Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Friday, May 31, 2013

(JANGAN) KATAKAN CINTA..


Jangan sembunyi
Ku mohon padamu jangan sembunyi
Sembunyi dari apa yang terjadi
Tak seharusnya hatimu kau kunci

Bertanya, cobalah bertanya pada semua
Di sini ku coba untuk bertahan
Ungkapkan semua yang ku rasakan

Kau acuhkan aku, kau diamkan aku
Kau tinggalkan aku

Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia
Ku ingin ku lupakannya

Jangan sembunyi
Ku mohon padamu jangan sembunyi
Sembunyi dari apa yang terjadi
Tak seharusnya hatimu kau kunci

Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia
Hapuskan memoriku tentang dia
Hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia
Ku ingin ku lupakannya

Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia
Hapuskan memoriku tentang dia
Hilangkanlah ingatanku jika itu tentang dia
Ku ingin ku lupakannya

Lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia
Ku ingin ku lupakannya

Kau acuhkan aku, kau diamkan aku
Kau tinggalkan aku 
"Vie.. Vie...heeellooo...," teriak Mbak Anis sambil mengetuk kaca studio, membuyarkan lamunan liar yang mengiringi keasyikanku memahami lirik lagu Lumpuhkan Ingatanku dari Geisha, yang tengah kuputar siang ini.  Aku terkesiap, tersadarkan dari semuanya.

Mendengarkan lagu ini, mengingatkanku pada kejadian yang baru teralami.

TIba-tiba El menjemputku, dan tak ingin kuhindari itu, karena kufikir kami bisa berbicara lagi. 
Mobilku tetap kubiarkan di parkiran kantor. Pasti ga apa-apa... fikirku.
Aku masuk dalam mobilnya, yang menyimpan berjuta kenangan.
Aku memang ingin menyelesaikan masalah ini jika ia memang inginkan.
Hmmm... kutarik nafas panjang.
Kejadian yang terdiamkan sangat lama, memang membuat jurang yang sangat lebar.
 Tak ingin aku memulai pembicaraan, karena terakhir kucoba melakukannya, hanya bentakan yang kudapati.
Maka.. kuputuskan.. untuk diam saja..
Hanya memandangi wajahnya yang tegang di balik kemudi, dari sudut mataku.

"Ini bukan arah ke kos.. El," ingatku padanya.

Setelah terdiam lama, dia pun berbicara tanpa menatapku,
"Aku memang tak ingin mengantarmu pulang.. Vie.  Kita harus bicara.."

Ia memarkirkan mobil di Taman Kota, aku tetap terdiam.

"Jadi.. bagaimana sebenarnya maumu sekarang.. Vie?" El membuka pembicaraan.

"Apa maksudmu..?"

"Kenapa kau tak berusaha bertahan?", nadanya mulai menaik.

"El.. aku bukan tak berusaha bertahan.  Tapi pernahkah kau tanyakan kabarku selama ini? Ga.. kan?
 Kau yang tenggelam dalam kesibukanmu, dan tak pernah membalas sms atau bahkan menjawab pertanyaanku. Kau yang terdiam.. maka aku pun diam..  Karena kufikir, buatmu aku sudah tak ada....", Aku tercekat tak meneruskan kalimatku.

"Terus.. menurutmu, kita harus bagaimana?," bentaknya.

"Kau terus tenggelam dalam kesibukanmu juga kan??, lanjutnya.

"Aku kerja... El.  Sama sepertimu.. punya tanggung jawab juga kan?"

"Vie.. I still love you..", katanya sambil memegang tanganku.

Aku terus berusaha menahan diri untuk tak menaikkan nada suaraku.  Karena kalau itu terjadi, maka apa yang ada bisa....
Aaaah.. tak bisa kulanjutkan kalimat ini.
Terlalu berat.. bagiku.

"El.. kalau kau fikir, jika katakan itu.. aku akan kembali padamu. Itu salah... salah besar.  Kau cukup lama berlari dari masalah kita.  Yang ada dalam fikiranmu.. hanya menghitung kesalahanku saja, tanpa mempertimbangkan kesalahanmu.  Jujur, aku lelah.. sangat lelah.  Kita sebaiknya... "

"Apa maksudmu.. Vie?"

"Dengan caramu... mendiamku demikian lama. Tak perdulikan aku.. Mungkin memang sebenarnya tak ada yang tersisa dalam hatimu untukku.. kan?"
"Antarkan aku pulang...", tegasku datar.


Kepulanganku dari Yogya, ternyata tak membuatku kembali dalam damai.   Tapi memang ini yang kuinginkan.  Mencari kejelasan, membuat keputusan.
Aku sudah bercerita pada Ibu tentang semua yang terjadi di antara kami.  Aku tak ingin, Ibu mendengarkan dari orang lain tentang hal ini.

"Kau yakin akan hal ini... Vie..," tanya Ibu.

"Ibu.. aku sudah lelah bertahan.. Yang kusaksikan hanyalah kekerasan tanpa ujung...," jawabku sambil terisak.

"Tapi..." Ibu merasa ini masih bisa dipertahankan.  "Waktu yang telah terjalani bukanlah sebentar..."

"Ibu.. aku kan ga bisa memaksa orang untuk selalu cinta.  Kalau ia memang inginkan ini juga... pasti sudah lama kami bicara kan?"

"Mungkin.. kau harus mengalah.. Nak.  Kamu kan perempuan... wajar kalau dia merasa minder.."

"Sampai kapan.. Bu?" benar kupuji keteguhan hatinya tetap bertahan ketika Ayah menyakitinya.
"Aku bukan Ibu... aku benar-benar ingin..... selesaikan semuanya." jelasku.

Maka..
Inilah yang terjadi..
Lagu yang kuputar ini.. menggambarkan perasaanku yang memang tak bersahabat.
Tapi tetap kusapa... semua.. dengan ceriaku..

Paaagiii.... dan selalu paagiii.... ada Vie di sini temani kamu beraktiftas hari ini...
Maaaf.. yaaa.. pagi-pagi lagunya sudah galau... 
Mudah-mudahan bisa mengubah mood kalian... jika Vie putar lagu Asmara Nusantara dari Budi yaa..

Mas Pranoto tersenyum... melihatku dengan pandangan yang memahami perasaanku yang memang tak menentu.  Dia selalu memuji sikap profesionalismeku.  Mbak Anis menatapku...

"Kamu... harusnya istirahat... Vie.. Tenangkan hatimu...", ujarnya lembut ketika melihatku mengusap airmata yang menitik.

"Aaaah... maaaf yaa... Mas, kalau aku jadi cengeng...," aku memaksakan tertawa.
"Aku akan baik-baik saja..." dan kuacungkan dua jempol pada Mbak Anis yang menatap kami dari luar kaca.

Dan, aku terus menyelesaikan cerita ini, walau sesekali kuseka airmata.  Terus tak bisa kupikirkan lagi kalimat yang harus kutulis.  Mengalirkan semua perasaan yang tengah berkecamuk.
Menguraikan benang yang memang sudah kusut.

Harusnya....

Tak kulanjutkan semua tulisan ini... karena, secangkir kopi sudah tak mampu damaikan hatiku.
Aku hanya ingin membuatkan TITIK untuk semua rasa yang pernah ada.
Yang ada di depan...
Biarlah terjadi..

Aku tak inginkan lagi terjebak di kemarahan pada masa lalu, atau takutkan masa depanku..
Aku ada di sini..
Maka...
Akan kuhargai hari ini...
Apapun yang terjadi.....
Esok... biarlah kufikirkan nanti.

Yang ingin kucatatkan... (jangan) katakan cinta, dan genggam terlalu erat... 
Cukup... BUKTIkan saja semua dengan lembut...
"Langit tak selamanya gelap, ketika Mentari itu datang maka segera berganti terang, [mungkin] begitupun masalah dan sedih (mu) pasti ada akhirnya." @Dy's status

RAHASIA HATI

Pergilah saja.. jika kau ingin tinggalkanku.  Karena aku hanya mahasiswa "kelas sandal jepit", sementara dia memiliki tingkat pendidikan yang jauh lebih baik dariku....

Begitulah... sebagian isi surat yang kuterima, diselipkan di bawah pintu kamarku.. sore ini.
Terkejut.. bagai tersambar petir.  Badan yang lelah karena kuliah seharian, langsung menguap tergantikan amarah yang menbuncah.
Kuambil kunci mobil yang baru saja kuletakkan di meja, langsung bergegas keluar dan mengunci kamarku.

Begitu tergesa..

"Mbak Vie... kemana lagi?  Ga makan dulu..?," teriak Mbak Neng, pengurus kos kami.
"Ga... Mbak.. nanti.. deeh.  Ada keperluan mendadak.. niih..," sahutku sambil menyalakan mobil.
"Nanti kalau Ibu telfon... gimana.. Mbak?"
"Nanti biar saya telfon lagi.. deeh.. Mbak. Pergi dulu yaa.. ."

Aku memutuskan percakapan itu, karena ingin langsung berada di Puter.
Aku tahu.. sebentar lagi.. Ibu akan menelfon untuk berbincang sejenak, melepas rindu karena batasan jarak yang sangat membentang antara kami.
Keluarga yang sangat ideal... senyumku, setiap mengingat aku sudah belajar mandiri sejak SMP, sementara anak-anak lain seumurku masih merasakan dekapan hangat orangtuanya, berbagi keluh kesah bersama, menyandarkan duka atau menemani pergulatan jiwa melalui usia remaja.

Yaa... sudahlah.. tak semua dalam hidup ini bisa termiliki, kuatku.
Selalu ada hikmah di balik semua kejadian.

Hal inilah yang membuatku, kuat, tegar atau malah cenderung keras menjalani hidup.
Termasuk ketika harus menyelesaikan permasalahan.  Aku memang putri tertua di keluarga.. sehingga adik-adikku sering bersandar padaku, membagi permasalahan yang mereka alami.
Mungkin... ini juga yang sulit diterima oleh El, kekasihku.
Karakter kami yang sangat berbeda.. selalu menjadi batu sandungan komunikasi yang terjalin.
Kami.. benar-benar bagai langit dan bumi, aku yang ceria, supel dan cerewet, bisa jatuh hati pada sosok El yang pendiam, tak mudah bergaul dan tertutup.
Awalnya...kufikir ini bisa menjadi perpaduan yang menarik..
Tapi kini... setelah terjatuh berkali-kali, aku mulai mempertanyakan..
"benarkah perjalanan waktu mampu membuat komunikasi kami membaik?".

Ahhhh... otakku sangat lelah.
Dan tak terasa, kulihat lapangan Puter, dan kuparkirkan mobil di depan Masjid.
Langsung bergegas.. setelah mobil memastikan mobil sudah terkunci dengan sempurna.
Ada kekhawatiran karena mobilku pernah dicongkel di daerah ini.. dan aku kehilangan sebagian besar koleksi kaset-kaset yang kumiliki.
Yaa... aku seorang penyiar.. hingga musik adalah hidupku.  Selalu mendengarkan musik, di manapun.
Aku pun penyanyi... walau masih di level kamar mandi saja.
Hahahahahahahaha..., masih bisa otakku memikirkan "joke" dalam kondisi marah begini.
Rasanya... tak berlebihan jika teman-temanku mengatakan bahwa... aku konslet otak.

Tok.. tok..
Kuketuk pintu kamarnya, dan langsung menghambur masuk ketika dibuka.

"El.. maksud lo apa... nulis kayak gini buat gue? Lo fikir gue perempuan murahan?  Bisa jatuh cinta kapan saja, sama siapa saja... gitu?," amarahku amat tak terbendung, sambil melemparkan surat yang ditulisnya.

El, sudah sangat hafal jika aku marah, dari pilihan kata yang kugunakan.
Ia tak pernah menyukai aku berbicara "Lo... Gue", dan protes keras jika kulakukan itu.

"Bisa bicara lebih pelan... ga.. Vie? Ga enak sama ibu kos..." El mulai bernada keras.

"Ga.. El.. gue tersinggung banget.  Lo sudah ngerendahin gue.  Dan lo harus tahu... gue ga perduli...  Lo yang mulai semua ini... bukan gue."

Semua bermulai dari permainan yang dilakukan El sendiri.
Dua minggu lalu... dengan sengaja ia menggunakan nomer HPku untuk menghubungi Jaja temannya.  Hanya missed call.  Sehingga Jaja kemudian menghubungi balik, sedangkan El tak mau mengangkatnya.

"Kamu angkat.. deehh... Vie."
"Ini temanmu..," kataku
"Ga apa-apa.... sengaja.. ngerjain dia."

Kuikuti pemainannya..
Hingga akhirnya terjadilah komunikasi yang terus berlanjut.  Bukan dengan Jaja, karena lelah menanyakan identitasku yang tak pernah kuberikan.  Selanjutnya nomer HPku diberikan pada temannya.
Aaaaaahhh... terjebaklah sudah di permainan ini.

Dika teman Jaja, mungkin pria romantis pertama yang kukenal.
Ia selalu sms dengan kata-kata yang membuatku sedikit berbunga.

Kenapa... sedikit??
Karena kutahu.. aku memiliki komitmen dengan El.   Dan tak kupungkiri.. aku amat mencintainya.  Perjalanan waktu, membuat cinta selalu kugenggam erat.  Sangat erat...
Yang mungkin El tak ketahui... adalah alasan aku begitu mencintainya.
Yaaa... aku mencintainya "at the first sight",  karena ia begitu mirip dengan Nuzul tunangan yang meninggalkanku, menikah dengan wanita lain, setelah memperkenalkanku pada keluarga besarnya, dan di tengah rencana pernikahan kami.
Huuufft... perjalanan hati ini nampaknya tak kunjung "pagi", karena hanya malam yang kutemui.

Cinta El... sangat dingin.  Karena tak pernah ditanyakannya keberadaanku, apa aktifitasku.. dan rasanya dia hampir tak pernah mau terlalu tahu tentangku dan teman-temanku.
Mungkin... ia sangat mencintaiku sebagai wanita sangat mandiri, sehingga bisa menjaga diri....
Super Woman.

Maka.. hal yang dilakukan, Dika, amatlah manis menurutku.

Lagi apa.. Say... , itulah sms pertama yang dilakukannya.
Aku terkejut.. karena nomer ini tak kukenal.
Say... say... Lo kate gue say...uran apa? ,   Ini siapa? , jawabku ketus.
Ini Dika teman Jaja.  Katanya... kamu penyiar yaa..?  Boleh telfon ga?

Dika, memang bukan laki-laki yang mudah menyerah.  Tanpa menunggu jawabanku, ia langsung menelfonku.
Benar-benar melakukannya.
Tak kuangkat.

Kok... ga diangkat siyy.. Cin..  Angkat doong... Say... smsnya kembali masuk.

Eeh... nama gue bukan Say.. atau Cin.. yaa... 

Jadi siapa? Bicara dong... angkat yaa...

Dika kembali menelfonku, dan harus kuangkat.. karena memang sangat mengganggu.
Aku sedang siaran, dan Mas Pranoto terheran karena kubiarkan getar HPku terus berbunyi.
Aku tak ingin membuatnya curiga.

"Halo..,"  jawabku
"Waaahh.... beneran yaa... Suara kamu enak baangeet.."
"Memangnya.. kue..." aku masih tak menanggapinya.
"Seeeriiiuuuuss..... namamu siapa?"
"Panggil aku Vie... saja..,"  selalu itu yang kukatakan pada orang yang pertama mengenalku..

Dan...
Itulah.. awal petaka yang terjadi kali ini.
Kuakui... Dika memang pria teromantis yang pernah aku kenal.  Ia benar-benar tahu memperlakukan wanita dengan sangat baik.  Memberikan perhatian yang luar biasa.  Dan jujur itu hampir tak pernah dilakukan El.
Tapi... aku memang sangat mencintai El.
Aku menggenggamnya dengan cinta yang erat.
Tak pernah kuhitung lagi, betapa banyak ia sering membuatku terluka, karena perlakuannya.
Betapa banyak kekerasan verbal yang kuterima darinya, yang selalu mengingatkanku pada Ayah yang keras memperlakukan aku dan juga Ibu.
El memang baik dan manis, tapi seringkali itu ditunjukkan pada temannya, bukan untukku.

"Jaadii... maumu apa sekarang... Vie?," bentaknya, karena tak kuhiraukan permintaannya untuk memelankan suara, sambil menarikku hingga aku terduduk keras.  Ini bukan pertama kali kurasakan ini.

"Iiiihh... sakit tauu..."

"Karena kamu ga mo dengerin aku kan?  Kenapa kamu masih layani sms Dika?"

"Siapa yang mulai semua ini... El?  Kamu kan?  Salahkan saja Jaja, yang memberikan nomer ini ke Dika.  Berapa kali... aku bilang.. tolong katakan pada Jaja, biar dia bilang ke Dika, biar ga ganggu aku lagi..."

"Iya.. tapi kenapa kamu layani smsnya?  Janji ketemuan di Fame Station segala..."

"Eeehh... denger ya.. El, gue ga pernah ketemuan sama Dika.  Dan kalau lo minta gue ninggalin lo demi Dika, lo salah besar... El. Berarti lo bener-bener ga kenal gue. Gue memang bukan cewek baik dan alim seperti yang lo pengin, maaf kalau gue ngecewain lo.  Tapi cukup lo inget... gue ga akan gadaikan hati gue, untuk laki-laki manapun, karena kalau biduk cerita kita karam pun... gue hanya akan mikir karier dan pendidikan gue.  Bukan untuk jatuh kembali ke pelukan laki-laki lain.  Tahu.. kenapa.. El?  Karena kalau lo buka hati gue, lo akan bisa lihat luka gue.. yang masih berdarah, karena lo dan keluarga lo...  Sekarang terserah.. lo sajalah... gue sudah lelah... El."

Aku berlari meninggalkannya terpaku, tangisku pecah.. ketika sampai di mobil.
Aku menutup wajah dengan tangan, di kemudi mobil.
Benar-benar kecewa...
Dan...terpuruk, karena El tak pernah menyusulku.  Tak pernah memperjuangkanku lagi..
Perdebatan itu... membuatku belajar melepaskan cinta yang kugenggam.
Perjuanganku selama ini, tak pernah membuatku berarti baginya.

Dan banyak lagi luka yang tak ingin kutulis dan buka di sini.
Biarkanlah... itu tetap jadi rahasia hatiku.

Mawar itu memang tak mungkin tumbuh di atas batu karang....

Kalimat itu kubaca di novel yang menemani hariku kini.
Belajar dan terus belajar melepaskan rasa... agar mengalir dalam keikhlasan.

Paaagiii.... listener, masih bersama Vie di sini menyapa hingga putaran 90 menit ke depan....

Sapaku hangat pagi ini, kebiasaanku sambil menulis dan minum kopi.
Sekilas sudah kulupakan perdebatanku dengan El.
Yaa.... perdebatan saja,  aku selalu mengatakan itu.
Karena pilihan kata pertengkaran itu sangat tak kusukai.

Aku tumbuh di antara keluarga yang kurang memperhatikan pertumbuhan psikologis anak-anaknya.  Karena di depan kami, selalu terhampar pemandangan "perdebatan" yang sengit dan tidak layak menjadi warisan.
Setelah dewasa... baru kufahami, bahwa ini harus dihindari oleh Ayah Bunda ketika berdebat.
Jangan pernah melakukannya di depan anak-anaknya.  Karena tanpa disadari akan dicontoh ketika mereka beranjak dewasa.

Mas Pranoto dan Mbak Anis tak bertanya apa-apa, walau mataku mungkin terlihat sembab.
Atau mungkin mereka enggan bertanya.  Aku menutupnya dengan make-up yang masih terlihat natural.

"Mbak.. Aku boleh izin... ga siaran 3 hari kah..?"

Aku bertanya pada Mbak Anis dengan memohon.  Ia menatapku heran,  Mas Pranoto masih memasukkan lagu dalam play list sesuai request yang masuk.

Lagu Ajari Aku Cinta dari Maudy Ayunda, mengalun membuatku damai, dan bisa sedikit melupakanku  kejadian semalam.

"Eeeh... mau ke mana.. Vie?  Ada apa?  Kamu baik-baik saja kan..?," tanyanya terkejut.

"Aku ingin pulang ke Yogya.. Mbak  Sudah lama ga ketemu Ibu.." kilahku, menepis tanya, berusaha tenang.
"Oke.. Vie.. 3 hari yaa..??  Nitip salam ke Ibu."
"Seriuuuss... Mbak?  Boleh..? Makasiiihh...." Aku memeluknya.
"Vie... ga usah lebay gini... deeh.. biasa aja kali..."  Mbak Anis tertawa mengejekku.

Mungkin...
Mbak Anis sebenarnya bisa merasakan kegundahan yang aku rasakan, tapi tak ingin membahasnya lebih lanjut.  Dia tahu bahwa aku pasti akan membagi cerita padanya, jika aku memang inginkan itu.
Aku memang menganggapnya kakak sendiri, di perantauanku kini.
Perjalanan hidupku di Bandung, memang tak mudah dijalani sendiri, tanpa keluarga yang mendampingi

Cinta ada perwujudan pergerakan hati yang mengalir dalam hidup, yang menuntun pada rasa memiliki.

Kalau boleh kusarankan..
Genggamlah cinta ini.. biasa saja, tak perlu terlalu erat.  Karena jika terlalu erat.. kau akan benar-benar kehilangannya.  Membekukan hati seperti yang kulakukan kini.
Biarkan saja... berlayar bagai Perahu Kertas.. yang akan menemukan pelabuhannya.

Ku pandangi laut lepas.... Parang Tritis.
Kurentangkan tangan... dan kuteriakkan semua amarah yang terpendam bertahun-tahun.
Namun... 
Missssseeddd yaaa...... 

Aku menikmatinya sendiri... saja, seperti kunikmati indah sunset Senggigi di Lombok.
Pantai... Sunset.... Sunrise... Gunung... Lembah..
Itulah tempat yang kusuka untuk menepi dan bertapa... sejenak.. melepas kepenatan hati.
Aku.. merindukan Dy.. ada di sini, duduk di sisiku.
Yaa... Dy.. dan bukan.....

Aku ingin..
Membagi semua petualangan yang pernah kujalani bersamanya.
Menemaninya adalah kebahagiaan yang mampu membuatku belajar memahami dengan baik.
Berkomunikasi dengannya benar bisa mengajariku banyak mendengarkan dengan hati.
Keterbukaan yang kulakukan membuatkku bisa mengerti sisi lain kedamaian,
melengkapi kemarahan yang selalu melingkupi... Yin-yang..
Berdamai dengan luka adalah sisi yang ditawarkannya tanpa tersadari.

Tak pernah kuhabiskan waktu untuk kusesali.. jika memang tak bisa termiliki..
Karena.. memberikan yang terbaik dan selalu ada mendampingi... #janji hati

Yang tak pernah Dy tahu.. arti kehadirannya dalam hidupku...

Aku telah berada di Yogya, tempat damai yang selalu bisa mengobati gundahku.  Aku tak pernah besar di kota gudeg ini.  Namun... inilah rumahku kini.  Tetirah keluarga yang disiapkan Ayah... sebelum ia benar-benar meninggalkan kami.  Tak pernah kumengerti ini... hingga kini.. mengapa?
Cinta dan Kasih Sayang... adalah alasan untuk berjuang hidup.

Aku berjanji untuk bangkit dari apa yang kualami kini.
Yang kualami.. bukan apa-apa.. jika dibandingkan penderitaan orang lain.
Maka..
Aku memang memutuskan untuk kembali ke titik nadir (dulu) untuk bisa kembali "hidup".
Dan... yang kubisa ceritakan, bahwa ini bukan pertama kali bangkit dari "kematian".
Hingga.... syukuri  dan jalani saja..

Rasa dalam malam yang terasa kini... bukanlah akhir di perjalanan hidupku.
Ini mungkin bisa membuatku semakin mengajariku bijak menjalaninya.

Takdir tak mungkin berubah, jika kau tak inginkan itu terjadi... Vie.
Bangun... dan kembali hidup.. bisiknya yang terdengar di angin yang membawa dukaku pergi.
Dititipkannya damai..


Mawar memang tak mungkin tumbuh di atas batu karang..
Namun.. dengan Cinta dan Sayang..
Maka... takdir  akan mengubahnya.. 
@Sunset Bersama Rosie

(Bangkit (kembali) meraih mimpi.. #selalutemani Dy)



Tuesday, May 28, 2013

(MASIH) HUJAN: CERITA HATI (2)

Paagiii...

Ya.. aku memang sangat suka pagi.
Apalagi saat ini, ketika bisa merasa pelukannya di setiap pagi. Sangat hangat..
Merindukannya adalah hal terindah yang pernah kulakukan sepanjang waktu dan hidupku.
Namaku Vian dan panggil saja aku Vie.. begitu caraku memperkenalkan diri.
Aku seorang penulis lepas, penyiar serta konsultan dengan hobi yang mungkin sangat tidak lazim buat wanita.
Yaa.. aku memang tidak pernah suka jalan-jalan di Mall, karena konsep jalan-jalan buatku.. ketika kita bisa merasakan adrenalin meningkat dengan kegiatan ekstrim atau menikmati tempat-tempat baru dengan eksotisme khasnya.  Mendaki gunung (tanpa) alat pendakian, itu sangat keren, atau bahkan menikmati perjalanan alam seorang diri sendiri untuk meredakan badai hati, adalah salah satu kegilaan yang pernah dan akan kujalani untuk mengisi nada-nada kehidupanku.
Bedanya dengan petualang lain, aku tetap menyukai hal-hal yang terkait lekat dengan kewanitaan.
Memasak, berdandan atau bahkan tampil feminin masih berkenan kulakukan.
Terkadang... jika kutampilkan sisiku ini, banyak yang tak menyangkanya, malah menyangka aku sedang "tak waras".
Hahahahaa...... ada-ada saja pendapat teman-temanku ini.  #beingbeingonly.
Aaaahh.... aku memang tak pernah terlalu memusingkan pendapat orang tentang diriku.
I'm happy go lucky person.... and whatever!
That's me, what the way I am.

Langit biru yang menyapa indah.. terlukis hatiku dengan kerinduan padamu.
Kutitipkan  pelukan hangat untuk.. Fidy.. yang biasa kupanggil Dy.
Dia adalah sahabat yang telah menjabat hatiku dengan erat.
Kami bertemu dua tahun lalu, dalam kesempatan formal dan semua memang berjalan biasa saja.
Jalinan komunikasi kami pun biasa saja, dan hampir semua temannya di kampus kukenal dengan baik.
Jika pun kini menjadi begitu lekat di keseharianku, hal itu tak kami rencanakan sama sekali.
Semua mengalir begitu saja, begitu lepas hingga tak tampak lagi batasan komunikasi antara kami.
Hmmmmm...
Rasanya.. jika boleh selalu kupinta padaNya, tak ingin sedetik pun melepas waktu dengannya tanpa jeda.

Namun..
Jika saatnya tiba..
Jarak yang akan membentang di antara dua benua ini.. memang sedikit terasa melelahkanku, jika membayangkannya hingga kini.
Perjalanan waktu yang kini memang terasa semakin cepat, seperti memendekkan kebersamaan yang telah terjalin.
Dan dengan keyakinan yang tak terputus ini,
Aku... percaya padanya, bisa terus bersama walau ada batas ruang di antara dan mengabaikan pendapat teman-teman yang mengatakan cerita ini akhiri saja.
Aku percaya.. kami akan selalu saling menjaga, saling memiliki serta saling mendukung jika terjatuh.
Dia selalu ada dalam hidupku, ditemaninya membuat hidupku penuh pelangi, bersama arungi deras waktu.

Hmmmm... kubaca dalam tulisan yang ditulis di website bahwa:

Waktulah yang menyelamatkan cintamu, karena waktulah yang mengerti berharganya cinta dalam hidup.

Paagii...
Matahari yang tersaput awan, melukiskan kepedihan yang kini kurasakan.
Jangan cepat menyerah menjalani hidup ini.. Dy..

Jika aku diizinkan mengulang waktu... akan kunyatakan dengan jelas "aku juga merindukannya, seperti ia merindukan ku."
Andai aku diperkenankan memilih kata.. maka kukatakan tegas, "aku ingin selalu menghabiskan pagi, siang dan malam dalam hangat pelukannya."
Tetaplah saja bersamaku, menjalani petualangan yang tak pernah berakhir.. dan  tanpa jeda.

Aku memang terus bisa merasakan ketenangan dan kedamaian yang kini jadi milikku.
Hanya jika aku bersamanya.  Jari jemariku tiba-tiba terhenti... ketika menuliskan kalimat itu...
Hhhhuuuftt.... menghela nafas, melegakan sesak yang menyeruak dalam dada.

"Vie... waktumu." Mbak Anis memanggilku, mengingatkan sekarang waktuku on-air.
"Yaa... Mbak..," gegasku menuju studio, sambil menghabiskan kopi yang mulai dingin karena kutinggal menulis tadi.


Yaa... aku memang amat suka menulis, karena dengan melakukannya aku menyembuhkan hatiku ketika gundah.  Di blog pribadiku, kubuat banyak cerita... puisi atau bahkan artikel tentang penelitian yang aku suka (walau bagian terakhir ini sangat jarang kumasukkan.. hehehe).
Aku memang jarang bisa "serius" tentang hidup, karena itu bukan aku.
Tapi bukan berarti aku tak menentukan langkah pasti masa depanku.
Buatku hidup harus mengalir, dan kita yang mengikuti alurnya saja.

"Aneeh... deh, kopi itu enaknya diminum panas... Vie," seloroh Mbak Anis.
"Aaahhh.. buatku... yang penting itu minum kopi.. Mbak, bukan susu..." jawabku sekenanya, sambil tersenyum lebar.


Aku memutarkan lagu Tulus yang berjudul Teman Hidup, sangat jazzi dan memang easy listening, sebagai lagu pembuka.  Sangat menenangkan hatiku..
Menyapa pendengar dengan sapaan khasku yang ceria.  Walau ini kulakukan dengan hati yang tak menentu.
Yaa.. untunglah buat kami yang berprofesi sebagai penyiar.. karena wajah kami tak terlihat jutaan pemirsa seperti news anchor.
Suara kamilah.. yang merasuk di mimpi atau mengisi hari pendengar.  Sehingga ekspresi wajah yang terpancar jelas dari mata takkan pernah bisa terbaca.  Memudahkan kami jika tengah mengalami kegalauan yang luar biasa.


Sambil membaca request yang masuk di line telfon.  Mas Pranoto... tersenyum melihat kesibukanku yang terus menulis seperti dikejar tengat di tabloid, sambil menyusun lagu dalam play list.
Kebiasaan burukku.. jika sedang menulis adalah mengabaikan hal-hal yang ada di sekitarku.
Maka aku pun terus menulis, sambil sesekali bersenandung.. mengikuti deretan lagu yang terus mengalun menemaniku.

Kata-kata yang berterbangan dalam pikiranku ini harus kurangkaikan cepat, sebelum alur cerita yang kubuat menguap.  Ide yang muncul tiba-tiba, harus bisa diabadikan.  Karena jika terlambat... itu hanya jadi bagian mimpiku,  atau menguap bersama angin menembus awan.

Pikiranku terus melayang pada kejadian yang terjadi sepanjang hari kemarin.
Aku telah menemukan tempat ternyamanku (lagi) di kota ini.
Bukan Mall, atau tempat hiburan.. hanya sebuah perpustakaan yang kutemukan alamatnya dari internet.
Baru pagi ini...
Seperti kukatakan.. aku bukan orang yang terlalu detil merencanakan apa yang aku lakukan.
Seringkali terjadi banyak kegiatan yang tak terduga.
Itulah aku dan caraku mengisi hari.
Dan dari semua kegiatan yang kelakukan kini semua tetap sama, setelah kualami kehilangan yang luar biasa.  Hanya satu yang selalu sama dalam semua kegiatanku kini... yaitu... kehadiran Dy.

Sambil berlari, aku meninggalkan rumah karena aku tahu... jika terlambat sampai ke jalan raya, pasti aku tertinggal bis kota yang lewat 06:30.  Aku memang sangat hafal jadwal bis kota yang lewat, agar tidak terjebak macet dan terlambat tiba di kampus.  Sesekali aku melihat gelas kopi yang tadi kuseduh, untuk memastikan tidak ada yang tumpah.  Masih panas... dan akan sangat pas menemani di dingin udara AC.
Aku dan kegilaanku dengan kopi.. sangat tak bisa jauh dari minuman ini.


Aaahh... itu dia, ketika kulihat bisku.  Bergegas kunaik, dan mencari posisi yang paling kusuka, dekat jendela.  Posisi ini kupulih bukan tanpa alasan, karena menaiki moda transportasi ini, diperlukan kewaspadaan lebih karena aku sering melihat pelecehan seksual yang berujung dengan pencopetan.
Sambil memasang headset, aku memilih lagu dari HPku sambil sesekali menjawab smsnya.
Meminum kopiku dulu.... perlahan, dan coba abaikan pertanyaannya yang ingin tahu rencanaku hari ini.
Tak ada yang bisa mengalahkan kenikmatan minum kopi, bagiku.


"Ada-ada saja... minum kopi di bis kota." komentarnya ketika aku ceritakan.

Buatku, tak ada yang bisa mengalahkan sensasi minum kopi untuk menenangkanku.
Semuanya seperti baik-baik saja, kembali berjalan dengan normal ketika menikmati minuman yang satu ini.
Menghirup aromanya yang khas, bisa menguapkan kelelahan dan kepenatan fikiran.
Begitu selesai, aku baru teringat bahwa aku harus menjawab pertanyaan yang disampaikannya.

Rencanaku hari ini, mencari tempat nyaman untuk membaca.
Hanya itu.. dan aku tiba-tiba teringat Perpustakaan Daerah, walau seingatku.. waktu aku ke sana.. kurang begitu nyaman.  Tapi... biarlah.. yang penting aku bisa duduk dan membaca.

Rencanaku hari ini, hanya pergi ke Perpustakaan Daerah... karena kau tak ingin diganggu.  
Jika aku terjebak di kejenuhan, maka aku hanya mencari tempat untuk duduk dan membaca 3 buku yang kubawa di tas.

Begitu pesan yang kuketik untuknya.
Entah mengapa... aku hanya ingin melakukan itu hari ini.
Di sela-sela kesibukan tambahan di luar jam siaran yang kulakukan, aku meluangkan banyak waktu untuk menulis dan membaca.  Kuanggap ini.. seperti mencari dunia tempatku menutup diri.
Menyembunyikan semua realita kehilangan atas kebersamaan yang panjang.

Aku sebenarnya terlalu banyak menyembunyikan cerita dari banyak orang yang mengenalku.
Semua kulakukan untuk membatasi mana yang perlu diceritakan, dan mana yang tidak.
Ditikam oleh sahabat, mengajariku bahwa ketulusan menjadi hal termahal pada setiap hubungan.
Lagipula menceritakan banyak hal, belum tentu membuat orang lain benar-benar perduli.
Maka.. kehilangan yang kumaksudkan ini, biarlah tetap menjadi misteri dalam kehidupanku saja.
Biarlah itu tetap jadi sehelai benang merah yang merajut cerita hidup dengan warna yang lengkap.
Tak bisa kita memilah dan memilih batas kehidupan, karena kita hanya menjalaninya sesuai dengan perjalanan.

Aku mau diganggu deeh... kulihat jawabannya dengan senyum simpul
Aaah... betapa panjang kebersamaan yang telah terjalin bersamanya dan begitu mengalir.
Hingga kini aku masih bertanya pada diriku, apakah kebersamaan ini rencanaNya, untuk membuatku begitu terhibur dan tak larut dalam kesedihan yang muncul begitu menusuk, dan mematikan sebagian rasa dalam diriku.
Walau dengan keras kucoba tutupi itu dengan keceriaan yang tak berubah di depan orang banyak.
Namun, airmata... bisa tiba-tiba mengalir, bahkan ketika aku menuliskan apa yang kurasakan, seperti kali ini.

Yaa.. Rabb, beri saja aku kekuatan untuk menjaga semuanya, dan tak kembali merasakan kehilangan atas kebersamaan yang telah menjadi lukisan terindah di batas lazuardi.  
Karena sangat kutahu... "tak ada yang abadi" dalam hidup milikMu ini.

Baiklah... just.. texting me to know where I am.. Dy, itu yang terakhir kuketik dan kemudian tenggelam dalam kegiatan yang harus kujalani kemudian.

Harus kusempatkan ke kampus dulu, sebelum menjalani siaranku siang ini. Karena memiliki janji dengan mahasiswa yang membutuhkanku sebagai konsultan.  Lalu setelah itu aku akan menuju Perpustakaan Daerah.  Itulah rencana yang dalam fikiranku.

Kubuka internet untuk mencari alamatnya..
Oooohh... sekarang namanya menjadi BAPUSIPDA, rasanya aku pernah baca, kuberfikir keras mengingat.  
Yaa.. di abstrak penelitian mahasiswaku.
Daerah Kawaluyaan.. itu saja yang sempat teringat.  Aku lupa.. mencatat alamat lengkapnya ketika melihat website-nya. Aaahhh.... benar-benar kusesali keteledoranku ini.
Panik.. ketika tempat yang kubayangkan.. meleset.   
Bukan di sana tempatnya... mendadak aku panik.. tapi kemudian kutenangkan diri dengan menarik nafas panjang.  Aku akan baik-baik saja... bisikku, masa... Lombok aku taklukkan... ini hanya Bandung, kuatku.

Yaa... itu dia..
Akhirnya aku menemukan jalan menuju tempat yang kutuju.  Turun dari angkutan kota, dan berjalan.  Plang di jalan depan memastikan aku benar.  Tapi... yang tak kuperhitungkan.. jaraknya.. hahahaha... aku tertawa dalam hati.   Terik matahari, mulai kurasa.. namun aku memang merasa baik-baik saja.
Aaah... lumayan untuk menguapkan kegundahan yang kubaca dari sms tadi.
Menguapkan sebagian pening yang tadi terasa berdenyut.

Berulang kali aku berkata, aku tak layak diperlakukan seperti ini.... tapi... sudahlah, di kehidupan ini, memang tak semua bersikap manis, kuatku.

Aku kan baik-baik saja.

Fisikku mulai terserang... pening kepalaku mulai menyerang kembali.  Ini akan selalu terjadi jika masalah sudah mulai meresap dalam darah, dan mengalir cepat menuju otakku.
Aaahhh... aku tak mau ini terjadi (lagi).
Ya Rabb... beri aku kekuatanMu, sedikit saja... untuk memastikan ujung dari cobaan yang Kau berikan kali ini.

Tak ada perjalanan yang tak berujung.. 
Tak ada cobaan yang berakhir..
Tak selamanya malam dalam kehidupan.. karena pasti pagi itu ada.
Maka kuatkan saja dirimu untuk menghadapi semua dengan senyum... untuk meringankan hatimu menghadapi hidup yang tak selalu indah..

Akhirnya... kutemukan juga tempatnya.  Tak pernah kubayangkan ada perpustakaan yang demikian indah dan nyaman di Indonesia.  Kukabarkan itu juga pada Dy..

That's really awesome.. Dy, very comfortable here...

Dan lama ia terdiam, tak memjawab smsku. Hmmmm.... mungkin dia sibuk, fikirku positif.
Baiklah... takkan kuganggu dia menjalani kewajibannya.

Kutelusuri... lorong rak-rak buku yang berjajar, dengan hati yang membuncah bahagia.
Semua kenikmatan ini berusaha terus kusyukuri.  Alhamdulillaaahh... Ya Rabb.
Sesaat.. kurasakan kedamaian yang menghilang dalam hatiku, kembali..
Ini benar... duniaku..

Tiba-tiba... aku terhenti, pada deretan buku yang ada di depanku..
Bukan buku yang ingin kucari, bukan.. hanya deretan novel-novel.
Terus kupupuk rasa bahagia yang menyeruak dalam hati, untuk menggantikan sebagian airmata yang tertahan karena kesedihan yang kuterima hari ini.
Tanganku mengarah begitu saja pada novel yang seperti menarikku, untuk mengambilnya.
Danielle Steele... "The Answered Prayer"
Prolog yang kubaca... membuatku benar-benar kaku... ini....
Nafasku tersengal... dan buatku tercenung hingga terduduk di karpet yang nyaman, di perpustakaan ini.
Benar-benar tertegun...
Walau ketika kuberdiri.. kepalaku kembali pusing dan kurasa duniaku berputar.  Tapi ini akan kuselesaikan..

Ketikan kalimatku.. terhenti karena penyakitku.  dan memang hanya itu yang mampu menghentikan langkahku yang cepat, tegas dan tangkas.
Kembali lagu Tulus, menemaniku menyelesaikan tulisan ini.
Lagu ini memang sedang merasuki relung hatiku teramat dalam.

Dia indah meretas gundah / Dia yang selama ini ku nanti / Membawa sejuk, memanja rasa / Dia yang selalu ada untukku
Di dekatnya aku lebih tenang / Bersamanya jalan lebih terang / Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku
Berdua kita hadapi dunia / Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju / Bersama arungi derasnya waktu

Kau milikku, ku milikmu / Kau milikku, ku milikmu

Di dekatnya aku lebih tenang / Bersamanya jalan lebih terang

Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku / Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju / Bersama arungi derasnya waktu

Bila di depan nanti / Banyak cobaan untuk kisah cinta kita
Jangan cepat menyerah
Kau punya aku, ku punya kamu, selamanya kan begitu

Tetaplah bersamaku jadi teman hidupku / Berdua kita hadapi dunia
Kau milikku ku milikmu kita satukan tuju / Bersama arungi derasnya waktu

Kau milikku, ku milikmu / Kau jiwa yang selalu aku puja


Lirik-lirik yang tertulis sederhana ini, memang sangat menggambarkan kesederhanaan cinta yang kupunya.
Aku bukan orang yang rumit, tegasku.

Membaca novel ini dengan kepala yang tersandar, memang tak mengurangi pening yang menghebat ini.  Tapi.. aku memang ingin menyelesaikan cerita yang kubaca ini.  Perjuangan yang tak mudah, bisikku.  yang terus menjadi tanya tak berjawab adalah mengapa aku mendapatkan buku ini, di saat kegundahan memang lekat dalam jiwaku.
Apakah ini memang jawaban dari do'a yang kulantunkan?

Di sana jelas dituliskan... bahwa
"Adakalanya do'a-do'a membutuhkan waktu yang panjang untuk dikabulkan, tetapi memang begitulah dengan do'a-do'a yang benar."

Yang kutahu.. tak ada kebetulan dalam hidup ini.... Always a reason behind something.
Maka terus kunikmati kepedihan yang mengiringi kebahagiaan menemukan jawaban.  Hidup memang diciptakan dengan keindahan.. bagaimana pun wujudnya.
Syukuri sajalah...

Maka...
Yaa Rabb... aku memberanikan diri menerima dengan keikhlasan yang kumiliki.. untuk menerima jawaban dari do'a-do'a yang kulantunkan..
sebagai penutup malam, ketika dini hari menjelang... atau ketika aku membaringkan kepenatan dan kelelahan yang berkepanjangan ini.
Semuanya... pasti akan menemukan titik nadir yang menjadi ujung kepastianMu.

Dan jika masih diperkenankan...
Maka izinkanlah... aku memohon sedikit kekuatan dan ketabahan hati untuk mampu berlapang dada menerima ketentuanMu.
Sedikit saja... Yaa Rabb,, karena tak ingin aku muluk berharap dan memohon padaMu.

Kulihat jam yang mulai semakin dekat menunjukkan 15.30, waahh... sebentar lagi tutup, padahal belum kutuntaskan bacaanku ini.  Aku akan kembali lagi meneruskan bacaan ini, janjiku.

Jadi mau ketemu? tiba-tiba smsnya masuk setelah lama terdiamkan.
Yaa... Dy,  tertidur yaa... wkwkwkwkwkwk... gurauku menjawabnya.

Ada-ada saja kau.. Dy, kita kan memang janji akan bertemu... maka tak perlu kau pertanyakan lagi itu.  Ternyata, bukan hanya aku yang selalu meragu.  Aku kembali tersenyum.

Aku menunggu di pintu masuk Metro....
Yaa.. di mana pun itu, aku akan bisa menemukanmu.... jawabku.

Pemberitahuan yang disampaikan oleh petugas perpustakaan terus mengingatkanku, bahwa aku akan kembali menyelesaikan bacaanku.
Kukembalikan dan berharap bisa kembali secepatnya.
Kukemasi catatan, HP dan pulpen yang kubawa, lalu turun ke lantai dasar untuk menuju ke loker yang menyimpan tasku.

Aku sudah keluar perpus.. Dy.

Kembali kutelusuri jalan yang berdebu dan tak rata yang tadi kulalui.
Hmmm... debu yang beterbangan, menemani langkahku.
Dan ketika sampai di jalan Soekarno Hatta, aku mendadak linglung melihat arah mencari Metro.
Aaahh... ternyata lumayan juga yaa.. 

Kulihat punggungnya..
Tak pernah kulepaskan waktu untuk tak merindukannya.  Karena dia lebih dari sekedar teman bicara buatku, dia adalah sahabat yang bisa menjabat hatiku.  Dan tak pernah kami berusaha memilih untuk menjadi sahabat.  Tak juga saling mencari untuk itu.  Semua memang terjadi apa adanya, mengalir saja.

Dia memang belum melihatku... maka, kukejutkan dari belakang. 
Haaaiiii....
Jauuhh.. yaa.. itu kata pertamanya.

Hahahahaha.... tawaku lepas untuk tetap bisa menjaga nafas, agar tak tersengal.  Bukan karena jarak, karena aku memang berjalan sangat cepat, lebih cepat dari biasanya, atau mungkin lebih terlihat berlari kecil, karena khawatir Dy jenuh menunggu.

Yang paling indah dalam pertemuan ini, ternyata kami tak memiliki tujuan.
Hahahahahaha.... #adaadasaja
Hingga benar-benar berputar-putar dulu.. akhirnya aku mengajaknya untuk mencari tempat City View ke Dago.  Karena belum pernah kami temukan, ketika mencari lokasi itu malam minggu lalu.
Malam minggu pertama yang kulewati di luar rumah, bersama Dy.
Lama berputar-putar... melihat banyak hal lucu yang membuat kami tertawa lepas..
Dan parahnya... kali ini pun kami juga tak menemukannya.
Namun... tak ada yang kusesali di setiap perjalanananku bersamanya.
Selalu menarik untuk dikenang atau bahkan menjadi ide yang mengalir dalam tulisan yang kubuat.

Setelah tertegun menatap pemandangan yang luar biasa menghadirkan kedamaian bagi jiwaku yang kerontang.. yang terpampang di hadapanku, dari atas motornya.
Kemudian.. ketika kulihat benang merah mulai terlihat di lazuardi di ufuk Barat...
Kupastikan padanya untuk berputar ke tempat yang sebenarnya membuat memoriku berputar memedih ke putaran masa lalu.

Kembali menikmati kuliner yang mulai digemarinya juga.  Senang rasanya bisa berbagi pengalaman baru, menjadi salah satu obat hatiku ini.  Seperti setetes embun di pagi hari, atau oase di gurun pasir.
Dalam hidup ini... bukan masalah besar atau kecil, tapi seberapa bermanfaat hidup yang bisa kau bagi dan jalani bersama sesama.
Tak apalah... bisa berdamai dengan kesedihan dan kepedihan itu memang menjadi obat yang mujarab.
Toh, jika bersama Dy, tak terlalu pedih juga.  Walau jika meletakkan kepala dibahunya, tetap berasa sakitnya.  Huuuuffttt... semua dinikmati dan disyukuri sajalah..

Menunggunya melaksanakan sholat Maghrib, menyaksikannya khusyuk memanjatkan do'a... membuat mataku selalu tersaput kabut tipis.  Hatiku terus berkecamuk dengan dahsyat, tercampur banyak rasa seperti mixed juice yang sering kupesan.  
Aaaahh... bisa-bisanya otakku berfikiran 'nakal' saat sedih seperti ini.
Rasanya seperti merasakan konslet otak.. deehh.  Haahahahaha...
Hmmm... segera kupalingkan wajah dan meneruskan bacaanku.
Dan tanpa kusadari ternyata, Dy sudah berada di dekatku.. menyentuhku lembut.

"Jadi.. mo kemana lagi sekarang?", tanyanya.
"Aku hanya ingin duduk dan bicara.. Dy.  Sebentar lagi adzan Isya... sebaiknya kau sholat saja dulu lagi.  Baru kita bicarakan kemana.. yaa.."
Aku memohon padanya... dan mudah-mudahan ia tak melihat mataku yang mulai berkaca.
Kedamaian yang ditawarkan masjid tempatku dulu bersamanya...
Sekilas memori itu bermain-main dalam benakku.  Kemudian pergi menghilang bersama hembusan angin, yang juga sedikit menghilangkan dukaku.
Hhhhmmmm... melelahkan jika tetap di sini sebenarnya.
Tapi... aku memang sudah "lelah" berlari dan belajar menerimanya dengan keikhlasan yang kupunya.
Aku ingin berdamai dengan duka, sedih dan lara, dengan semua hal yang sudah menjadi takdirku dengan lapang.
Dia mengangguk, dan seperti berusaha memahami apa yang terjadi.
Dan kami pun akhirnya tetap duduk di masjid itu, berbincang ringan menunggu waktu.

Sejurus setelah adzan Isya berkumandang... Dy pun melepaskan jaketnya dan dititipkannya padaku.  Kuhela nafas yang sangat panjang... sambil menatap punggungnya yang beranjak mengambil air wudhu (lagi).
Jaketnya terdekap sangat erat, seolah aku bisa memeluknya nyata.
Benar-benar hafal aromanya.
Hhmmmm... nafas yang kuhela sangat panjang, selagi tak ada dirinya di dekatku.
Hingga bebas kulakukan itu, tanpa jeda komentarnya.
Bukan ga suka... tapi rasanya seperti menghalangi terbangnya kesedihan ke awang-awang.  Karena hanya dengan cara itulah... bisa kulepaskan rasa tak nyamanku.. Dy, bisikku menjelaskan tanpa kehadirannya.
Sejurus.. aku hanya melakukan itu, tanpa meneruskan bacaanku.
Aaaahh... sudahlah.. kulanjutkan membaca, karena ingin benar-benar tenggelam dalam ceritanya.

"Haaii..." sapanya, memecah konsentrasiku
"Kemana.. kita??" pertanyaan yang sama, yang tetap buatku bingung karena aku memang hanya ingin menepi di satu tempat, duduk dan bercerita.  Di mana pun itu.. asal bersamanya.

Dan..
Akhirnya.. aku ada perjalanan menuju rumah, dan tetap bersamanya.  Tetap juga bercanda lepas dengannya.  Berusaha kenal dengannya lebih dekat lagi, melalui kebersamaan yang hampir tanpa jeda.
Thanks God.. telah menghadirkan dirinya melengkapi irama kehidupan yang kupunya.

Tik..tik..tik..tik...
Hujan semakin deras mengguyur Bandung malam itu, membuatnya mengambil keputusan berteduh di halte bis yang terdekat.  Aku memang tak pernah protes atas apa yang diputuskannya.
Dia selalu mengatakan tak ingin aku basah, ga tegaa...., kilahnya.
Dan dengan bergurau aku pun sering menjawab bahwa kalau hujan, pasti basah.
Maka.. tak lagi kupertanyakan mengapa berteduh kali ini.


Aku.... wanita yang sangat mandiri, terbiasa dan dibiasakan untuk mengambil keputusan dalam banyak hal, tengah terperangkap kejenuhan atas hal ini.
Bersama Dy... membuatku belajar merasakan menjadi wanita yang dilindungi dan disayangi.
Tak lagi mengambil keputusan untuk semua hal.. karena memang seharusnya demikian.


Ketika itu, kupertanyakan, apakah tidak terlalu berlebihan untuk mengantarkanku?, karena itu akan memperpanjang jarak untuk pulang kembali ke rumahnya.
Ia hanya menjawab pendek, bahwa lebih nyaman buatnya untuk memastikan aku sampai di rumah dengan selamat, daripada membiarkanku naik angkutan umum.
Kenapa? Apakah karena pernah kuceritakan cerita duka menaiki angkutan umum?
Iya.. katanya pendek, namun tak membuatku terintimidasi.

Yang membuatku nyaman, menerima keputusannya adalah caranya mengatakan dan menyampaikan pendapatnya.
Jujur, baru kali ini aku bisa menerima pendapat laki-laki tanpa bentakan atau nada keras memaksa.
Karena buatku. silang pendapat sah-sah saja... tapi tetaplah selalu belajar untuk menyampaikannya dengan santun dan lembut.
Dan.. mungkin karena itu pulalah... mungkin aku kini tetap merasa sangat nyaman bersamanya menghabiskan banyak waktu yang tersisa di sela kesibukan masing-masing.

Ketika awal aku menangis.. dan mengatakan "aku tak mau terlihat lemah.. sebagai wanita.."
Ia sempat tertegun, dan menanyakan "apakah itu salah..??"

Yang bisa kujelaskan, bahwa bukan masalah benar atau salah, aku hanya merasa tak ingin terlalu bergantung pada siapapun.  Karena jika itu terjadi... maka aku akan sangat sakit dan terpuruk jika ditinggalkan.
Yaa... aku sangat takut kehilangan.

Seperti hari ini..
Ketika aku berusaha menyakini... bahwa yang telah ada itu benar-benar telah pergi.
Mungkin tanpa sisa, karena setiap hari yang kurasakan hanyalah kemarahan tanpa jeda.
Buatku sulit bertahan dan diam tanpa aktifitas.  Karena ketika itulah... kurasakan kepedihan atas rasa ditinggalkan.  Diam sama artinya dengan kematian perlahan dalam hidupku.
Hmmmm...
Kubuka kacamata sesaat, untuk menghapus airmata yang membuat buram pandangan.
Aku tetap merasakan kesakitan itu, di setiap detik yang kujalani. Sakit yang tak bisa diobati oleh dokter manapun.  Karena memang hanya waktu yang akan menjadi obatnya.

Perasaan yang berkecamuk itu, membuatku menerawang ke langit hitam yang menurunkan hujan.
Dingin yang kurasakan, sangat berkurang dengan pelukannya.  Mungkin Dy bisa merasakannya.
Ingin aku telungkupkan wajah, dan menangis lepaskan sesak yang menghimpit di dada.
Kuangkat wajahku, dan airmata hangat mengalir di pipi.
Cepat kuhapus itu, karena pasangan yang berteduh di samping kami, melihat sekilas aku menangis.
Aku tak ingin seorang pun memiliki pendapat bahwa aku menangis karena Dy.
Tak boleh itu terjadi!, tegasku dalam hati.
Karena ia selalu meminjamkan bahunya sebagai tempatku menangis, dan tangan untuk kupegang agar tak limbung menjalani hidup.

Sambil terus menatap hujan yang semakin deras, yang mewakili tangisku yang tertahan,
"Aku ga layak diperlakukan seperti ini... Dy..."
Dan hanya itu yang bisa aku katakan padanya. 

Hujan kali ini, tak menjadi hujan yang biasa buatku.
Bersama guyuran hujan, aku merasakan kehangatan yang luar biasa yang dibagikan Dy padaku.
Malam ini pula, kupahami satu hal yang tak bisa kupungkiri.. bahwa aku begitu menyayanginya.
Tak ingin kehilangan waktu kebersamaan dengannya, walau sedetik pun.
Dan di malam ini, kala hujan deras mengabadikan airmata dalam dukaku, kurasakan pula.. betapa besar rasa yang disimpan Dy untukku.
Semua terbaca dengan jelas, walau Bulan bersembunyi di balik awan hitam dan penerangan seadanya.  Caranya mengusap pipiku, kepalaku, memelukku dan mendekapku dekat bahu dan dadanya, mampu buatku kembali menangis membasahi punggungnya lagi.
Dan catatan hati itu.. membuatku menangis dan selalu menangis, mencoba menyakini apa yang selalu ditulisnya untukku: #selalukembali

(Ingin kau selalu ada bersama... Dy)

 
--------------------------------------------------------------------------------------------------

Masih catatan tentang Dy dan Vie...

SENIN 

Perjalanan singkat di pertemuan yang terjadi sore ini, memang menyisakan banyak kerinduan yang tak selesai dituliskan dalam percakapan yang kulakukan ditengah-tengah memberikan konsultasi pada mahasiswa.
Hmmm...
Selalu tak pernah cukup waktu, kata dan kalimat yang terangkai untuk mengurai kebersamaan yang seolah ingin selalu dijalin dalam cerita kami.
Bersamanya...seperti membuka lembaran-lembaran novel petualangan yang menyajikan banyak cerita.
Telah kukenal dia, jauh sebelum dia mengenalku sedekat ini.
Sangat kufahami jalan fikirannya, lebih dari apa yang diketahuinya.
Maka.. jika kami bisa begitu dekat kini, itu semua karena aku (telah) mengenalnya.
Tak perlu banyak kata, atau melalui banyak cerita.. semua sangat jelas terbaca.

Mungkin..
Cara kami berkomunikasi yang bebas dan lepas, tanpa jarak... rasanya mulai menimbulkan banyak tanya bagi orang-orang di sekitar kami.  Namun, karena kami tak merasakan itu sebagai beban... semua berjalan baik-baik saja.

Biarkan sajalah...

Well,
Ada yang kurasakan berbeda pada Dy.. kali ini..
Dan seperti biasa... setiap kutanya "Are you okay... Dy?",
dia hanya akan menjawab singkat "am okay.. Vie"

Baiklah...
Tak akan kuhabiskan waktu yang panjang untuk berdebat dengannya.. karena waktu begitu berharga ini akan berlalu tanpa terasa.
Hanya... dalam diam, aku selalu menangkupkan tangan dan berdo'a.. agar Dy selalu baik-baik saja.

Cemas menantinya yang tak kunjung kembali, membuatku sempat berfikir negatif tentangnya.
Aku selalu melakukan itu, jika merasa seolah akan kehilangan karena jarak yang diciptakan teman atau sahabatku.
Aaahhh...

Yaa Rabb, 
Jika kau izinkan.. biarkan kekhawatiran ini terbang ke awang-awang, untuk kembalikan lagi kepercayaan yang ada dalam diriku, bahwa aku memang benar ada dalam hati dan hidupnya...
Biarkan aku menyakini... ketenangan dan kedamaian yang dibaginya bersamaku ini bukan fatamorgana, atau ilusi sesaat...
Aku tak ingin menjadi orang yang terlalu mudah percaya..
tapi berikan aku waktu untuk merasakan sedikit kepercayaan untuk dapat menggenggam dan mendekapnya dalam hatiku..
dan meyakini bahwa ketulusan yang dibaginya... ada di keabadian rasa...

Dan akhirnya..
Perjalanan kami terhenti di halte yang pernah tersinggahi, ketika hujan mengguyur deras tiga hari yang lalu.
Kenangan yang tersimpan di tempat itu rupanya cukup mampu menghentikan kami sesaat, untuk berbincang lepas.. minus hujan.
Waahh..
Indah juga, mungkin belum bisa menggantikan Bandung View ataupun Manglayang View..
Cukuplah... ada Vie.... dan .... Dy...

hahahahahaha, gelak tawa terus mengikuti perbincangan kami.
Topik yang beragam, hanya perbincangan ringan..
Namun..
Kebersamaan itu menghadirkan kehangatan yang terbagi antara kami.
Seperti hari sebelumnya..
Aku banyak mendapatkan kedamaian... bersamanya.
Dan itu terus terbagi dalam mimpi yang teramat indah.

Jika perjalanan bersama Dy ini merupakan deJa Vu..
Maka di setiap dekapan rindu yang melengkapi cerita kebersamaan ini, adalah perjalanan kerinduan yang telah melintasi batas waktu.
Dan dalam usapan lembut di pipi yang menghadirkan ketenangan jiwa serta menyejukkan itu, telah terjadi dalam jutaan kali.
Serta sandaran letih dan lelah di bahu dan rebahan sayang didadanya ini, tetap selalu menghadirkan kedamaian bagiku hingga kini.
Perjalanan waktu itulah yang membawa hatimu, rindumu dan cintamu padaku... kembali.
Begitulah aku meyakini kebersamaan yang terjadi di antara kita.
Benar atau salah... tak lagi kufikirkan jauh...
Karena tak henti aku berharap dan berdo'a bahwa #selalukembali

Dan....
Seperti lirik yang bisa kuambil dari "A Thousand Years" Christina Perry feat Steve Kazee

Heart beats fast / Colors and promises / How to be brave / How can I love when I'm afraid to fall 
But watching you stand alone / All of my doubt suddenly goes away somehow
One step closer
I have died everyday waiting for you / Darling don't be afraid 
I have loved you for a thousand years / I'll love you for a thousand more
Time stands still beauty in all she is / I will be brave
 I will not let anything take away / What's standing in front of me 
Every breath / Every hour has come to this
One step closer
I have died everyday waiting for you / Darling don't be afraid 
I have loved you for a thousand years / I'll love you for a thousand more
And all along I believed I would find you / Time has brought your heart to me 
I have loved you for a thousand years / I'll love you for a thousand more
One step closer / One step closer
I have died everyday waiting for you / Darling don't be afraid 
I have loved you for a thousand years / I'll love you for a thousand more
And all along I believed I would find you / Time has brought your heart to me 
I have loved you for a thousand years / I'll love you for a thousand more

Hening sesaat....
Kelelahan itu tiba-tiba menyergap..
Kubuka kacamata dan meluruskan punggung, yang telah dipaksa duduk berjam-jam untuk menyelesaikan tulisan ini.

Hanya sebentar terlelap.. dan mendapati mimpi bertemu dengan Dy, cukup mengobati kejenuhan ketika menghabiskan waktu di rumah.
Dy datang dalam mimpiku itu, tersenyum khas, mengulurkan tangannya mengajakku bangun dari tidur, dan membuatku tersenyum bahagia.  Menarik dalam dekapannya.. mendengarkan degup jantungnya...
Begitu damai...
Pertemuan sesaat yang sangat indah, dan cukup mengejutkan manakala semuanya terasa begitu nyata.
 

(Berjanjilah benar.. #selalukembali itu... Dy)


Monday, May 27, 2013

{JEDA}

Di antara tidurmu, selalu kucoba perhatikan wajahmu yang menggambarkan kedamaian.
Hmmm... kadang aku iri padamu, yang begitu mudah jatuh terlelap.
Aku melihat jam dinding, sudah tengah malam, kataku lirih, sambil melihat tumpukan kertas yang cukup menggunung. Pekerjaan yg selama ini aku tunda, kini harus kuselesaikan dengan perjuangan.
Ya... resiko yang memang harus aku ambil manakala menunda-nunda pekerjaan.

Di sampingku memang selalu ada Mae, sahabat karib yang selalu menemaniku.
Menguatkanku dalam tawa, dan membahagiakan manakala duka menghampiri.
Tak ingin membangunkannya...terus kutuliskan kata-kata yang memang kusembunyikan darinya.
Rasa yang memang cukup kutahu sendiri... saja..
Maaaaf... yaa.. Mae,
Belum bisa kubagikan apa yang kurasakan ini...


Aku terus berbisik untuk dapat menghadirkan kata-kata yang ingin kukatakan padanya..
Seorang yang jauh tak tergenggam hati...
Yang selalu dapat menghadirkan rindu tak berujung..
Hingga waktu yang terlewati itu... terasa tanpa jeda,
Dan berakhir dengan kata-kata yang tak pernah cukup untuk merangkai rasa yang sangat indah.

Ahhh.... (nafas yang terhela panjang..selalu bisa menghilangkan gundah sesaat)

Jika..
Aku masih sendiri... maka (mungkin) kupilih dirinya,  yang sangat kutahu cintanya jauh lebih besar...
Andai...
Bisa kuputar waktu, maka akan kupilih masa bersamanya kini..
dan,,
Bila...
Diiizinkan mengulang kembali perjalanan jiwa, maka pencarian (sederhana) ini akan berujung jua..

Aku bukan orang yang sulit dimengerti, bisikku di pekat malam ini..
Aku hanya orang biasa dalam kesederhanaan saja..
Tak pernah kupinta, ia untuk petikkan bulan, karena kutahu itu hanyalah lamunan.
Tak jua kuinginkan berlian, karena bukan itu yang jadi tujuan.

Aku hanyalah ingin dimengerti, dengan perasaan yang lembut.. untuk dapat merasakan keindahan yang selayaknya didapatkan.
Begitu mahalkah... permintaan ini?

Hmmmm...
Kulihat kembali wajah Mae.. yang terlelap dengan damai.
Sementara.. aku masih terperangkap di ruang dan waktu, untuk mengurai sesak yang muncul tiba-tiba.
Menyibakkan kabut dan hujan, namun... menghadirkan awan nimbostratus.
Benar-ku kehilangan kendali waktuku sendiri.
Tak kunjung datangnya kantuk membuatku seperti terjebak pada "stress"  dengan pening yang kurasakan sebelum Mae datang ke apartemen ini.
Aku memang berusaha biasa... ceria seperti hari-hari sebelumnya..
Walau pening ini hebat mengigiti kesabaranku menahannya.

Aku sudah cukup merepotkanmu... Mae, bisikku perlahan.
Jadi maafkan aku.. kalau kali ini... biarkan aku sendiri (dulu).

Kutinggalkan komputer.. kubiarkan saja terbuka, karena masih ingin kulanjutkan nanti..
Cerita yang kutulis kali ini, harus benar mengalir tanpa bentuk fiksi seperti biasanya.
Aaahh... sanggupkah aku berjalan dalam kejujuran tanpa sandiwara? tanyaku menembus langit.

Lalu, aku mencoba berbaring di samping Mae.. (tetap) ingin menatap lekat wajahnya.
Mencoba merasakan dari dekat, kedamaian yang selalu dibaginya jika bertemu.
Sahabatku ini memang pandai mengurai kebekuan menjadi percakapan yang amat menarik.
Jika berbaring di sampingnya kini..
Melihat wajahnya.. begitu dekat, ingin memegang pipinya yang memang cukup menggemaskan, dan mencubit hidung mancungnya..

Aaahhh.. teriakku (like a screamer) tertahan dalam pelukan malam yang semakin larut.
Kembali keluh kesahku mengalir deras.
Dia memang selalu bisa membuatku tertawa dengan sesak di dada sekalipun..
Hingga rasanya...
Tak diberikannya aku kesempatan untuk menelan pil pahit duka.
Maka jika ia terbangun... dan merasakan hela nafas panjang yang kulakukan berulang kali..
Biasanya ia akan menatapku.. dan bertanya...

"Ada apa.. Vie? Cape yaa..?"

Hmmm...
Betapa.. kerinduan yang hadir ini begitu memasung jiwa, perasaan dan hatiku kah...?
Hingga tak dapat kurasakan rasa yang lain... seperti kantuk?

Seperti... hari-hari kemarin...
sejuta tanya itu hanya tertelan angin, dan menghilang tanpa jawab.
Hmmmm.... haruskah aku (terbiasa)?

Kutuliskan kembali.... kata yang ingin kutuliskan untuknya....
[menembus] awan mimpi.. untuk bisa menemuimu (lagi)..

Cerita hidupku kian berputar menuju pusaran waktu yang tak bertepi.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

(Masih) cerita yang sama dengan hari yang berganti..

Pening yang kurasakan semalam, membuatku benar-benar terhenti meneruskan perjalanan hati yang ingin kurekam sendiri.
Walau masih menyisakan berat di kepala yang memang belum mereda..
Tak ingin aku kembali meminum obat untuk meredakannya.  Terperangkap dalam ketergantungan yang memang harus kuhindari dan mulai belajar mengobati diri dari hati.

Cukup dengan melambungkan angan  (lagi).
Nyaman saja.. hati, setelah menatap wajahnya.. dan terlelap menembus awan mimpi menemuinya.
Jarak yang terbentang... bukanlah halangan yang berarti.
Karena jabat hati itu.. memang sudah tak mempu menahan kerinduan yang mengalir tanpa sekat ruang dan waktu.

Masih terasa hangat.. ketika mendekap erat jaket yang dititipkannya padaku.
Andai ia tahu... dan bisa dengarkan degup jantungku, yang mirip alunan orkestra rindu ini..
wuuiiih... untung tak ada seorang penulis lagu atau arranger musik yaa... 
Jika ada.. kini.. dan menangkap gelombang ini, maka mereka akan mampu mengalirkan rasaku ini dalam irama dawai hati yang indah.. mungkiinnn.... candaku dalam hati, tertawa geli, sambil menoleh khawatir... adakah yang memperhatikanku.


Tiba-tiba terfikirkan...
Betapa banyak waktu yang diluangkannya untuk mendengarkan, sementara sedikit waktuku untuk mendengarkannya.
Tanya yang kemudian menyeruak adalah..
Adilkah aku padanya?? tanyaku pada angin.
Huuuufft...maaafkan.... aku untuk semua ini..

Seperti malam kemarin dan kemarinnya.. lagi, pertanyaan-pertanyaanku ini hanya menembus ruang dan waktu, tanpa jawaban yang memang ingin aku dengar.

Di keheningan malam... dimana biasanya aku bersimpuh.. menyampaikan lantunan do'a, aku masih terjaga dengan suntikan energi yang terasa tak kunjung habis, yang datang tiba-tiba.
Entah karena menelan kekecewaan yang teramat dalam...
Ataukan kebahagiaan yang teramat membuncah..??

Aku telah menemukan tempat berlari terbaik yang kumiliki, ruang terdamai yang ingin kutinggali, dan bilik ternyaman untuk menemukan keheningan diri.
dan..
Jika satu saat nanti... aku menghilang tiba-tiba..
Carilah saja aku di sana...
Karena kau tahu di mana harus mencariku.

Pesan ini kutulis di tempat terbuka, yang mudah terlihat oleh siapapun yang memang (perduli) denganku.
Aku bukanlah jiwa murni yang terbebas dari syak wasangka, aku hanyalah wanita biasa yang ingin difahami dengan sentuhan emosional. Kenapa? Karena aku... adalah makhluk yang bernyawa.
Aku seringkali terjebak dalam amarah yang memang (lebih) sering kularutkan dalam diam.
 Maaaaf... sangat,

(Izinkan aku mencerna.. tanpa tengat?)


NB: Tak ada ragu...

Friday, May 24, 2013

MY RAIN

Sunny days are fading into the movement of the heart in sorrow,
Like the sky and the earth distances lie, 
There I found you hug me with the beauty of love, 
Heavy rain which flushed wet night.
 
We 
spent the night a lot of talking without words,
and could not move from the comfortable side created,
Just sat down and watched the rushing water point,
My question is why do you want to do all of these kindness...?

Because you have the perfect life already,
and still able to spend very much time freely,
accompany me to share laughter and as the backrest of soul,
until tears drip disappeared in the dark night.

 


Time passed quickly..
then...
I should take you back home (again),
because I'm so worried about you a lot than you have known,

without any words just kept inside...
(I always use my time thinking of others)

 
Therefore...

waiting for re-present and see that you're okay...
It should have much patience..
But never count the time elapsed,
Just being here for you.

This evening,
I found that soul back in silence,
but happiness is at the end of the day,
I'm waiting for the time to 
yell...
 
"Finally.... I can have my rain!"


 (Thank you for allowing me to feel the rain again....)

Wednesday, May 22, 2013

SEPENGGAL MASA

Jauh kubuang pandangan di pasir pantai putih di Parang Tritis, melihat ke awan biru dengan camar yang melintas bercengkrama dengan pasangannya.
Aku sengaja datang sendiri di sini untuk membuang gundah yang sudah menyesak di dada, dan kutinggal semua hubungan dengan duniaku.
Memutuskannya dengan harapan bisa berpikir jernih untuk bisa memahami apa yang terjadi.
Aku selalu kembali di sini...
Untuk selalu mendapatkan kekuatan bagi jiwa yang mulai letih dan merapuh...


Ingatanku kembali mundur puluhan tahun yang lalu, ketika aku belajar memahami kehidupan. Membuang jauh luka di Lombok, dengan menjelajah Rinjani, dan menghabiskan malam-malam di Pantai Senggigi tanpa lelah dan jeda.
Mungkin keindahan alam yang kusaksikan kini benar bisa menghapus kepedihan yang melintasi ruang hati yang terluka.

Sunset di Pantai Senggigi...... itu menggambarkan lazuardi merah menyala dengan berani dalam kanvas kehidupan di cakrawala.
Berdiri tegak di tubir pantai, membiarkan kaki tersaput aluran ombak yang lembut, seolah mengangkat derita panjang yang belum berujung.
Menyadari yang terlewatkan,
Yaa.... karena memang akulah yang akan menentukan sendiri ujung dari lembar cerita hati yang ingin kututup di sini.


Sunset yang memang selalu memesona,
Pasirnya putih bersih dan sebagian berwarna hitam, sungguh unik. Garis pantai lurus dan panjang, ombaknya pun sangat tenang.
Ketenangan ini pulalah yang kemudian mengembalikanku pada kesadaran, "tak ada yang abadi" dalam sebuah ikatan.
Sepanjang mata memandang, bisa terlihat pulau Bali dari kejauhan.
Jajaran nyiur di tepian pantai memberikan keteduhan sekaligus keindahan.

Yaa... Rabb, gumamku lirih.
Izinkanlah.... kucoba untuk bangkit dari lelah hati, lanjutku sedih.

Aku melangkah terseok, mengembalikan semangat dan ceria yang tergadaikan kala ini, hingga meninggalkan keluarga besarku, tanpa kabar selama seminggu.
Hari ke-empat perjalananku di Lombok, menggugahku untuk menelfon ibu, hanya untuk mengabari bahwa aku baik-baik saja.

"Kau dimana... nak? Pulanglah... hentikan pengembaraan tanpa batasmu ini.., " sambil terisak kudengar suaranya.
Tertegun sejenak.. dan sejurus aku memberanikan diri, dan menguatkan hati untuk menahan keras airmata yang masih belum bisa kukendalikan dengan baik.
"Iya.. Ibu, setelah Rinjani aku pasti akan kembali... dengan ketenangan hati yang baru," suaraku tercekat, menahan sesak yang tiba-tiba menyeruak dalam dada.
"Aku baik-baik saja yaa... Bu, jangan khawatirkan itu.  Aku bisa menjaga diri."
Aku memang merasa berdosa padanya, wanita yang telah melahirkan dan membesarkanku dengan cinta tanpa jeda.  Satu-satunya cinta yang bisa dipercaya.

Petualangan itu akhirnya menjadi catatan dengan dua warna dalam lembaran hidup, yang bisa kubuka dengan jiwa yang damai... kini.

Airmata yang tertahan, tumpah membasahi pipi..
Tak kulihat lagi keindahan pantai yang menjadi curahan hati, semenjak aku memutuskan untuk tinggal di kota ini.
Pandanganku kabur tersaput airmata, yang seolah semakin deras. Mencoba mengejapkan mata, menuda bulir itu mengalir nyata. Perlahan kuhapus.. menguatkan diri dan melihat sekeliling, karena takut ada yang mengenaliku.
Bis kota yang penuh sesak, seakan membuatku tersadarkan bahwa ini masih dunia yang kutinggali dulu, kini dan nanti.
Sesak dalam dada kembali menghentak kuat.

Tak mungkin aku pergi, mengembara seperti yang pernah kujalani.
Amarah itu biarkan saja menggantung di langit, dan biarkanlah....
Bersiap sajalah untuk keagungan rasa... yang menyisip salam kalbu, yang selalu terkoyak (lagi).
Pernah kau... benar-benar merangkul sepi dan melalui waktu tanpa teman?
Lantas.... apa yang kemudian kau pilih..??
Jika tetap bahagia tanpa jeda saja...
maka... biarkan itu menjadi oksigen yang mengisi rongga paru-parumu dengan caranya yang unik.

Tak perlu juga... kau mengatakan aku baik-baik saja, karena alam pun pandai membaca.
Kuatkan kembali kerapuhan yang saat ini memang rusak.

Lihatlah saja... cermat,
Wajah damai yang ada di pangkuanku ini.. tetap sempurna untuk menutup kepedihan yang terasa kian menusuk kini.

Ku ingin.....
Membelai lembut, tiap helai rambutnya untuk bisa berbagi kedamaian.
Mendekap erat, untuk mengatakan rasa yang mengikat dan menjabat erat.
Mengecup manis di dahi yang mengantarkan keindahan sukma yang mulai menggetarkan dawai hati.
Yakini... bahwa tak perlu kau katakan cinta.. karena sebaiknya buktikan saja...
Perjalanan waktu akan menjadi tepian hati, yang selalu menanti..
Di sanalah.. AKU,

(menutup dengan khawatir di tubir hati....)






Tuesday, May 21, 2013

TAK ADA YANG ABADI

Malam ini aku belajar banyak hal, memahami kehidupan jauh lebih baik.. dari yang selama ini aku yakini.  Makna dan hakikat yang memang harus ada dalam benak semua manusia.
Datang dan pergi, sehat dan sakit, hidup dan mati.  Banyak yang tak siap jika harus menerima sakit, kepergian ataupun kematian.
Keikhlasan itu akan memberikan buah yang manis.
Malam ini, sebuah kejutan hidup benar kuterima.

Pencarian sahabat karib yang entah mengapa, menghilang tanpa jejak dan menghadirkan sejuta tanya dalam hati. Adakah kesalahan yang kulakukan, hingga ia pergi tanpa meninggalkan pesan.
Mulai menyakini bahwa sesungguhnya sahabat, teman, anak ataupun suami atau istri itu merupakan ikatan yang tidak boleh dimiliki dan digenggam erat dengan cinta.
Karena cinta yang hakiki hanya ada dua, yaitu cinta Alloh SWT pada hambaNya dan cinta orangtua pada anak-anaknya.
Hal ini sudah kuketahui sejak aku disekolahkan ayahku di sini, tempat aku menggali ilmu agama dan dunia.  Banyak pelajaran hidup yang diberikan, baik berdasarkan ayat-ayat suci Al Qur'an maupun melalui kisah para Nabi.

"Apa kabar rembulan?", tulisnya dalam sms yang masuk pada HPku pukul 07:51:16 PM.
Awalnya kupikir, sms yang masuk ini berasal dari temanku yang lain yang memang sedang terlibat pembicaraan singkat sambil menemaniku memasak makan malam untuk anakku.
Namun ketika membuka kunci HP dan membaca pengirimnya, aku sangat terkejut dan merasa "shock" sesaat.  Kakiku lemas, dan tak mampu berkata apa-apa.

Yang kulakukan hanyalah memandangi layar HPku dan kembali membaca perlahan satu kalimat tanya yang kerap ia gunakan, jika menyapaku di malam hari.
"Ya Rabb... Izinkanlah... aku mencoba bangkit dari lelah hati."
Begitulah bunyi status yang kutulis untuk mencoba mengikhlaskan kejadian yang kurang mengenakkan hatiku selama dua minggu.
Seringkali kusembunyikan tangisan di tengah peraduanku, ketika menjelang tidur jika mengingat semua kenangan-kenangan manis yang jujur memang belum pernah aku rasakan di pertemananku dengan sahabat atau teman lainnya.
Aku bukan orang yang mudah bergaul di kehidupanku, walau memang aku orang yang supel.  Semua pertemanan akan kuanggap biasa saja, karena aku memiliki prinsip "do not want to believe in any kind of friendship anymore".
Aku benar-benar terikat pada prinsip ini sejak dikhianati oleh sahabat karibku yang bahkan sudah kuanggap saudara, karena kami memang tumbuh bersama dan memiliki kamar yang sama di sekolah ini.
Pahit dan sakit, ketika menerima kenyataan yang sebenarnya memang nyata harus kuterima sebagai bukti "Tak ada yang abadi."

Pagi membangunkanku untuk segera beranjak dari tidur yang baru terasa nyenyak selama dua pekan.  Kelelahan hati yang mengelayut.. perlahan sirna.
Dan tak kusangka itu hanya bisa kurasakan sesaat saja.
Well, hidup itu akan terasa semakin indah dengan cobaannya.
Ingin rasanya melontarkan keluhan padaNya,
Tapi... dengan banyaknya kenikmatan yang telah diberikanNya padaku.. masih layakkah kulakukan itu?

Beri aku kekuatan.. Yaa Rabb...
Karena di pagi ini.. [kembali] kurasakan perih.
Aku tak pernah berpikir akan melangkah menjauh sedetik pun, jika dia pun inginkan aku.
Menganggap aku bagian hidupnya, penting baginya.  Terlalu  sakit rasanya jika selalu menghitung waktu, tapi memang sudah lebih dari enam tahun kujalani itu. Menjadi bagian dari dunia yang memang tak ada.

Kuusap airmata yang memang tak pernah kering, menangisi kegundahan yang memenuhi relung jiwa.  Meredakannya dengan menarik nafas panjang.. seperti ketika yoga.
Tak bisa kupungkiri keterikatan yang terjalin lama tak jua membuat semua membaik.
Kian hari yang terasa hanya seperti benang kusut, yang tak nampak ujungnya.  Jika kuurai itu sendiri berapa lamakah waktu yang kubutuhkan?

Yaa... ketegaran itu mereka (permataku) butuhkan untuk meneruskan hidup dengan masa depan yang cerah.

Kini... keterbatasan kekuatanku sebagai wanita biasa,memang tengah teruji.
Badai yang menyaput perlahan, mulai menggumpal pekat di langit jiwa.
Aku tak tahu kemana lagi aku harus berpijak, dan siapa yang bisa dipersalahkan.
Tapi, aku takkan mau melemparkan kesalahan pada siapa-siapa, karena itu bukan kedewasaan.
Namun... aku juga tak cukup punya keberanian untuk membuka komunikasi yang mencoba mengurai kekusutan yang tengah terjadi.
Aaahh... sudahlah..
Biarkanlah waktu yang akan menyembuhkan diriku dan jiwa-jiwa yang terluka.

Kini..
Ada di titik nadir.. mengingatkanku untuk kembali bersyukur.. bahwa.. aku masih bisa berdiri, bukan untuk siapa-siapa yang bahkan sebenarnya tak terlalu perduli...
Semua perjuangan dan pengorbanan ini... (hanya) kulakukan untuk ketiga permata hati yang terus kujaga.
Walau enggan beranjak, biarlah duka kujadikan teman saja...
Kubaringkan sejenak gejolak dalam hati.. dan benar-benar terlelap.
Maka lelap yang sekejap itulah yang menjadi mimpi indah kini.

Paagiii..
Kukatakan itu tegas untuk hari yang dimulai dengan "negatif".
Aku hanya ingin kau benar tahu... walau hati ini sedang merapuh dan letih, tetap inginkan jadi yang dirindu.
Tak terfahamkan dengan baik, jika harus kulalui sepanjang hari dengan "bad mood" kan?
No, I always decide that I wanna happy.. no matter how...

Yaa.. jujur memang itu tak cukup mudah dijalani.

Pukul 01:35, hhmm... sudah dini hari.. dan mataku belum merasakan kantuk yang hebat untuk berbaring di peraduan.
Tadi.. sekejap ia terjaga, dan mengatakan "aku padamu.."
Berjuta tanya masih bergelayut dalam benak, untuk kalimat yang disampaikannya.
Aneehh... siihh, 2x mengetik "Vie.." dan kemudian terdiam dalam jeda yang panjang.
Tapi.. aaaahh.. sudahlah.. baru kali ini aku benar-benar bisa merasakan menemaninya, memandangnya dengan bahagia karena melihat wajahnya yang damai.
Hari ini pula, aku hampir melayang ke langit, tapi itu kuurungkan.. (karena sedang berada di bis kota.. *tersenyum simpul saja).
Semua karena kubaca, "Mentari pagi yang tersenyum simpul ini, selalu ingatkan ku padamu.."
Maaniiiiis sekaaaliii... rasanya kali ini, seakan berbanding terbalik dengan pahit yang kuterima pagi ini.

Mungkin jika kau membacanya dan berkata aku terlalu berlebihan tentang hal ini, sah-sah saja.
Namun, buatku yang lebih banyak menghabiskan waktu dengannya, sangat merasakan perubahan yang luar biasa, dalam kekayaan bahasanya.
Sekarang Dy lebih manis dari "gula"... uupppps... bisikku pada diri sendiri.
Tersenyumlah... (lagi)

Memang ketika aku benar terpuruk, saat kehilangan sahabat yang sering menemani, entah mengapa Dy ada.  Dan ia selalu ada, dengan atau tanpa kata...
Aku tak pernah merencanakan apa yang terjadi dalam hal ini, karena itu (benar) rahasia hati.
Perjalanan waktu yang mulai menunjukkan jalannya.
Namun, ingin kukatakan dalam diam padamu... Dy,
Jauh di lubuk hatiku... do'aku hanyalah inginkan kau benar bahagia dalam hidupmu.
Dan..
Tolong ingatkan aku, jika aku memang sudah melanggar wilayah yang memang jadi milikmu sebelum kehadiranku.
Bisakah itu... Dy?

Kukatakan itu, sambil menoleh padamu dan tetap melihat wajah yang terpulas dalam damai.
Kepenatan harimu itu terlihat, namun mungkin sengaja kau tutupi dariku.
Baiklah... Dy, tak mengapa... aku bukan orang yang ingin terlalu tahu sebenarnya.
Kejujuran dan kepercayaan itu akan muncul di level nyaman tertentu kan..??
Maka... (kembali) biarkan waktu yang mengujinya.

Ingin benar kupeluk dirinya yang terpulas, untuk mempercayai.. kesejatian yang termiliki ini.
Tak pernah bosan memeluk dan menggenggam tangannya, di perjalanan pulang, karena kehangatan dalam dada selalu perlahan hadir.
Manakala kegelisahan itu muncul... maka ingin kuhalangi waktu.. untuk bisa merasakan kebersamaan yang [lebih] lama.
Namun penggalan waktu... selalu juga menghadirkan kegundahan.. ketika melihatnya pergi.
Dan memang... akan ada pagi yang lain, dengan cerita yang lain.
Maka.... semoga,, (tetap) ada Dy...

Hari ini..
Mataku berkaca untuk menyembunyikan rasa yang memang sulit untuk aku bagi.. saat ini
Maafkan aku untuk itu..
Belum bisa aku menahan tetesan airmata untuk mewakili kegundahan yang penuh sesak berjejalan dalam jiwa.
Maka, biarlah waktu (lagi) yang terus bergulir menyembuhkannya. 
Karena sebenarnya... aku banyak bertanya tentang makna "tak ada yang abadi".. Dy.
Melepaskan rasa kehilangan yang menyesakkan dada itu, bukan hal yang mudah dilakukan.
Ketabahan itu hadirkan do'a yang tak henti mengalir dalam denting dawai hati.

Jika pun itu juga terjadi...
Bisakah... kuminta kau tetap menemani.. Dy?
Atau...
Ini hanya permintaan yang [tak adil] bagimu?
Jawablah ini semua... dengan kejujuran.. ya.. ?
#pintaku

Maka... jika pun tulisan ini kuteruskan..
Semua akan bermuara pada "ketakutan" ku tentang PERGI.

Dan perlu kau fahami pula, bahwa kehadiranmu menjadi pelangi yang cerahkan hari (selalu).








Wednesday, May 15, 2013

deJA VU

Pagi...
Salam yang kusuka kala membuka hari.
Tak pernah letih menyampaikan kerinduan akan asa dan harapan yang mengalir tanpa henti.
Walau ketika kutuliskan ini, waktu sudah menunjukkan 21:41 malam.
Rambutku masih basah terguyur air yang menyegarkan, namun memang tak biasanya aku menggigil.
Tak bisa kuhilangkan kebiasaan mandi malam, karena memang tak bisa terlelap manakala badan terasa lengket oleh keringat yang membasahi tubuh seharian.
Akhirnya kuputuskan untuk membalur tubuh dengan minyak kayu putih, dan menggunakan jaket yang memang sangat lekat dengan aroma parfumnya.
Wangi yang begitu merindukan..... bisikku pelan.
Terimakasih.... Dy.

Aku tersenyum, ketika kuketikkan kalimat yang selalu ingin aku kirimkan padanya.
Kata terimakasih, tak pernah cukup untuk semua keceriaan yang terbagi setiah hari, selalu tersenyum.. karenamu..

Balasnya nanti yaa... masih harus konsen di motor...

Jawaban pendek yang membuatku tersenyum simpul.
Kok... sempat mengetikkan sms ketika mengendarai motor. Aaahh... #beingbeingonly

Itulah dia.. orang yang kupanggil Dy, dan mungkin memang hanya aku yang panggilnya dengan nama itu (bukan ge-er).
Aku selalu ingin bisa membuat "unforgetable" momen bersama orang yang telah menjabat erat hatiku.
Maka keras kuberfikir untuk memberinya panggilan yang spesial.
Ia tidak hanya spesial untuk dijadikan teman, tapi juga menjadi sahabat.
Aku tak pernah merasa senyaman ini, jika berbicara tentang sahabat.
Jejak luka yang seperti belum kering, karena terluka akibat titik persahabatan kental yang tercoreng.
Semua seakan menguap tanpa sisa.

Aku yang kini selalu mempertanyakan arti kemurnian sebuah hubungan, bagai di tubir jurang kekecewaan.
Sepi yang panjang selalu jadi teman yang sepertinya akan akrab dalam hari-hariku.
Bersamanya, aku mengurai kenyataan menjadi realitas kebahagiaan tanpa jeda dan akhir.
Terimakasih...  Dy, untuk semua rasa yang tertoreh tanpa jeda.

#selalukembali
Itu yang selalu ditulisnya jika hendak pergi.
Sebenarnya, aku memang tak meragu... tapi mungkin dia memahami bagaimana arti "kehilangan" untukku.
Tak lelah direngkuhnya aku dalam sebuah keyakinan, bahwa selalu kembali untukku.
Kini... aku tak ingin mengikat dalam kepercayaan.  Namun aku yakin sebuah janji hati itu lebih penting dari pada milyaran kata-kata yang tak bermakna.


Aku hanya ingin bisa memjadi kenangan yang indah, kala aku jauh darinya.
Aku merasa ini bukan cinta sesaat yang akan hilang berganti.
Aku memang sangat merasa tak pernah mencari dan dicarinya.
Maka, jalan ini merupakan pertemuan jabat hati yang dipertemukanNya.
Sesederhana itu.

Pagi,
Walau kini aku tengah menjaganya dalam lelap.  Terakhir kuhubunginya via sms dan menjawab apa yang ditanya olehnya.  Tapi... terdiam lama.
Dan... aku sudah sangat faham.. pasti dia telah melabuhkan mimpinya untuk bisa menghabiskan sunset di Senggigi.  Pantai yang memiliki sejarah di perjalanan hidupku.
Tak pernah kusangka, Dy begitu terobsesi....

Baiklah... Dy,
Jika aku diperkenankanNya menginjak tanah Lombok dalam kondisi yang berbeda, maka orang pertama yang akan kuajak.. dirimu.
Kenapa?
Karena... keindahan hari-hari bersamamu itu memang sangat sederhana.  Keindahan yang biasa dilakukan setiap orang untuk menghabiskan waktu bersama. Dan mungkin... karena biasa itulah yang membuat bahagia.
Yang lupa aku perhitungkan adalah...betapa... cinta sederhana itu benar sesederhana fikiran kita.

"Menyesal ga yaa... kita bisa sedekat ini?" tanyaku di tengah canda kami yang lepas.
"Kok nanya.. aku?"
"Well... ga, tapi memang menyesal juga siih... kenapa ga dari dulu kita begitu dekat."

Kelakarku yang kemudian memecahkan keheningan ketika menikmati kelapa bakar.
Aku semalam mengajaknya ke sini namun tutup.  Tak tega rasanya melihatnya menantiku selesai mengajar, dan kemudian mengantarku pulang, sementara kulihat kondisi kesehatannya seperti tidak prima.
Ini adalah obat untuk memulihkan kondisi fisik yang menurun.
Kutahu, di depanku.. ia akan mengatakan Aku baik-baik saja.... Vie.
Dia memang memperlakukanku dengan manis, dan membiarkanku merasakan menjadi wanita.
Walau untuk membalas smsku yang sedikit berpuisi, selalu menyiksanya... karena tak bisa membalas dengan cukup manis.
Yang dilakukannya, hanyalah mengomentari tanda baca, penggunaan bahasa dan kata... kegiatan yang selalu kulakukan padanya.
Waaaahh.... memang senjata makan tuan... akhirnya... gumamku.


Awalnya, aku merasa kurang nyaman dengan ini, karena selalu kufikir bahwa wanita itu harus juga kuat dan mandiri.
Tapi Dy meyakinkanku bahwa ini bukan menunjukkan kelemahan wanita, ini hanya upaya menjagaku.
Hmmmmm...
Hatiku selalu terenyuh, rasa di antara sedih, khawatir, dan bahagia yang membuncah, ketika melihatnya menunggu di batas waktu agar bisa mengantarkan pulang.
Dan seringkali membuatku terkejut karena semua dilakukannya, dengan atau tanpa persetujuanku.
Aku hanya ingin tenang... Vie.  Maka biarkan aku melakukan ini, demi ketenangan hatiku.
Jawabnya tenang dan memegang tanganku.
Huuufft... aku selalu merasakan getaran itu, setiap ada kesempatan memegangnya.
Mungkin juga... tak pernah ia tahu.. betapa aku sangat ingin punya banyak kesempatan melakukan itu, karena kutahu dan sadari tangannya merupakan tempat aku berpegang untuk bisa bertahan dalam ombak kehidupan.

Dan siang ini, ketika aku tiba-tiba mengajaknya makan siang bersama, ia pun mengatakan,
Sore ini dia menjemputku, dan mengajak mencari kelapa bakar.
Whaat?? ciri khasnya yang kupinjam (jangan..... keberatan yaa... Dy, senyum sajalah...)
Dia sudah mempersiapkan semuanya, sebagai kejutan.
Hmmm... Kali ini ia berhasil membuatku terkejut dan tak habis fikir, setelah kemarin gagal melakukannya.
Ia terlalu bahagia mungkin... hingga tak sabar untuk memberitahukan rencananya.
Dy... Dy... sering aku terpaku sendiri, ketika menatapmu dari kejauhannya.
 Selalu speechless... di awal..

Aku terdiam sejenak, merebahkan lelah.... meminta jeda pada diriku sendiri... untuk bisa bersamanya sejenak melambungkan mimpi, membayangkannya memelukku dan berkata:
Semua baik-baik saja.. Vie

Dan semua bergerak ke kegiatan biasa...
Aku baru kembali menuliskan ini, setelah tercekat oleh lelah.. membaringkannya di peraduan mimpi indah.
Dan.. Dy belum.. terbangun...

Yang ingin kukatakan.. kini,
Aku ingin.....

Akan kubiarkan saja kalimat itu menggantung... tanpa akhir dulu,
Karena.. kurasa belum saatnya kuungkapkan.
Karena kini... akhir itu hanya ingin kusimpan sendiri [dulu]..
ga apa".. yaa.. Dy??

Kulihat hitungan waktu... yang terasa menghitung mundur..
Maka terlihat juga wajah itu.. di langit hati.
Hmmmm....
nafas panjang terhela.. ingin merasakan kerinduan yang tertahan dalam diam.
nafas panjang kembali terhela,
Dan selalu kami saling mempertanyakan kenapa...
Atau... mungkin sebaiknya memang harusnya dibagi bersama saja.
Semua kepenatan, kelelahan, kerapuhan, kesedihan dan... berjuta kebahagiaan..

Memulai kembali cerita yang telah tertulis di sini dengan hati terbuka, dan membaca semua kerinduan yang tersampaikan tanpa kata.
Aku baru sampai rumah, dengan sedikit kuyup.. termangu, terdiam..
Aku benar-benar baru merasakan kedamaian..
Hampir benar terlelap, jika tak kusadari Dy pun butuh teman.
Yaa.. itulah kebersamaanku menutup hari.
Bersamanya..

Jujur,
Jika boleh aku mengatakan.. aku cukup takut ada di titik ini.
Sangat takut..
Izinkan aku memegang tanganmu..
atau bersandar pada bahumu.... Dy,
Karena memang tak inginkan semuanya terhenti,
Karena kebersamaan ini sangat mengikat..
Semua rasa, rindu dan .......... (biarlah ini dalam diam) terasa pekat, dalam warna kehidupan.
Mengalun dalam irama melodi indah tak terjeda..
Benar-benar mengalir.

Yaa.. muqallibal qulub, tsabbit qolbii 'alaaddiinika....

Ya Rabb...
berilah aku kekuatanMu, 
manakala ku merapuh..
Izinkan terangMu,
jika kurasakan gulita melingkupi..
Perkenankanlah kerinduan ini melengkapi warna hari-hariku..
Walau kupinta juga (sedikit) keteguhan hati,
karena ini memang tak mudah terjalani...

deJa vu,
Aku merasa pernah mengenalnya.  Entah di masa yang mana...
Yang kurasakan memang sangat mengenalnya.
Semua tentangnya... seakan sudah pernah terekam sebelumnya..
Hanya membuka lembaran-lembaran cerita yang terlah tercipta..

Sekarang...
Aku [benar] takut.... Dy,
__________________________________________________________________________________

deJa Vu...
Makna yang selalu kupertanyakan manakala merasakan kedekatan yang luar biasa dengan Dy.

Kulihat kupu-kupu dimana-mana.
Aaaahh... indahnya, kesan pertama ketika melangkah masuk ke kafe itu.
Dy tak pernah tahu... kalau aku sangat suka kupu-kupu.
Setiap lukisan yang pernah kubuat, atau ketika mengisi kebosanan jika terjebak dalam kegiatan.. aku selalu menggambar kupu-kupu.
Warna yang indah mengingatkan kreatifitas yang diperlukan untuk melukisnya.
Hidupnya yang tak panjang, namun bermakna.. selalu jadi semangat untuk mengikuti jalan hidupnya.

Perbincangan kami dimulai dengan cerita yang terkait banyak hal, sambil menjadi "editor" untuk laporan yang dibuatnya.  Tanpa kenal lelah... rasanya ingin meluangkan banyak waktu untuknya.
Seperti hari ini.. selesai tes yang kujalani, kutawarkan untuk menemani harinya.
Yaa... aku tak pernah tahu.. kapan kubisa (lagi) luangkan untuknya.
Keinginan dan cita-cita yang tengah kuretas, seringkali membuatku begitu terbelenggu.
Hmmm...
Tiba-tiba... wajahku terasa panas, karena ketika menoleh... melihatnya tengah menatap lekat padaku.
Sesederhana itu.. perjalanan waktu.... bisikku dalam hati.

Waktu begitu tak terasa... berjalan begitu cepat.
Sambil membereskan berkasnya, aku mengajak bergegas ke kampus. 
Dan...
Sejurus kemudian aku terkejut dengan perkataannya.

"Aku masih ingin di sini.... Vie. Menghabiskan waktu bersamamu..."
"Truuss... gimana ini." tunjukku pada berkasnya.
"Tapi.. aku memang masih ingin bersamamu di sini."
"Well, why do you always think that we won't have another time to share.. Dy?  Kita [masih] punya banyak waktu.. jika kita menginginkannya....", mencoba menatapnya lembut, menguatkannya.
"Ok.. kalau begitu... coba telpon kampus, apakah dosennya ada atau tidak.  Kalau ga ada... ga apa-apa, kita akan tetap di sini." opsi itu kutawarkan.

Jujur aku pun enggan beranjak dari tempat yang nyaman ini.  Ingin rasanya mengambil satu buku dan membacanya.  tapi aku sadar.. jika kulakukan itu.. maka Dy takkan dapat waktuku.
Aaahhh... kegilaanku pada buku bisa sangat membutakanku pada dunia sekitar.
Karena di sanalah, kutemukan kebahagiaan duniaku.
Maka terus kutahan keinginan itu.
Aku tak pernah bosan... atas perjalanan waktu yang kulakukan bersamanya.
Dan benar saja... 
Kami berada di tempat terindah yang pernah kukunjungi ini, bersama sunset... dan melihat lampu-lampu yang mulai dinyalakan.
Bagai kunang-kunang yang berlari berkejaran menembus kegelapan hutan, menjadi penerang sebelum mereka meninggalkan kenangan.
Hmmmmm.... berulang kali aku menghela nafas, membuang sejumlah kerisauan hati yang tak ingin terbaca oleh Dy.
Sekuat tenaga kututup semua dengan tawa ceria lepas, yang memang tak bisa sering kulakukan jika.....
Huuuufft...
Yaa Rabb,
Betapa tak ingin aku akhiri kebersamaan ini bersamamu... Dy, malah rasanya tak ingin aku berkedip agar tak melewatkan wajahmu sedetik pun.
Ingin rasanya menarik tanganmu untuk sedikit memberikan kehangatan dalam pelukanmu, tapi semua seperti tercekat dalam waktu, walau sudah begitu dekat.

Dingin malam... membuatku memeluknya semakin erat.
"Dingin... Dy." membuatku memasukkan tangan pada saku jaketnya.
Ia mengusap tanganku dengan sangat manis dan lembut.
Sentuhannya itu.... selalu membuatku benar terdiam sejenak tanpa nafas (jika ia tahu), selalu tercekat dan merasakan kehangatan yang mengalir tanpa batas.
Terimakasiiiiihhh.... Dy, izinkan aku untuk bisa merasakan kedamaian itu (lagi), bisikku lirih tertelan suara angin malam.


Dy....
andai kau tahu....

Kebahagiaan yang sejati adalah ketika bisa berbagi.
Happiness is inside...

Kalimat-kalimat yang terbaca, ketika menghabiskan malam minggu yang memang baru pertama kulakukan di luar rumah. Masih bersama Dy..
Kali ini... semua mengalir dalam janji yang nyaris terkoyak.
Hmmmm...
Life is never flat, maka dalam komunikasi pun ada ketidaksempurnaan.

"Aku ingin melihat Bandung dari atas.. Dy."
"Ok...tapi aku ga tahu jalannya Vie.  Jadi... tunjukkan jalannya."
"Hahahahahahahahahhahaaa.." tawaku lebar.
"Kok.. malah diketawain siihh.."
"Yaa... wong sama, aku juga ga ngerti... Dy.  Tapi kita kan punya mulut untuk bertanya.  Kalau tetap ga ketemu.. putar balik lah..."
"Iya... juga...."

Perdebatan panjang ketika hendak mengisi waktu malam ini.  Melewati jalanan Dago, yang penuh sesak kala akhir pekan selalu jadi warna bagi penghuninya.  Membuat malas untuk keluar menikmati dingin malam dan kemacetan di mana-mana.  namun tidak dengan kami yang memang sedang mencari 'kesibukan' mengisi waktu bersama.  Semua ternikmati dengan sempurna, dengan candaku yang kemudian membuat badannya terguncang tawa. Aaahh... rasanya, aku sangat jarang melihatnya tertawa sangat lepas. 
Hmmm.... mungkin karakternya yang kalem, pendiam dan banyak senyum simpul itulah, yang selalu membuatku terjebak dalam perasaan yang tak menentu. 
Tiba-tiba terlintas ingin mengajaknya makan sate padang, karena melewati Pasar Simpang tempat langgananku dulu.  Sudah lama sekali tak kuhabiskan malam indah seperti ini.  Aku senang menjebak diriku dalam kesendirian.. karena aku tak suka 'ditinggalkan'. 
Hmmmm... suka ga yaa..., tanyaku dalam hati.
Tapi akhirnya kutanyakan juga.
Waahhh... belum pernah makan?  
Wuuiiihh.... kepalaku terus menggeleng, betapa sedikit perjalanannya membelah waktu, yang diisi dengan petualangan.
Mungkin... baru mungkin, 
Hari-hari yang dijalaninya denganku, adalah perjalanan dengan roller coaster, yang selalu naik dan tiba-tiba turun secara cepat.
Aku pun belum pernah menanyakan... apakah Dy suka semua petualangan yang dihabiskannya denganku?
Waktu yang berlalu seperti menghentikan semua keindahan yang kami rasakan, untuk kemudian berlanjut dalam peraduan.
Kami tak pernah kehabisan kata untuk menyatakan dan menceritakan banyak hal.
Selalu aku terbangun dini hari... karena merasakan getaran HP yang memang selalu berada di dekatku. 
Membaca pesan yang terkirim saat aku sudah terlelap.
Dan memang aku akan selalu terbangun... membaca, membalasnya... dan kemudian terlelap kembali. jika waktu bersimpuh belum tiba.
Bahkan aku seringkali terlelap dengan headset yang masih melekat di telinga, manakala kerinduan terlalu sesak dalam dada, mendengarkan lagu-lagu yang memang mengingatkanku akan Dy.
Aku memang [sudah] terikat dan menjabat hatinya sangat erat.
Berusaha [menahan] keindahan rasa dalam satu titik kuliminasi.
Meredakan tumburan ion anoda dan katoda dalam degup jantungku... agar tak luapkan energi listrik yang akan buat konslet rangkaian jiwa, sukma dan hatiku.
Aaaahh... betapa (kurang) waktu membatasi langkah kebahagiaan ini nyata tergambar.

Tiba-tiba.... kesunyian dan kerinduan menyeruak gelisah keluar dalam dada.  
Kuhentikan dulu kegiatan menulisku, berbaring sesaat dan berusaha memejamkan mata.  
Namun hanya bayang-bayangnya yang kembali berjalan melintasi waktu.
Aku selalu menulis.... Tak pernah cukup waktu untuk merindukanmu... Dy.
Tapi aku sudah berjanji dan menuliskan pesan singkatku tadi dengan jelas...
' ve your time and enjoy the moments.. .

Dan, kau pun muncul tiba-tiba.
Ceeessss.... terasa..
Betapa banyak keajaiban yang tercipta di antara banyak waktu yang melintasi perjalanan hidup yang tak sempurna.
Terkadang tak pernah kuyakin, apakah ini benar nyata atau fatamorgana.
Kebenaran rasa ini... hanya akan hadir sesaat... atau akan menjadi keseharian yang terus mengikat dalam rasa.
Semakin takut aku menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul tiba-tiba.
Dan aku tahu... takkan mengikat erat apa yang kurasakan kini, walau memang pada kenyataannya itu bukan hal yang mudah dilakukan.
Mencoba menyakini...
Menjalani...
Keindahan ini hari per hari saja... tanpa batasan rasa yang terasa indah mengalir memenuhi rongga-rongga jiwa.
Memberikan banyak oksigen murni yang terpompakan, untuk degup jantung untuk cinta sederhana.

Saat itu tiba....
Kala mimpi sudah menghadirkan sosok yang kau rindukan, maka kebenaran rasa yang terpendam tanpa kata  terungkapkan sempurna.
Tak perlu banyak ungkapan manis, atau bahkan rayuan gombal yang sering dikatakan seperti yang dialami banyak orang..
Kami.. tak pernah dan rasanya memang tak perlu melakukan hal itu....
Karena pada hakekatnya.. komunikasi kami ada di level yang tak mudah difahami akal..
Kami seringkali berbicara tanpa kata... menggunakan hati dan perasaan untuk merekatkan rasa.

Berharap sebuah mimpi bisa mewujud, manakala bisa membaringkan lelah di pangkuan...
Masih tetap bercerita tentang banyak hal yang akan melegakan perasaan karena tersandarkan di Dermaga Rindu 1.
Kedamaian tentang kejujuran rasa yang terungkap lewat rangkaian kata di sini, menjadikan lukisan perasaan yang biasanya kelam tanpa warna.  Menjadi begitu ceria dengan warna warni pelangi yang sering kali ternikmati dalam batasan diam, tetap tanpa kata.
Karena sepertinya... kata-kata itu amat membatasi kejujuran yang harus dilakukan dengan keikhlasan.
Dan tak pernah menyesali guratan nasib yang menakdirkan kebersamaan ini.

Di pangkuanku kini....
terpulas Dy, dengan kedamaian yang ingin kulihat darinya.
Menemaninya selalu... itu janji hati yang terpatri dalam jiwa, memang tanpa kata.
Dan tak pernah tersampaikan pada Dy... sendiri.
Kutatap wajahnya yang telah terlelap dalam damai.. membelai helai rambut yang juga sudah pernah aku lakukan ketika ia terjaga.
Kelelahan jiwa yang tak pernah dikatakannya, kurasakan perih..
Tapi... dengan membiarkannya terlelap dan berbaring di pangkuanku.. sudah sangat membahagiakanku.
Mungkin.. (aku tak yakin) bisa mengurangi kepenatan dan kerapuhan Dy.

Kembali kulihat wajahnya...
Yaa Rabb,
Betapa.. tak bisa kulepas apa yang kini ada..
Selalu tak henti bersyukur untuk semua keajaiban yang terjadi, di antara lara yang terjadi kini.
Jeda yang (teramat) jauh.. itu semakin menjauh
Sehingga buatku kembali terjatuh.
Namun... semua kerapuhan hati yang ada seakan berubah menjadi energi positif, karena Dy.
Karena ia pernah mengatakan... akan selalu ada mendampingi menjadi sandaran hatiku.
Hmmmm...
Dekat sekali... seakan tak ada lagi batasan antara kami.
Aku memeluknya erat.. sangat erat... karena memang selalu takut kehilangannya... dan ia pun tetap terlelap..
Perlahan.. kembali kuletakkan kepalanya, merebahkannya kembali dalam pangkuanku yang terus menuliskan cerita sebagai catatan lembar hati.
Ingin... sangat ingin...
Muncul keinginanku yang lain.. karena memang tak ada yang bisa mengalahkan perasaan ini pada Dy..
Tapi... sudahlah.. semua yang bermain di angan, tak perlu muncul di permukaan.
Karena keindahan yang sempurna.. akan ada di saat yang tepat.
Kuusap lembut dan perlahan pipinya, merasakannya diam tanpa batas waktu.


Dy..
Jika kau terjaga.. mudah-mudahan kau mengerti dan tahu, bahwa sebenarnya.. aku selalu ada untukmu.


Di batas hati yang terus menanti...  kebersamaan yang tak pernah usai dan tanpa jeda