Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Friday, August 16, 2013

ELEGI RINDU

Mungkin tak pernah kau tahu...

Jika terdiam, 
Hampir tak pernah terlewati..
Selalu tersebut namamu, 

Ketika membisu,
Pun membisikkan rindu..
Milikmu,
Yang mungkin tak sedalam yang kurasakan,

Dan,
Jika tak mampu tertahankan,
Malam pekat akan menjadi saksi..
Buliran bening pun mengalir..
Menembus dingin malam yang menamparku keras,

Kau,
memang Bintang..
Aku,
adalah Mentari..

Seharusnya,
Kita memang saling merindukan..

Batasan waktu yang selalu menepikan...
Membuatku merasa selalu sendiri,

Dan,

Hidup yang sederhana tak akan menjadi rumit..
Manakala semua bemuara dalam satu rasa,

Ingin,
Aku berlari menjauh.. 
Menepiskan sepi hati ini,

Namun,
Walau memang tak ingin memilikimu erat..
Karena itu bagai menggenggam pasir..
Seperti fatamorgana,

Elegi Rindu ini tetap mengalun untukmu..
Dalam dingin dinding hati,
yang terus menghitam kelam.

*hugs,tears,kisses*

(Tetap ingat aku yaa... semampumu,) 

Friday, August 2, 2013

(HANYA) SEPENGGAL KENANGAN

Aku tertegun, manakala menyadari badan, fikiran dan jiwaku menolak keras apa yang terjadi malam ini.  Tepian malam yang tenang terusik oleh kedatangannya.  Malam memang belum terlalu larut.  Sayup kudengar ayat-ayat suci terlantun dalam raka'at Sholat Tarawih.  Ketukan pintu kamar, mengejutkanku yang sedang mengetik cerita yang harus terkirim malam ini. 

Kufikir.. yang datang adalah Dy.  Sekedar menyapa dan memberikan kejutan manis.  Ciiee... geer nian kau.. Vie.  namun betapa terkejutnya aku, ketika mengetahui siapa yang datang.  El.  Gee... apa pula yang diinginkannya.  Sambil berusaha tenang, dengan senyum yang tersungging terpaksa, kupersilahkan ia duduk di teras.

"Apa kabar... Vie?  Lama kita ga ketemu dan bicara yaa?," ujarnya tenang.
"Hhhmmhh... aku baik, El.  Seperti yang kau lihat.  Aku baik-baik saja."
"Belum mudik?"
"Entahlah... aku rasa tahun ini ga bisa menjadwalkan mudik.  Aku masih teramat sibuk dengan kontrak yang telah kutandatangani."   Aku tak ingin memberikannya peluang untuk mudik bareng.  Rumah kami memang berdekatan.   Emmm... ga apa-apalah.  Pura-pura sok sibuk, batinku.

"Kok.. bisa gitu?" Seolah ia bisa membaca fikiranku.
"Yaa.. bisalah.  Aku sudah diminta Mbak Anis untuk tetap siaran waktu lebaran.  So I will stay... and keep my promise..!" Tegasku.
"Sebenarnya... apa alasanmu datang ke sini.. El?"
"Memangnya aku sudah ga boleh berteman denganmu yaa.. Vie?"
"Ehmmm... bukan ga boleh. Tapi buatku, mungkin sebaiknya... kita menjaga jarak sajalah.  Ga terlalu nyaman buatku untuk itu."   

Aku memang bukan perempuan yang mampu membungkus kata-kata dengan manis.  Ceplas ceplos memang sudah menjadi trade mark-ku.  Malah seringkali inilah yang menyulitkanku. Itu pula alasan mengapa aku lebih nyaman bersahabat dengan kaum Adam.  Aku terbuka dan apa adanya.  Ga bisa basa-basi busuk.  Aaah... kapan yaa... aku bisa belajar bertutur lembut.  Karena terkadang, apa yang kusampaikan langsung, terasa nyelekit, dan melukai perasaan.  Itu semua terjadi di luar kesadaranku.

"Vie... mbok dicoba.. 'tho, bicara yang lembut.  'ndak selalu ceplas ceplos gitu.  Direm.  Dibatasi.  Karena 'ndak semua masalah bisa dengan cara itu," ingat Mbak Anis ketika aku mengalami clash dengan penyiar magang.
"Lha piye 'tho... Mbak.  Wiwit cilik yoo wis ngene.. ," sanggahku membela diri.
"Iyoo.. tapi sebaiknya kamu juga belajar memahami karakter orang yaa.. Vie.  Meminimalisir konflik gitu 'lho..." ujarnya sambil mengusap kepalaku.
"Sedhiko dawuh... Gusti Raden Ayu Anis...," selorohku sambil tergelak.  "Mbak'e... berasa di mana gitu yaa...  Iya.. iya, aku akan belajar untuk mengerti itu."
"Eeeitss... bukan hanya mengerti.. Vie.  Harus dipraktekkan juga kaalii..."
"Siiiaaapp... Mbak Bro.."  sambil tertawa lepas, aku meninggalkannya.  Ia masih menggeleng-gelangkan kepalanya. Tahu bahwa perubahan dalam diriku harus kumulai sendiri. 

Dan.. untuk kesekian kalinya, aku tak melakukan apa yang Mbak Anis sarankan.  Lelah dan kantuk yang menyerangku, mematahkan alasan untuk belajar memahami perbedaan karakter El.  
Tetap saja straight to the point... aahhh, keluhku.  Menyesali apa yang kulakukan ini.

Kulihat wajah El yang masih terkejut, dengan responku.  
"........"
"........"

Hening malam menambah 'dingin' komunikasi kami.  
Tiba-tiba.. tanpa kusadari, dengan cepat El mengambil tanganku.  
"Vie.... please... lihat mataku." Ia memohon dengan berlutut di hadapanku.   

Aku hanya membisu.  Otakku kram.  Konslet.  Tak mampu berfikir.  Yang berkelebatan dalam fikiranku adalah rasa sakit yang tertorehkan selama 6 bulan lalu.  Yang kuingat hanya kepedihan, karena rencana penyusunan proposal beasiswaku hampir gagal, karena aku terlalu terpuruk dengan kekecewaan mendalam.

"Vie... Vie.... please... lihat mataku." Ia kembali memohon.  Kali ini memegang pipiku.

Aku menolaknya.  Aku tak ingin menatapnya dalam.  Menepis tangannya dan menjauh.  Menjaga jarak.
"Please.. El, don't do this...."
"Vie.. aku masih menyayangimu."
"El, It's over.. kayI don't wanna discuss it over and over again."
"Vie... please, aku masih merindukanmu...  Ga bisa berpaling darimu."
"........"
"Vie..."
"........"

Aku hanya terus terdiam dan membisu.  Akhirnya El pun memberanikan diri memelukku.  Aku terhenyak.  Langsung tersadarkan satu hal.  Berontak.  Melepaskan diri dari dekapannya.  Tak ada kehangatan itu.  Tak dapat kurasakan.  Hatiku beranjak melow.. karena perih yang terasa teramat menusuk. Aarrrrgghh... aku dulu amat mencintainya.  Love @the first sight.  Hal ajaib yang pernah kurasakan.  Hal yang banyak disangkal orang-orang, karena tak mempercayainya.  Hmmm.... kenapa semua terasa hambar.  Tak ada lagi getaran yang seringkali kurasakan ketika bersamanya.  Dulu.

"El.. please stop it!"  Tanpa sadar aku mendorongnya dan menjauh.
"Vie.."
"El.. tolong, hentikan semua ini.. kay?  Sebaiknya.. kau pulang saja.  Sudah kukatakan.. kita ga mungkin lagi memulai cerita yang manis.  Semua sudah berlalu."

Aku menjauh, dan membentengi diri.  Airmata yang tertahan ini akan tumpah.  Tak ingin diketahuinya.
"Pulang yaa.. El.  Aku lelah..  Besok ada siaran pagi...  Sudah larut pula.. ga enak sama yang lain,"  mengusirnya dengan halus.
"Vie.."
"......"
"......"
"El... sudahlah.  Aku bukan satu-satunya wanita di dunia ini kan?  Masih baaanyaak... wanita yang mungkin lebih baik dariku.  Cerita kita memang sudah selesai.  Maaf.. kalau mungkin itu karena keinginanmu.."  Aku mengingatkannya.
"Vie.."
"El.. sudahlah.. Pulang saja yaa.. tenangkan dirimu."

Dengan langkah gontai, El akhirnya tak memaksakan lagi kehendaknya.  Kulihat punggungnya.  
Gee.. benarkah aku telah membuang semua rasa untuknya? tanyaku dalam hati.

Jujur, aku hanya mampu merasakan hati yang membeku.  Tak lagi bisa merespons semua sentuhan yang dilakukannya tadi.  Tak ada perasaan yang tergetar.  Semua sudah 'lumpuh'.  Hatiku terus mendebat, mengingatkan otak tentang luka yang tertorehkan selama ini.  

Kemana dirimu.. El, ketika aku terluka oleh sikap dinginmu.  Kau hanya sembunyi dalam bayangmu.  Lari dari kenyataan.  Bergulat dengan ego yang seharusnya tak kau permasalahkan.
Kini... ketika aku sudah bisa bangkit.  Tetap meneruskan mimpi yang kubangun dengan hati remuk yang terserak.  Sakiit.. El.  Teramat sakit.  Karena ternyata.. kau tak pernah mau mengenalku, walau bertahun terlalui bersama.

Maaf, jika aku sudah membuang semua kenangan manis bersamamu.  Semua.  Tak tersisa sedikit pun.  Maafkan untuk itu.  Aku tak ingin hal ini terjadi lagi.  Karena ini bukan yang pertama kau lakukan.  Dan kau tak pernah berubah.  Kurasa... dalam hati dan fikiranmu tak pernah ada aku.  Semua hanya tentang dirimu saja.  Semua terlihat hanya dari sisi yang kau anggap 'benar' sendiri.  Tanpa mempertimbangkan perasaan dan fikiranku.

Aku memang bukan wanita sempurna.  Tapi aku akan selalu berusaha menghargai perjuangan yang mengalir di perjalanan kita.  Dengan airmata dan darah.  Itu semua ada di hatiku.  Hanya tak pernah kau lakukan hal yang sama padaku.  Kegundahan yang membuncah ini, kini memang 'menghapus' dirimu dan tentangmu.  Sudah selesai..!

Kembali... 
Kesalahan itu kau lakukan (lagi)..
Tanpa kata maaf, kau ingin merenda hari (lagi) tanpa pedulikan hatiku yang terkoyak.  
Tak ingin.  Tak mungkin.  
Lebih baik aku sendiri saja (dulu).  Meneruskan petualanganku. 
Ini hanya akan membuka luka lama.
Ini akan selalu berulang.

Dan maaf.. 
Jika kini kuputuskan .... untuk TITIK!

Mengulas perjalanan kilasan waktu di sepenggal kenangan pahit ini, merobek pertahanan yang kubangun.  Buliran bening mengalir tak terbendung.  Aku terisak sambil memeluk bonekaku.  Boneka putihku kini basah.  Boneka yang mengingatkanku pada Dy.  
Ingin memeluknya kini.  Berulangkali kupanggil lirih dan membisikkan namanya.  Ingin ditemani-Sahabat hatiku.  Derasnya waktu yang bergulir mengantarkan mengirim pesan singkat ke HPnya.
"Dy...."

Hanya itu yang selalu kuketikkan, jika merasakan gundah di tengah hariku.  Terurai perlahan.  Walau kutahu.. ini hanya sesaat (mungkin).  Tak pernah berani bermimpi membayangkannya 'pergi'.  Tak jua bisa  membayangkan tangis kehilangannya.

Kubuka emailku pagi ini.  Melihat YM.  Terasa seepii.. kini.  Kuketikkan pesan offline untuk Dy.   Rasanya sudah lama kami tak bercerita di sini, ketika mengetik cerita di tengah malam, atau menemaninya bekerja.  Ingin menanyakannya.  Tapi.. selalu kelu memulainya. Yaa... sudahlah Vie, mengalir sajalah.  Biarkanlah.. waktu yang akan menjawabnya.




Yang kutahu, jika Tuhan tak izinkan sekarang...
Tetap kusyukuri tepian waktu yang terluang untukku...
Makasiyy... untuk semua kekuatan hati yang terbagi,
dalam genggaman tangan dan dekapan,
tanpa jeda di tepian waktu yang mengalir..
@SahabatHati