. Bernyanyi di angin. Menitip salam di awan.

Close to nature,
Need you more than before, Really miss you beside,
It's all about you, me and Aira.

Meet me here,
Hug closely,
Hold tightly in deep silence,
By the wind, cross over the sky, pass through clouds, then leave sorrow behind..