Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Sunday, June 30, 2013

THE IMPECCABLE FRIEND of MY HEART


 Sepagi ini kerinduan itu telah muncul lagi.  Rasanya baru 8 jam yang terlewati tanpa Dy.  Tapi... rasanya memang tak pernah mudah menjalani hari tanpanya kini.  Belum pernah aku merasakan begitu terperangkap di rasa kangen tanpa jeda seperti sekarang pada siapa pun.
Hhhmmmmmhhh... hela nafas panjang ini, untuk meringankan hatiku.

Well,
Dy adalah sahabatku.  Kukenal ia sejak hampir 2,5 tahun lalu.  Namun baru dekat, berbicara akrab sejak Maret tahun ini.  Itu pun karena urusan pekerjaan saja.  Hanya berbicara tentang pekerjaan yang akan dijalaninya. Dan beberapa bulan kini, aku baru menyadari batas antara kami tak lagi ada.  Malah hampir tiada hari tanpa menepikan sang waktu sesaat, duduk bersama, menatap bintang, bercerita, dan tertawa.  Semua dilakukan bersama.  Mendekap erat.  Lamunan itu muncul di pagi ini, manakala kerinduan itu melewati batasnya. Kebersamaan yang sederhana saja...
Karena jika difahami, semua itu memang berawal di kesederhanaan rasa.  Pola komunikasi do sampai fa saja.  Itulah yang teramat kusuka darinya.

Dy..
Pribadi yang amat menyenangkan.  Di sikapnya terpancar kedewasaan, hingga di awal perbincangan, aku salah menebak usianya. Uuuppss.. maaf yaa.  Wajahnya tampan, imut dan manis.  Innocent, lugu, gentle, tulus dan apa adanya.  Dy.. Perpaduan fisik dan karakter yang sempurna.. kan? 
Dan yang selalu kukagumi darinya hingga kini adalah perhatiannya.... rasa sayangnya.
Semua selalu disampaikan dengan cara yang manis, bahkan menurutku teramat manis.  Perasaannya sangat halus.  Melebihi apa yang seharusnya aku miliki.  Wuuiiihh.... salut deeh, aku memang selalu kalah dalam kehalusan perasaan.  Karena pribadiku yang cuek.  Tapi bukan berarti tidak peka yaa....


Besok.. aku ulangtahun... 
Kalimat itu yang amat kuingat, sebagai titik balik kedekatan kami.
Waah.. rasanya ingin memberikan sesuatu yang bisa dikenangnya.  Tanpa maksud apa-apa.  Aku memang tak terlalu memahami kegemarannya.  Maka, ketika memutuskan membelikannya hadiah, hanya terfikirkan "parfum".  Jadi bukan karena ia "stinky".  Hahahahaha..

Aku memilih untuk memberinya hadiah itu, karena itu hobiku.  Kesukaanku.  Yaa.. aku memang amat menyukai parfum.  Perasaan galau, kacau, sedih, dan bahagia, dapat memendar jika kuhirup dalam aromanya.  Dulu... teman-temanku selalu berkomentar "tidak memiliki kepribadian yang pasti".  Itu karena aku selalu berganti aroma parfum.  Hhhmm... tak apalah, yang penting hatiku tenang.  Walau mereka sebenarnya tak tahu, aku hanya amat mencintai satu aroma parfum saja.  Yang benar-benar menjadi favoritku.

Tapi... tetap saja aku kebingungan ketika harus memilihkan aroma parfum yang tepat untuk Dy.  Karena walau pun aku telah mengenalnya selama hampir 2,5 tahun,  aku belum mengenal pribadinya secara dekat.  Parfum itu identik dengan kepribadian.  Hal yang spesifik dan personal.  Ini masalah "taste".
Huuuufftt.... keluhku dalam hati.

"Mas... parfum untuk cowok yang aromanya segar apa yaa.."
"Ini.. mbak." seraya menyemprotkan sampelnya pada tanganku.  Kuhirup dalam... hhmmmmmh, segeerr bangeeet....  Dan aku suka.  Hahahaa.. biarlah kuberikan apa yang kusuka.   Jujur.. terselip perasaan cemas, apakah ia menyukainya.  Tapi....Bismillah... sajalah.

Ketemu di Griya yaa.. sebelum berangkat ke redaksi PR.
Pesan itu kukirimkan setelah aku menentukan pilihan aroma parfum untuknya.  Tak sempat kubungkus.  Karena jadwalku teramat padat sore ini.  Meloncat dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain.  Bagaikan kutu.  Tapi sesibuk apapun aku.  Ini janjiku.  Berusaha menyempatkan memberikannya kejutan saja.
Dan... menantinya...

Jiiaaahh...
Dy membawa temannya.  Hahahaha... pemalu benar dia.  Aku tertawa tertahan dalam hati.  Tapi biarlah.  Temannya kemudian berlalu memberi ruang untuk kami berbicara.  Sebenarnya aku pun mengenal temannya itu.  Namun rupanya ia enggan berbicara denganku.  Yaa... pengertian. Hahahaa...
Kujabat tangannya hangat.  Berusaha mencairkan suasana.  Karena kulihat ia begitu tegang dan berkomunikasi dengan kaku.

"Haaaii... Otanjoubi omedetou.  Wish you all the best.. yaa?  Maaf hanya bisa ngasih ini..  Ga sempet cari-cari, dan ga tahu kesukaanmu..,"  kataku.
"Terimakasih..."
"Sorry yaa... tadinya, bukan ini yang akan kuberikan.  tapi karena run down waktunya tight banget.. Ini sajalah dulu yaa..? Ga apa-apa kan.."
"Aaahh.. ini juga terimakasih," jawabnya tersipu.  Pipinya merona seperti warna apel Ana kesukanku.
"Yuuk... aah, mau langsung ke redaksi PR."
"Pake angkot?"
"Yaa.. iyyyaa lah... kecuali dirimu mau jadi tukang ojegnya... hehehehehe....."
"Ga bawa helm..." dengan lembut dan tetap malu-malu, Dy menjawab gurauanku.
"Tahu.. makanya... ga minta dianterin.... see you..." kataku melambaikan tangan, sambil berlalu dan menaiki angkutan kota yang kebetulan berhenti di dekat kami.

Ketika itulah.. kulihat pertama kali senyum manis khasnya..
Senyum yang selalu membuatku merindu hingga kini.  Yang selalu membuatku menahan rasa untuk tidak tergoda.  Melakukan yang amat kusuka.  Yang membuatku bisa mengekspresikan rasa.
Aaiiiihhh... sok romantis yaa..

Sekilas kulihat binar bahagia di matanya.  Menunjukkan apa yang kuberikan pada temannya.  Aaahh... lega rasanya.  Dan entah... ada perasaan yang selalu buatku mampu tersenyum sendiri, jika mengingatnya.  Baru kusadari kemudian, itulah titik balik kedekatan kami kini.

Gimana... suka aroma parfumnya? 
Tak sabar memang ingin kudengar komentarnya.  Aku ketakutan jika aromanya kurang sesuai dengan seleranya.  Hingga baru beberapa menit berlalu, masih di perjalanan menuju redaksi PR untuk mengambil data yang aku persiapkan untuk pembuatan proposal penelitian.
Suka.. sangat suka.. Ceesss.... hatiku seperti di siram air dingin, setelah kerontang di padang pasir.
Beneran niihh.. ga usah pura-pura loh.  Tegasku lagi.
Ga.. beneran suka kok.. 

Waktu berjalan dengan sempurna...

Seminggu setelah ulang tahunnya, komunikasi kami membaik.  Tak hanya di dunia maya.  Karena kami selalu bisa bertemu di kampus.  Karena belum pernah ia bisa menemuiku di studio.  Karena memang bentrok dengan jam kerjanya.  Tapi semua itu tak menjadi kendala.  Kami tetap bisa bertemu, kapan pun kami inginkan itu.  Jadi.. begitulah waktu bergulir.  Mengantarkan kami di titik ini, pada komunikasi tanpa batas.

Panggil aku Vie.. yaa.. Dy.  Itu pintaku padanya.
Kenapa..? tanyanya.
Panggilan nama itu kupakai untuk mengingatkanku pada perjuangan seorang wanita untuk mengukuhkan kembali langkahnya ketika terjatuh. Wanita yang kuat.  Yang mewujudkan mimpinya, berjuang sampai titik nyata.  Pantang menyurutkan langkah.  Itu penjelasan yang kuberikan padanya.  Di antara namaku, panggilan nama inilah yang sangat kusuka.  Dan kuingin Dy memanggilku dengan nama itu.  Karena telah dijabat erat hatiku.  Hati yang telah lama terluka, terdiam dan ada di tepian tubir jurang.

Dan.. itu selalu dilakukannya.  Dy memang belajar untuk mengerti. 

Persinggahan yang indah, tetap dengan kesederhanaan perasaan yang dimiliki Dy, menyempurnakan pemandangan yang terhampar di bawahku.  Menepi Dapoer Oma ataupun Kopi Ireng menjadikan pilihan sempurna.  Menyaksikan Bandung di ketinggian di malam hari.  Bagaikan taburan permata dalam kotak perhiasan semesta.  Treasure..

Itu bagaikan Dy dalam hidupku.  He's the treasure of my life.
Bintang yang selalu jadi penerang di kegelapan malam.  Maka... kupanggil Dy dengan panggilan Bintang.
Walau terkadang Tuhan menyembunyikannya.  Agar kita memahami makna kunang-kunang yang selalu menjadikan hidupnya yang singkat untuk menerangi hutan.  Menyediakan cahaya bagi siapa pun yang memerlukannya.  Karena dalam hidup, bukan masalah besar atau pun kecil.  Makna dan manfaat dalam hiduplah yang menjadi esensi keberadaan kita di alam semesta.

Berkomunikasi dengan Dy, adalah hal yang juga menjadikanku berarti.  Belum pernah aku bisa berkomunikasi dengan nyaman pada siapa pun.  Mungkin karena pola komunikasi Dy yang hanya menggunakan nada do sampai fa saja.  Belajar menyampaikan dengan lembut.
Bisa jadi.. Dy sendiri tak pernah menyadari, banyak hal yang kupelajari darinya.

Di Bandung, wisata kuliner selalu jadi destinasi yang menyenangkan.  Hobi ini yang kemudian menjadi kebiasaan yang mengikatkan kedekatanku dengan Dy.  Walaupun itu bukan jadi inti dari apa yang ada antara kami.  Karena tak jarang pula, kami hanya menepi di halte bis kota, walau pun tak hujan.  Atau di bangku bambu di pinggir sawah saja. 
Tak harus tempat yang indah.  Bukan itu inti dari sebuah tempat.  Di mana pun.. selama bersama Dy, buatku selalu jadi kesempatan hidup yang harus disyukuri.   Bisa mendapatkan kesempatan menikmati kebersamaan di ujung hari, ketika kelelahan mendera setelah bekerja, selalu menjadi hal yang kunanti.   Aku dengan segudang kegiatanku, seringkali membuat Dy menungguku.  Semua dilakukannya dengan ketulusan dengan kesabaran di tingkat yang bisa kubilang sangat sempurna.  Tak pernah sekalipun ia mengeluhkan itu.  Yaa... itulah dia.  Penyabar.


Maka....
Ketika kini... begitu banyak tempat yang menjadi kenangan termanis dan terindah yang akan kubawa terbang ke benua lain.  Meneruskan perjalanan mimpiku, meretas sebuah cita-cita.  Seolah melengkapi hidupku menjadi sempurna.  Walau pun perjuangan itu selalu ada ujiannya.  Dan.. kehadiran Dy, membuat jalanku yang terkadang limbung, tegak kembali.  Selalu membuatku bangkit kembali ketika aku terjatuh.  Bahkan menjadikannya orang yang kumintai 'second opinion', ketika otakku konslet.  Aku banyak mendengarkan saran yang diberikannya.  Kekuatan yang diulurkannya.  Semua membuatnya amat berarti.


Aku selalu mencarinya di keheningan.  Baik di siang ataupun malam hari sekali pun.  Mungkin, karena seringkali Dy terlelap lebih dahulu dibanding aku.  Tapi selalu kumaklumi itu.  Kesibukannya selalu dimulai ketika orang masih berselimut mimpi.
Dan aku?  Yaa... aku memang seperti 'nocturnal'.   Malah lebih aktif, jika malam hari.  Kebiasaan begadang ini, kumiliki sejak SMP.  Maka.. mungkin aku lebih sering merasakan perasaan indah karena bisa menemani lelapnya.
Aku memang juga memilih menjadi penulis lepas, untuk menyalurkan hobiku.
Di tengah rehatku, selalu kunikmati alur ide yang mengalir deras, untuk kurangkai dalam kata-kata yang menyusun di kalimat-kalimat.
Yaa... mengalir bagai air yang menjadi perlambang hari lahir kami.
Kami?  Tentu saja.. hari lahir aku dan Dy memang sama.  Tanggal lahir yang sama.  Golongan darah yang sama.  Mungkin itulah salah satu titik keberadaan zona nyaman.  Walau bukan itu yang utama.  Selalu belajar menerima apa adanya, itulah kunci utama dalam semua hubungan... kan?

Yang paling menarik sebenarnya, adalah bagaimana aku yang selalu merasakan "deJa Vu" pada Dy.
Seperti kesempatan kedua.  Pernah menemuinya di masa lalu.  Masa yang aku sendiri tak pernah tahu kapan.  Sampai kini memang belum terjawab.  Tapi biarlah kulempar itu ke hamparan langit kelam.  Ada Bintang.  Di bawah cahaya Bulan.  Jawaban itu akan ada bersama waktu.  Menatap di kebisuan.

Dan...betapa waktu tak pernah cukup buatku.. untuk berbincang bersama Dy.  

Ketika usai tepian waktu di sebuah tempat, komunikasi itu akan berlanjut di dunia maya, karena setelah mandi, aku selalu menuliskan sesuatu untuk menjadi catatan perjalanan waktuku.  Lalu.. jika offline pun,  aku senang menghubunginya lewat pesan pendek.
Kapan pun, kala aku terjaga. Dalam satu malam, seringkali aku terjaga.  Pukul 1, 2, atau 3 dini hari.  Maka ketika itu, walau mataku masih setengah terpejam, akan kuketikkan sesuatu untuknya.  Seringkali... hanya tertulis "Dy......"   memanggil namanya.  Awalnya.. itu hanya hal yang tak sengaja kulakukan.  Karena seringkali, aku ingin melepas kegundahan tanpa hening.  Hanya ingin berbicara padanya.  Namun kini... selalu menjadi refleksku.  Menutup hari dengan rindu.  Dalam tepian waktu yang mengalun bersama irama melodi hati.

Dan,
Malam yang selalu menatap di keheningan, akan menjawab tanya yang pernah kutaburkan di angin dan awan.  Buatku, di antara banyak jawaban yang belum tersampaikan padaku, aku akan menjadikan semua perjalanan ini sederhana saja.
Sesederhana cinta yang belum sempat dibisikkan kayu pada api, yang menjadikannya abu..... 
(tersadur dari puisi Supardi Djoko Damono)

Dy,
Tetaplah jadi sahabat hatiku,
Walau itu kupinta jika itu pun jadi keinginanmu..
Karena aku tak berhak mengikatmu...
Hanya tetaplah di sini.. temaniku,
Bersama... 
Selama kau juga inginkan itu.
 
Dan,
Selalu ingatlah,
Kau punya aku..
Karena aku takkan pernah pergi, 
Selalu ada di sini....
Selalu belajar untuk merenda waktu yang ku punya di kebersamaan denganmu yang sederhana,
Sesederhana perjalanan waktu yang kita mulai bersama.. 
@Jabat erat dari hatiku



Friday, June 28, 2013

KILLIN' ME SOFTLY: Ketika Cinta itu (telah) Pergi....


Paaagiii...
Jika kau tahu, kutuliskan ini ketika jam di komputer jinjingku ini, menunjukkan pukul 22:43 malam.  Rambutku masih basah.. karena aku baru pulang dari kegiatan yang memenjarakan langkah di keseharian.  Masih di antar Dy.  Di tengah guyuran hujan.
Hmm... dan kemudian menghadirkan kekhawatiran, sebelum datang pesan singkat darinya.   Udah sampai rumah niiihh.... (gaya komunikasi yang khas, dengan pola do sampai fa).  Terasa hangat dan lembut.  Itulah yang amat kusuka dari Dy.

Paagiii...
Selalu kukatakan pada setiap orang yang mengenalku.  Aku teramat suka pagi.  Karena pagi adalah awal dari kelelahan panjang yang telah terbaringkan dalam mimpi yang panjang.  Asa baru yang tertuang dalam semangat yang tak pudar, bersama Mentari.

Hmmmm.... pagi memang menawarkan kedamaian yang luar biasa bagiku.  Maka, aku amat mencintai pagi, dibandingkan momen lain dalam satu hari yang terlewati. 

Panggil aku Vie. Itu nama pendek yang kusuka.  Aku adalah kombinasi wanita yang 'aneh'.  Ehhhmmm... itu bukan pendapatku.  Itu pandangan yang selalu aku terima, jika bertemu orang baru.  Penampilanku, biasa saja.  Aku memang bukan wanita cantik yang gemar menghabiskan waktu untuk bersolek.  Kecantikan menurutku bukan pada fisik.  Karena sejatinya, kecantikan itu terpancar dari kecerdasan intelektual dan pribadi yang santun.

Sebagai orang yang bergolongan darah B, aku bukanlah orang yang terlalu suka aturan yang mengikat.  Hanya... karena juga memiliki Ibu yang bergolongan A, maka aku pun memiliki sifat keteraturan, perfeksionis, tegas dan obsesif serta ulet untuk meraih apa yang kuinginkan.
Heeyyy... itu bukan pandangan yang main-main, atau asumsiku yang lebay terhadap diri sendiri yaa...  Jika kau miliki waktu, cobalah menjelajahi pemikiran Toshitaka Nomi Sensei, untuk bisa menggali potensi diri.  Melalui golongan darahmu.  Bahkan mengenali pasangan hatimu dengan sangat baik.  Berusaha berdamai dengan kekurangannya.  Belajar saling mengerti dan memahami.  Menarik bukan?

Maka...
Jika kau menelisik penampilanku, cobalah gambarkan pribadi yang 'unik'.  Rapi.. dengan sisi tomboy atau slebor.  Well, bisakah kini kau bayangkan aku?  Hanya yang pasti, aku selalu jadi diriku sendiri.  Belajar jujur saja.  Apa adanya...

Aku bekerja sebagai penyiar lepas, di sebuah radio swasta di Bandung.  Cuap-cuap memang hobby yang amat kunikmati.  Semua itu karena aku memang talk-active.  Rasanya, hampir semua temanku mengatakan aku hanya bisa terdiam jika tidur. Hahaha..
Mungkin karena open minded, maka aku amat senang berbagi ilmu.  Tapi, bukan menggurui yaa.. hanya sharing saja.  Latar belakang pendidikanku di bidang psikologi, mengajariku banyak hal tentang pemahaman yang lengkap tentang pribadi manusia.

Aku sering diminta memberikan konsultasi psikologi, bagi mahasiswa di  kampus-kampus.
Hmmm... buatku, banyak aktifitas memberikan energi yang luar biasa.  Karena "diam adalah setengah mati".  Itu pandanganku.  Itu caraku menikmati kesempatan kedua yang diberikan Tuhan.

Yaa... karena kecelakaan motor, sempat hampir merengut nyawaku.

Jadi, prinsipku banyak mengadaptasi filosofi orang Jepang yang tak percaya adanya kehidupan setelah mati.  Jabaranku tentang filosofi mereka, hidup sekali maka jadikan itu berarti, kalau tidak.. lebih baik mati.   Eiittss... jangan kau fikir, aku akan merelakan nyawaku melayang dengan prosesi 'harakiri' yang diyakini orang Jepang yaa...
Ga lah.. aku masih memiliki keteguhan keyakinan dan keimanan padaNya.
Belajar menjadikan setiap langkah per hari dalam manfaat buat orang banyak.. itulah yang kugenggam.

Flash back yang kuceritakan ini... merunut pada kejadian yang terjadi pagi ini.

Jika kau simak ceritaku, maka kau akan tahu... aku menyimpan banyak luka di balik semua keceriaan yang tertampilkan.  Bukan alibi.  Bukan basa-basi dengan topeng kemunafikan.  Hanya tak ingin menampilkan kedukaan bagi orang yang (bahkan) tak perduli.  Hanya selalu berupaya menjadi pribadi yang hangat, jujur dan membagi kebahagiaan bagi teman-teman yang inginkan itu.

Perjalanan waktu mengantarkanku di titik ini....

Menabur diam dalam Mentari dan Bulan, itulah yang dilakukan El.  Selama enam bulan.  Hanya menggunakan pola komunikasi di nada la dan si, jika kutanya dengan lembut.   
Hmmmm... tak sanggupkah kau berbicara dengan lembut padaku, sebagaimana kau lakukan itu pada teman wanitamu yang lain.  Apakah salahku.. padamu? 
Pertanyaan yang selalu menghambur dalam benak, yang kemudian kulempar pada angin.  Semua tanpa jawab.  Hanya mengamati dalam kebisuan
.
Ini bukan yang pertama kali.  Komunikasi kami sudah memburuk sejak belasan tahun.
Yaa... aku kenal dia sejak SMP.  Kami teman sepermainan.  Hingga amat kukenal wataknya.  Itu pendapatku kala menjadikannya sahabat.  Namun baru kusadari kini.  Belaan tahun kemudian.  El sangat berubah.  Hingga kurasa, tak kukenalinya kini.

"Vie.. maafkan aku.  Janji... takkan kuulangi kesalahan itu."

Itu janjinya.  Dulu dan kini.  Selalu kumaafkannya, atas nama cinta.  Aku memang amat mencintainya.  Hingga kulupa, bahwa jika cinta tergenggam sangat erat, maka lukamu pun akan semakin dalam.  Karena nalarmu akan terbutakan olehnya.  Mungkin inilah perwujudan "cinta itu buta".  Hmmm...

Bodohkah aku?  
Yang selalu merelakan diri dan hatiku untuk terus dilukai.  
Matikah perasaanku?
Hingga tak mampu lagi melihat kebenaran yang terhampar.

Tanya itu... belasan tahun kulempar pada butiran pasir di pantai dan gunung.

"Vie... kamu berubah.  Kenapa?" tanya El pagi tadi.

Tanpa maaf... atau mungkinkah buatnya maaf itu tak perlu dilakukan karena aku selalu memaafkannya.

"El.. semua sudah tak ada lagi.  Tak perlu lagi kau bahas apa-apa.  Aku hanya ingin mengejar mimpi ini yaa.. Biarkan aku sendiri," tegasku pagi ini.

Aku.. Vie.  Sudah kuputuskan untuk sendiri kini.  Hatiku dan fikiranku "lumpuh" karenanya.  Terdiam di kebisuan selama hampir setengah tahun, membuatku menyadari bahwa El telah membunuh perasaanku padanya.  Killin' me softly... lagu yang tergiang dalam alam bawah sadarku, berhari-hari, berbulan-bulan, benar-benar membiarkanku melepas semua kenangan indah yang pernah kumiliki.

Sedihkah aku?
Di keheningan hati, tadi pagi... di tengah kesibukanku mengisi tutorial bagi mahasiswaku, aku memang menangis.  Tapi bukan dengan airmata yang mengalir.  Semua hanya dalam hati.  Pedih dan amat terluka di kegundahan yang terlempar di keheningan.  Perasaanku terasa bagai tanaman yang meranggas di musim kemarau.  Menunggu hujan yang tak kunjung datang.  Dan akhirnya mati sia-sia.

Vie.. Waktu itu terus berjalan..  Lukamu akan tersembuhkan.. Bangkitlah lagi.  Semangatlah.. pesan Mbak Anis tergiang lagi.


Aku kini bagai terbangun dari tidur yang teramat panjang.  Aku... telah lama meninggalkan perasaan cintaku pada El.  Dan rasa yang pernah masih tersisa itu, kini benar-benar hilang. Terasa kembali sebagai teman biasa.
Tak terluka lagi.
Waktu memang menjawab semuanya.

Jujur...
Nanar menatap wajah yang dulu pernah menghiasi hari-hari.  Namun.. ikhlas kulepaskan kini.  Biarlah waktu mengalirkan luka ini.  Biarkanlah pergi..
Takkan kugenggam erat kini.  Lepaskan ke awan yang menghembus dingin.
Keindahan yang ditawarkannya, kutolak lembut.  Aku hanya ingin menjaga hati yang tak utuh lagi.
Tak ingin kembali mengantarkan mimpi dalam duka yang panjang dalam kebisuan.

Di antara luka hati..  kutemukan keindahan rasa

Baiklah... kita ketemuan yaa... Dy, adalah sepenggal pesan pendek yang kukirim padanya, hari ini..  Semalam, adalah gambaran keindahan komunikasi hati yang pernah kujalani.  Mimpi terlelap di pangkuanku.  Damai kulihat wajahnya di keheningan malam.  Menemaniku menulis.  Terasa nyata.
Aaah.. jika kau percaya dengan mata hati, maka kau bisa melintasi batas ruang dan waktu. 
Hanya jika kau percaya!
Kekhawatiran yang membuncah ketika menemuinya sekejap, sebelum masuk kelas, memang mebuatku sangat khawatir.  Hanya dengan menatap wajahnya.  Hmmm... you're so messy, kataku, sambil memegang pipinya.  Mungkin yang Dy tak tahu... Itu melebihi kekhawatirannya padaku.  Menatap kelelahan yang luar biasa itu.. amat menyiksa perasaanku.  Hhmmm...

Dan...
Malam ini pun aku kembali memandangi wajahnya.  Teramat damai.  Kuusap rambut dan pipinya.  Kemudian mengecupnya perlahan dan lembut.  Tak ingin aku mengganggunya.  Kubisikkan kembali apa yang ingin kukatakan, mengantarkan keindahan dalam alam bawah sadarnya.  Hanya itu yang kubisa. Tidurlah di kedamaian..  "I love you" ...Dy.
Sejurus melemparkan pandangan di kamarnya.  Hhmmm... menghela nafas panjang.  Kembali menemaninya di sini, di kamarku sendiri.

Mungkin... Takkan ia tahu. 
Aku seringkali melakukan itu.  Menjelajahi ruang tanpa batas dan waktu.

Di ujung hari ini, tertutup dengan kesempurnaan kebersamaan yang tak terpenggal.  Mengalirkan mata air, di kekeringan hati yang tengah kurasakan.  Bagai oase di padang pasir yang tandus.  Menawarkan duka menjadi suka.  Kutatap wajahnya dalam.  Seringkali tanpa disadarinya.  Tak pernah kukatakan.... Betapa kuingin, memeluk dan mengecup pipinya lembut, secara nyata.  Bukan ketika ia tertidur di kamarnya. 

Namun,
Keindahan yang menggenapi duka hatiku ini, benar dilakukan Dy.  Tanpa ia sadari, setiap sentuhan yang dilakukannya malam ini, menghadirkan kehangatan dalam hati yang mengalir di pembuluh nadi yang telah lama dingin.  Takkan pernah cukup kata, yang bisa kugambarkan, ketika mengurai cerita yang telah terlalui bersamanya.  It's so sweet.  Banyak yang belum pernah aku jalani, di kehidupanku sebelumnya.
Maka, walau aku hanya bisa melempar tangis di belakang punggungnya, atau di perjalanan pulang.  Itu semua kulakukan untuk tak melukai perasaan lembutnya.

Beri saja aku waktu.. Dy.  Maka bila saatnya tiba, akan kubagi tangisku di depanmu, untuk melegakan perasaanku.  Aku hanya belum terbiasa dengan itu.   Janjiku dalam hati.

Dan jika kubisikkan "I love you" perlahan saja, di tengah tangisku bersama hujan, itu menjadi ungkapan terimakasih, untuk semua keindahan rasa yang tak pernah kusesali.  Untuk semua kehangatan yang kau bagi.  Temaniku dalam hidup.  Menyentuhkan tangan di dadanya, untuk merasakan detak jantungnya.  Adalah keindahan yang tak pernah hadir sebelumnya.  Terjadi begitu saja...  Mengalir indah.
Karena memang semua bukan kebetulan.. "Always a reason behind something".
Dan.... Belajarlah percaya.....

Maka..
Perjalanan waktu yang ada kini...
Bisakah tanpa maaf darimu?  Untuk sesuatu yang amat membahagiakan aku. 
Tanya itulah yang mungkin harus kau jawab.  Tak perlu tergesa....
Karena (hanya) itu yang kumiliki kini.. Dy.  
Atas semua Pelangi Rasa (lengkap) yang tejadi malam ini.  
Tetap jadilah Dy yang kukenal.  Terbangkan saja anganmu, seperti sebelum aku ada di kehidupanmu.  Aku takkan sedikit pun mengganggu kehidupanmu.  
Aku hanya ingin menemanimu. 


#SahabatHati
*hugs,kisses,promises*






Thursday, June 27, 2013

@11:11








Haaaaiiiiii.....
Paaaagiiiiii.... 
Haayy... hayyy... Vie masih ada di sini, hanya memang sedang menepi sesaat.  Apa kabar niiyyy... listeners??  
Sudah balik tapa.. turun gunung...
jadi.. oleh-olehnya.. Lagu Cakra Khan yaa... "Setelah Kau Tiada"....
Hanya mengingatkan.. hargai siapa pun yang ada di samping kalian, karena kehilangan itu baru terasa jika ia tak lagi di sisi.
Hahaha.. Vie sedang sok bijak.. niyyy....
so.. really missed u all.. guys!

Aku tersenyum simpul.. sambil meletakkan headsetku.  Melanjutkan tulisan yang baru kumulai lagi.   Mas Pranoto tersenyum lega, melihat keadaanku yang kembali membaik.  Di balik kaca, Mbak Anis pun melakukan hal yang sama.  Tadi ia menyalami dan menciumku hangat, welcome back... Vie, please take care yaa..., bisiknya.
Sambil memutarkan lagu-lagu yang telah disiapkan Mas Pranoto, aku duduk terdiam menulis.  Merangkai kata menjadi kalimat.  Mencatatkan apa yang telah terlewati, untuk menjadi memorabilia.  Kenangan yang tak terlupakan.  Seminggu bukan waktu yang sebentar untuk tak menulis buatku.  Pun juga jika tak bercuap-cuap.  Rasanya, memang tak salah jika banyak orang mengingatku dengan sisi "energik".  Yaa... buatku, memang "diam artinya setengah mati".

"Vie..," panggilan Mas Pranoto, menyentakkan lamunanku yang kemudian kembali terserak di langit jiwa.
"Iya.. Mas.."
"Tutup dulu.. siarannya.  Baru dilanjut ngelamunnya...." godanya.
"Yee... bisa aja.." 

Oke.. listeners..
Makasiiyy... yaa, sudah bereng Vie.  Sebagai penutup.. "A Thousand Years" akan Vie putar.  Pesan yang tersampaikan dalam lagu ini, mudah-mudahan bisa menginspirasi semua.  Tetap jaga sayang yang tumbuh dalam hati yaa... Keep listening and take care... guys. See you...

Hmmm... helaan nafas panjang, menutup siaranku kali ini.  Tak mudah mengurai kata kini.  Sudah lama, aku sengaja menahan langkah untuk melesatkan impianku.  Tapi, kini.. jalan itu mulai terbuka satu per satu.
"The Answered Prayer", melesatkan impian yang telah terpendam lama.
Tetap mengalirkan mimpi, dan juga tetap mencari dirinya dalam keheningan tanpa kata.  Memang takkan mungkin untuk mendapatkan semua hal yang kita inginkan.  Maka kini.. aku belajar berdamai dengan kesedihan dan kegundahan.  Mengurai waktu...

Aku memang penyendiri.  Tapi aku tak ingin ditinggalkan sendiri.  Perasaan yang mendominasiku kini ada di pusaran waktu.  Menanti.  Sudah lama rasanya aku tak menangis..... ketika mendengarkan Lumpuhkan Ingatan-Geisha.
Dan yaa.. bagai deJa Vu.  Semua berputar di porosnya. Kembali di titik yang sama.  Kembali ke ruang hati yang hampa.  Merasakan separuh jiwa yang telah pergi.  Walau memulai hal baru, kesendirian itu bagai menatap di kebisuan.

"Vie.. bangkitkan hatimu.  Semangatlah kembali!"

Senin yang terasa berat.  Akhirnya tertutup dengan duduk meminum kelapa bakar.  Hmmm.. rasanya lebih nikmat dari pada meminum setumpuk obat.  Yaa.. seharusnya aku tak memaksakan diri.  Namun, apa yang kulakukan ini benar-benar memulihkan kondisi hatiku.  Maka pesan adikku untuk tetap bedrest, memang kuabaikan.  Karena aku lebih 'hidup' jika ada di tengah kesibukan.  Yaa... kuakui, bahwa aku memang workaholics.  Membenamkan di kepadatan aktifitas yang membukit dan menggunung.

Aaaah.. itulah yang terpenting.
Interaksi langsung kudengar secara langsung ketika mahasiswa berkomunikasi, mengutarakan fikiran dan perasaan dengan gamblang, memang lebih berharga dari apapun.  Dunia psikologi, memang selalu menjadi hidupku terasa lebih berarti.

Aku....Vie, yang memang hidup dengan pilihan profesi yang beragam.  Seorang humanis. Karena setelah apa yang kualami, kesempatan untuk menjalani hidup yang kedua.  Memperbaiki kesalahan yang pernah kulakukan.  Maka memahami, mengerti kemudian belajar menerima kekurangan dan kelebihan, adalah pelajaran yang takkan terputus oleh masa.  Aku cinta dunia ini.  Yang menghubungkan aku dengan banyak kepribadian dan karakter.  Semua kucintai dengan segenap jiwa.  Walau seringkali mereka tak jua mengerti bahwa aku tengah dirundung masalah yang tak mudah dijalani.  Yaa.. melihat mereka kembali tersenyum, dan tertawa lepas, sudahlah jadi obat yang tak teresepkan oleh dokter mana pun.   Kesegaran jiwa itulah kesejatian hidup.

Aku sedang belajar menjadi "the impeccable person".  Terispirasi ketika membaca buku "Keydo" Tatty Amir.  Di sana tertulis jelas, bagaimana menjadi alat perdamaian yang diturunkan Tuhan.  Yang menabur Cinta, kala orang lain menabur kebencian.  Berani mengulurkan maaf, ketika para penguasa negeri dengan bangga melukai rakyatnya.  Berkenan membagi terang sederhana yang dimiliki, saat kegelapanhadir memerangkap bangsa ini.  Tetap selalu membawa kebahagiaan, manakala tembang kesedihan didendangkan di mana-mana.  Yaa.... di sanalah aku kini.

Jika sedang terjebak dengan kesendirian dan kepekatan perasaan di sanalah aku.
Tepian tapaku memang lebih banyak berujung di perpustakaan.  Tempat terdamai yang selalu melihatku dengan tatapan sejuk dalam bisu.  Sahabat yang mengerti aku, sebaik Dy.

Perpustakaan dan Dy.  Padanan perbandingan yang memang serupa tapi jujur.. tak sama.  Percayakah.. jika kami dilahirkan di hari yang sama dan tanggal yang sama?  Hmmm...  Jika pun ada perbedaan.. maka tidakpun itu mematahkan apa yang telah dipertemukanNya.  Coba mengingat "Always a reason behind something".  Tak ada kebetulan dalam hidup ini.

Hanya coba meyakini, mempercayai, mengalir dan menjalani....

Yang datang akan pergi...
Dan.. yang pergi akan selalu kembali..
Karena terikat dalam #promises,
*yakini*

Paaagiiii...
Selalu kukatakan pagi, walau ketika kutuliskan ini waktuku menunjukkan 22:31.  Rambutku masih basah, setelah mandi malam sepulang kerja.  Aroma kayu putih yang membaur dengan parfum kesukaanku, selalu menemani tidurku.  Selelah dan sedingin apa pun... aku pasti menyempatkan untuk mandi, karena aku takkan bisa terlelap jika badanku lengket.  Hmmm... kebiasaan yang sebenarnya kurang begitu baik.  Namun.. biarlah.. semua akan baik-baik saja, bisikku pada diri sendiri. Hehehe...

HPku menyala.  Tanda SMS yang masuk.  Woow.. decakku, hingga pukul 22:37 pun, masih ada mahasiswa yang menghubungi.  Aaaiiihh.... adakah yang salah dengan caraku memperlakukan mereka, tanyaku.  Ini bukan waktu yang tepat untuk menghubungiku.
Well... aku memang menunggu.  Tapi hanya menunggunya.  Di sini... dan mungkin memang ia sudah terlelap kini.  namun tak apalah.. aku hanya ingin menemani.  Maka tak akan kurasakan kepenatan yang terasa, karena kegalauan ini terus berpendar di kebisuanku.  Terus mencarinya, di keheningan tanpa kata.

Ingatan itu pun meloncat, pada kejadian yang terjadi seminggu lalu.  Langkah yang kutahan, telah kulepaskan bersama waktu.  Memang sudah saatnya... mungkin.  Dan memang pintu-pintu tujuanku, mulai terbuka satu per satu, seiring banyaknya do'a-do'a yang terpanjatkan untukku.
Hhhuuuuuft.... rasanya memang tak banyak yang tahu, bahwa kebahagiaan itu, harus tertebuskan dengan harga yang sangat mahal.   

Yaa Rabb.... izinkan, perkenankan dan kuatkanlah aku... untuk selalu bisa berdamai dengan duka dan kesakitan, yang memang Kau ciptakan bersama suka dan kebahagiaan.

 Dy.... Makan siang bareng yuuk.. aku menuju kampus.
Ok.
Di mana.. Vie?
Tempat biasa.. Dy,
Iya..
Ok. 10 menit lagi aku berangkat ke sana.

Ajakan itu aku kirimkan melalui pesan singkat, setelah urusan di Kantor Imigrasi selesai.  Yang harus kulakukan memang mencari surat rekomendasi yang dibutuhkan ketika menghadapi wawancara hari Jum'at.  Atasanku memang bukan orang yang mudah dicari, di antara kesibukan yang luar biasa.  Hingga aku pun menembus kemacetan, di Rabu siang ini, mengejar semua kesempatan memperoleh surat itu, secepat yang kumampu.
Selain itu...ada hal lain yang mendorongku kuat yaitu sebuah kesempatan.  Aku benar ingin meluangkan waktu yang tak biasa kupunya, untuk bisa makan siang bersama Dy.  Momen kebersamaan yang selalu aku inginkan terjadi lagi dan lagi.  Buatku, tak ada yang lebih indah dalam hidup, selain mampu berkomunikasi dengan orang yang disayangi dan kasihi, di kebersamaan yang sederhana, di sela waktu yang termiliki. Cinta itu sebenarnya memang sederhana saja....

Ehhmm.. lama, juga jika dalam posisi menanti.  Kuhabiskan waktu untuk membaca novel yang kupinjam minggu lalu di Bapusipda.  Uda melihatku dengan senyum mempersilahkan aku duduk.  Makannya nanti yaa... Uda, nunggu dulu.  Ia menganggukkan kepala.  Aku memang sudah menjadi langganan tetapnya hampir selama 3 tahun belakangan ini.  Banyak yang sudah Uda ceritakan padaku, ketika pengunjungnya sepi.  Yaa.. aku pun menyukai momen itu.  Bahagia jika dipercaya orang, untuk membagi rasa hidupnya.  Dan itu adalah pelajaran yang tak didapati dari bangku kuliah di mana pun.  Pengalaman hidup..

"Hai.." suara.. akhirnya datang juga.
"Yuuk.. aku ga sempat sarapan tadi pagi," aku langsung menggamit tangan Dy, mengajaknya memilih menu.

Setelah memilih tempat duduk favorit yang berada di pojok, kami pun berbincang dengan lepas dan bebas.  Benar-benar merasakan kedekatan yang luar biasa.  Membahas hal yang ringan saja.  Namun yang paling mahal adalah memahami dengan penuh keikhlasan menerima apa adanya.  Maka, mengalirlah semua dengan indah.  Tak lama.. hanya sekitar 45 menit.  Namun sesingkat apapun itu, yakini... bahwa selama masih ada waktu, nikmatilah saja.. kan?  Karena semuanya memang bukan masalah

Selanjutnya, kami kembali pada aktifitas masing-masing.  Aku masih menunggu.  Surat rekomendasi yang aku butuhkan.  Aaahh.... Indonesia, bisikku, waktu rasanya tak terlalu dihargai di sini.  Sangat kusayangkan.. tapi selalu terselip keyakinan, bahwa ini akan berubah. Satu saat nanti...

Menunggu memang bukan hal yang menyenangkan.  Tapi.. jika dilakukan dengan bahagia, semua tetap jadi indah.  Maka semua akan baik-baik saja.  Berapa pun lamanya, jika kemudian mengetahui ada rencana yang bisa disusun, penantian itu akan berakhir indah.  Karena yang kutahu... ujung penantian ini memang satu hal yang membahagiakan.  Betapa lama pun itu, ketika mendapatkan kesempatan bisa menatap wajahnya kembali, maka semua kepenatan dan lelah itu akan berganti dengan cepat.  Tak pernah terperangkap di kebosanan dan kejenuhan bersamanya.

deJa Vu...

"Indah.. bangeet..," aku hampir kehilangan kendali ketika melihat pemandangan yang terhampar, bagai lanskap di TV layar datar.  Bandung City's Light.  Selalu kurindukan hal ini sejak pertama kali melihatnya.  Tak pernah terperangkap di kebosanan. Hanya memandangi lampu-lampu di hamparan rumput hitam di bawah langit kelam.  Dengan taburan bintang.
"Makaasiihh... Dy..." hampir kupeluk dirinya, jika tak kusadari di mana keberadaan kami.

 "Yaa.." jawaban khas itu selalu menjawab kedamaian hati, dengan tatapan yang menghanyutkan perasaan, dalam riak kerinduan tanpa batas, cinta tanpa jeda, sayang tanpa jarak dan kasih yang mengalir tanpa syarat.

Mungkin tak pernah disadarinya, ketika ia melakukan itu, tertahankan sebuah keinginan untuk tak memeluk dan mencium pipinya dengan hangat.  Sahabat hatiku ini, selalu menatapku dengan keindahan perasaannya.   Mungkin juga tak pernah dia tahu, telah banyak keraguan yang selalu hadir dalam fikiranku.  Aku memang tak mudah mempercayai.  Dan kini, kutahu.. bahwa semua fikiranku itu salah.  Dy adalah orang yang bisa memegang janji, selalu perduli dan bisa dipercaya.  Maka, maafkan aku yaa... Dy, untuk kesalahan yang telah kulakukan ini, bisikku hatiku tanpa kata.

Yang tak disadari Dy, adalah sebenarnya badanku mulai menggigil.  Tapi memang kutahankan sakit, sejak datang ke tempat ini.  Tempat yang memang ingin kami cari dan datangi.  Tempat yang amat damai dengan pemandangan yang luar biasa indah.  Taburan lampu-lampu di kota Bandung, membuatnya bagai intan berlian dan mutu manikam yang berkilauan di kotak perhiasan yang sangat besar.  Inilah yang membuatku bertahan, menahan semuanya.  Maka, demam yang sudah menjalar kututupi, agar tak merusak suasana.  Yaa.. Rabb, beri aku kekuatan, bisikku lirih.  Kepala kuletakkan di meja, memegang erat jaketnya.  Mengurangi sakit yang terasa, dengan menghirup aroma parfum yang tertinggal.  Memang terasa mulai berkurang.  Dan, kupaksakan untuk bersikap normal, dengan tertawaku yang lepas.   

Memangnya... belum ada yang pernah menutup mulutmu jika tertawa seperti itu yaa... Vie, tanya Dy di satu waktu, ketika kami terhenti di salah satu tempat favorit kami.  Aku menggelengkan kepala, belum pernahlah... siapa yang berani, sahutku dengan kembali tertawa kecil.


Aaarrrgghh.... terlihat sangat kegemasan Dy padaku.  Percayalah... hal itu yang selalu membuatku sangat suka.  Karena sudah kutawarkan padanya, apakah ia ingin mencubit, menggigit, atau melakukan apa pun yang ingin dilakukannya, jika gemas.  Namun... seperti biasa, belum ada satupun yang dilakukannya, kecuali menggusap kepalaku lembut, memegang kedua pipiku dengan tangannya, atau menarik badanku dalam pelukannya.  Hhhmmmm... sangat manislah, untuk hal konyol yang sering kulakukan. Hahahaha....

"Kita sampai jam berapa.. Dy?," berusaha bersikap normal, karena aku tak ingin ia khawatir.
"Kenapa.. Vie..?."
"Cuma nanya saja..."
"Hmm.. jam 8 saja yaa.. Masih ingin duduk di sini bersamamu." ujarnya sangat dekat telingaku.  Posisinya memang ada di belakangku.  Memelukku.  Wuuiiiiihh... tanpa kata, kunikmati benar kebersamaan ini.  Walau tak kupungkiri, di saat yang bersamaan kura panas tubuhku naik, dan nafasku tersengal pendek-pendek.  Yaa... Rabb, berilah kekuatan.  Aku hanya ingin menikmati kebersamaan ini.  Selagi kubisa.  Selagi Kau beri izin dan waktu padaku.

Malam itu... buatku, malam terindah dari semua malam yang pernah kumiliki sebelum dekat dengan Dy.  Satu impian yang terwujud.  Tak perlu dengan kata-kata yang banyak.  Karena di keheningan pun.. semua bisa terbaca dengan jelas.  Hatilah yang menuntun Bintang menuju Bulan yang dirindukannya.  Hatinya bisa mendengarkan hatiku yang berbisik.
Perjalanan pulang... lebih menguakkan rasa yang memang teramat dalam.  Hmmm.... belum pernah rasanya, kuungkap perasaanku segamblang ini.  Aku hanya ingin... Dy tahu, bahwa aku jujur pada diriku dan padanya, tentang semua yang telah terjalani.  I love you... Dy, bisikku lirih terlempar di keheningan malam, terbuang bersama angin malam, yang terasa hangat ketika kudekapnya erat.


Mengingat perjalanan menepikan waktu.   Terduduk di balkon Dapoer Oma.  Menatap pemandangan yang sama.  2 kali duduk di tempat yang sama bersama Dy.  Masih bersama Dy.  Dan masih terasa benar,  percakapan yang terdengar sangat dekat di telinga.  Hhhhmmmmm... Begitu........ indah, hingga hanya mampu dirasakan dengan kepekaan hati.  Terpendam saja dalam diam, merasakan keindahan rasa.  Penuh kehangatan.
Jujur.. baru kali ini aku bisa mengalami kelengkapan warna pelangi dalam saputan kebahagiaan.  Dengan damai, tanpa jeda.  Selalu merindukannya kembali lagi dan lagi.  Tak pernah terjebak di kebosanan.  Walau melewati jalanan, waktu dan momen yang sama.  Menepikan waktu dan kepenatan.  Hanya duduk dan berbagi.

Bagai cinta kentang pada susu.  Menggambarkan perbedaan yang terbentang.  Namun tetap mengikatkan pada promises, promises.  Saling percaya dan menjaga.  Maka betapapun jarak terbentang, manakala #selalu kembali telah ada di hati.  Kembalilah saja...  Sayangi kembali...

Paaagiiii.... guys,  Vie's back yaa...
Terlalu lama tak bisa berbagi rasa.  Yaa.... biasalah..
Karena lagi merindu... boleh ga... lagu pembuka yang Vie antar untuk listeners "Here Without You".   
So... jaga arang yang kalian sayangi... selalu deh, tanpa jeda dan lelah.

Aku tersenyum simpul.  Sudah dua hari kurasakan kekacauan dalam hatiku.  Mas Pranoto tetap setia menemaniku menyusun lagu-lagu di playlist.  Mbak Anis pun tetap tersenyum manis, melihatku dengan mata berbinar.  Vie.. kembalilah seperti yang dulu yaa... bisiknya tadi ketika menyambutku.

Perbincangan hari ini dengan Dy, membuatku terasa berbeda.  Sudah dua hari juga aku merasa messy.  Begitu kacau.  Dan kini, ditemani sepanjang hari.  Tanpa putus.  Dengan keindahan rasa. Menemaninya bekerja dengan berbincang melalui teknologi, tentulah hal yang teramat mahal.  Semua karena kesibukanku yang juga menggunung.
Yaa.. seperti yang kukatakan ketika siaran, bagaikan cinta kentang pada susu.  Kesejatian itu akan muncul secara sederhana.  Hanya saling menemani.  Tanpa pamrih.  Jadi sahabat hati dan hidup.  Di keikhlasan.

Ketika hari menua, dan Mentari pun meredup.  Bintang kembali muncul di langit kelam, menemui Bulan.

"Where's the Moon..Vie?" tanyanya semalam.
"Ada padaku.. Dy."
"Aaah... tertutup awan."
"Iya.. sedang menyembunyikan tangisku.."

Sepenggal percakapan yang menutup malam dengan kegalauan di hatiku sebenarnya.  Begitu kurasakan kehilangannya.  Tapi ketenangan hatiku, ketika mengetahui Dy telah sampai di rumah, menutup semuanya dengan damai.  Walau perjumpaan dengannya memang hanya sekejap.  Makan mie ayam, menyelamatkanku dari perbincangan dengan mahasiswa yang tak kuinginkan.  Dan.. kemudian menyebrang bersama, kemudian mengantarkanku ke BLK.  Hal yang manis.. teramat manis.

Yang tak diketahuinya, aku menangis ketika bersimpuh di sholat Maghrib dan Isya.  Rasa syukur... itulah yang menutup bisu kegundahanku.  Yang berusaha kulepas dengan duduk sesaat, di tempat biasanya Dy menungguku.  Memandang langit, dan melihat pesawat melintas, yang memang selalu mengundang tawa kami di perjalanan pulang.
Hmmmm... kuhela nafas yang panjang.  I'm gonna be okay... Dy, bisikku lirih.

Di perjalanan pulang ini, sangat kurasakan Dy menemani.  Aroma parfumnya lembut menghembus perlahan tercium hidungku.  Aku percaya.. hanya kebesaran Tuhanlah yang membuat ini terjadi.
Dan walau baru mampu terlelap sekejap di dini hari, mendekap jaket dengan jejak aromanya pun mampu mengobati kegalauan dalam hening.

Begitu lekat yaa... aroma (tubuh) ku padamu, ujarnya di awal pagi ketika kuceritakan perjalanan pulangku semalam tanpanya.  Yaa... percayalah Dy.  Ini anugrah nyata... yang kurasakan.

Dan malam ini...
Semua terbayarkan lunas.  Kesempatan menemaninya, mengantarkan lelapnya adalah hal terindah buatku.  Bisa mengusap kepala dan rambutnya.  Mungkin bisa meredakan pening yang mendera.  Dy memang sedang berbaring di pangkuanku.  Mimpi itu.. nyatalah sudah.
Ketika setengah terlelap, aku mengusap lembut pipi dan mengecupnya perlahan.
Membisikkan "I love you.. Dy."  Sangat pelan.. agar Dy tak terjaga.  Aku hanya ingin apa yang kukatakan.. mengantarkannya pada mimpi terindah.

Dan tanganku tetap mengetikkan barisan kata, yang terangkai dalam kalimat serta terangkum di paragraf-paragraf ini.  Hanya kulakukan dengan satu tangan saja.  Karena itu janjiku padanya.  Tetap kuusap rambut dan memijat lembut kepalanya.  Hmmm... begitu damai tidurnya.  

Konbanwa...
Ureshii yume... Dy.

Menemanimu dengan lelap.. #promise
*hugs, kisses*

Sunday, June 16, 2013

TEPIAN WAKTU

 Words are the most powerful drug used by mankind  - Rudyard Kipling -

Pendidik yang baik adalah yang memiliki hati, mengantarkan ilmu bagi peserta didiknya.
Hidup bukan untuk diri sendiri, tapi sebaik-baik hidup adalah bermanfaat bagi orang lain.

Passion dalam jiwa akan membuatku kembali hidup, dengan mata yang berbinar..

Yang bisa melahirkan dan membunuh keinginan itu.. hanya  diri sendiri...
Maka,
Laki-laki harus memperjuangkan wanita yang dicintainya..
Bagai pendakian ke puncak gunung...  #FilmJokowi



Haiii... 
Paaaaggiiii...

Hayy... haayy.... Masih ingat.. Vie ga..niiyyy...?? Haahahahahaha... maaf yaa.. listener, harus tumbang dan menyembuhkan diri dulu... jadi berapa hari harus menghilang.
Makanya... 
Kalimat-kalimat motivasi di atas.. Vie bagi dari beragam sumber untuk membangkitkan semangat pagi ini...
Wuuiihh... ga terasa yaa.. Sudah jelang malam minggu, so... siapkan dirimu sebaik mungkin.. nikmati selagi masih ada waktu dan kesempatan yaaa......
Boleh yaa... Vie putarkan "Here Without You" dari Three Doors Down, untuk buka pertemuan kita..
Titip niihh... ingin sampaikan pesan..

Well, setengah memaksakan kondisi... Aku memang datang ke studio.  Tak ada yang bisa menahanku hari ini.  Jiwa dan hatiku ingin terbang membebaskan keinginan, melambungkan angan.
Mbak Anis dan Mas Pranoto pun hanya tersenyum..
Badanmu masih panas... Vie, bisik Mbak Anis ketika menyapaku dengan pelukan hangat, harusnya tak kau paksakan.

Yaa... itulah aku.
Masih ingat....?  Bahwa dulu.. jika aku kecewa atau sedih.. akan kudaki gunung atau menepi di pinggir pantai.  Hanya untuk menyaksikan sunrise atau sunset.  Atau mendapat kesempatan berteriak lepas.
Namun... itu dulu..
Kini... aku belajar mengurangi kebiasaan itu.  Bukan karena tak mampu.  Tapi rasanya... menepi dengan meminum kopi sambil melihat Bandung View itu luar biasa menenangkan.
Yaa... tetap mendaki, hanya tidak jalan kaki.  Pakai angkot sajalah... hehehe, tersenyum simpul.

Jika ada waktu terluang, rasanya kalian bisa mampir di Kafe Kopi Ireng.  Tak akan kecewa oleh pemandangan terhampar yang kini aku nikmati.  Bandung dari ketinggian.  Bahkan awan hujan yang akan kalian lihat di sini, akan sangat berbeda dari apa yang biasa terlihat dari bawah.
Bersama netbookku terus kutulis cerita pendek ini.  Hanya untuk menguraikan benang kusut otak.  Melegakan fikiran ribetku.  Itu yang kulakukan hari ini, setelah siaran.  Tak ada teman berbicara, juga penantian yang panjang kali ini.  Karena aku memang datang sendiri.  Masih memesan hal yang sama, Jahe Pletok dan Pisang Goreng dengan Saus Kacang.  Bukan kopi...
Hahahahahaa..... nantilah, bisikku perlahan..
Karena aku tanpa kopi, adalah keajaiban.  Berarti kram otakku sudah mematikan syaraf normalku.

Menyelesaikan apa yang telah dimulai, memang tak butuh waktu yang lama buatku. Pagi ini... sebelum berangkat, aku menikmati cerita perjalanan wanita hebat yang ada di satu TV swasta.  Sangat inspiratif.
Tadi... sebagian kalimatnya kugunakan untuk memotivasi pendengar radioku.
Yaa... profesiku memang membutuhkan kemauan selalu mencari informasi.  Hampir sama seperti reporter atau wartawan.  Selalu mengejar informasi, banyak membaca dan belajar menuliskannya kembali.

Hahahahahahaa.... terkadang keterampilan menjadi motivator ini merepotkanku.  Karena sebagian besar yang terkagum dengan apa yang aku sampaikan, baik ketika siaran atau pun memberi konsultasi di kampus, adalah kaum Adam.

Yaaa.... itulah hidup kan?

Tak ada yang salah dengan cinta, karena ia datang tak diundang.
Jarak yang terbentang, seharusnya tak memudarkannya.
[Hanya] selama kau meyakininya.

Inilah yang selalu aku ingatkan pada Dy... untuk menjawab sebagian besar ketakutanku, dan mungkin hanya sebagian kecil ketakutannya juga.  Aku selalu katakan.. bahwa apa yang mengalir ini... unlimited.
Seperti apa yang ia lakukan untukku semalam.  Pengalaman yang terlalui memang tak pernah terbayangkan.  Walau sedetik pun.  Dy menemani hingga aku tertidur, dengan tetap berbincang melalui HP dan headset yang melekat di telinga, juga mendengarkannya menyanyikan lagu-lagu.  Thanks.. Dy, berbisik dengan mata terpejam.  Benar kulakukan berulang-ulang.  Tak terfikirkan.. apakah ia mendengar atau tidak.  Aku hanya ingin mengucapkan itu.

Karena tak pernah aku menerima perlakuan semanis ini.  Belum bisa menjawab banyak tanya yang tetap berkecamuk dalam fikiranku.  
Kenapa banyak pengalaman manis dan selalu merasa menerima perlakuan yang teramat manis, ketika bersama Dy?   

Hhhhmmmmmmm.... kutaburkan tanya di angin, ketika beranjak ke tepi balkon, melihat pemandangan yang terhampar. 

Yang kuinginkan, hanya ingin... Dy tahu, kehadirannya amat berarti.  Tak ingin terjaga sendiri.  Tak juga terbayangkan, bangun tanpa bisa melihat dirinya lagi.  Walau aku tak bisa menahannya di sini, tetap di sisiku. Karena jika Dy inginkan meninggalkanku dengan mimpi bersamanya.  Maka, andai pun terasa teramat berat, akan harus kulakukan juga.  Karena itulah janjiku... dulu.. Aaaaahh... promises, promises...

Aaahh.... iya, tiba-tiba terlintas jika aku memesan kopi di sini, hanya di sini, maka aku bisa mendapatkan Brown Sugar.  Teringat itu, aku kemudian memesan Black Cappucino.  Yaa... Jaheku juga sudah habis kuteguk.  Sangat dingin di sini.  Maka kehangatan segera terasa, karena ada rempah-rempah yang dicampurkan.
Yaa.. ini benar aku.. Vie yang sulit berpisah dari kopi.. tersenyum simpul menutup hari.
Membenarkan letak kacamata, yang tiba-tiba saja berembun.

Bosankah... aku sendirian di sini?
Aku selalu bersolo karier.  Kata teman-temanku dulu.  Tak pernah tergantung pada orang lain.
Iya lah.. karena kebiasaanku, memang sedikit berbeda dengan wanita lain.  Aku bisa menulis berjam-jam.  Tahan membaca berhari-hari.  Atau hanya window shopping saja.  Yang membuatku berbeda.. adalah batasan waktu yang kudisiplinkan.  Rencana hidup detil yang kubuat.

Uuuuupppss...
Jujur.. ada sedikit kebosanan.  Karena tak ada tawa hari ini.  Masih kram otak.. konslet jiwa..
Hahahahahahahaa.... hanya itu yang kuketik, sebagai jawaban sms singkat Dy siang ini.
Namun, yang tak ia ketahui... menepikan diri dan fikiranku di sini.  Memang sedikit mengurangi kepenatan.

"Ke mana... Vie? Langsung pulang yaaa.... jangan kelayapan.  Masih panas tuuuh... badannya," pesan Mbak Anis ketika aku pamit meninggalkan studio.

"Sebentar saja... Mbak.  Pengen menepi sesaat di Dago," jawabku.
"Oke... lakukanlah.. jika itu memang bisa menyembuhkanmu.  Tapi... batasi waktunya."
"I will... Mbak." (without crossed fingers,  karena aku memang ingin benar-benar berjanji padanya)

Melangkah.. tetap dengan semangat.  Menunggu angkot, karena hanya ingin bersantai.  Duduk dan menanti sampai ke tujuan.  Walau pun akibatnya, tujuan yang terbatas dan berhadapan dengan kemacetan lalu lintas.
Bandung.. memang menjadi destinasi wisata orang-orang yang tinggal d Jakarta.  Hingga jika week end, ruas-ruas jalan di seluruh wilayah di kota ini, akan penuh sesak.
Aku pun memutuskan datang ke sini, menghitung waktu.  Waktunya harus tepat, karena tempat ini akan menarik, jika mendapatkan tempat di balkon.  Very cozy place and recommended.
 
Dan... di sinilah aku...
Duduk di balkon menatap pemandangan indah yang terhampar dengan tatapan nanar dan berkabut..
Kembalilah sendiri...
Menepi di tepian waktu..

Terasa kehilanganmu... hari ini.. Dy (sangat) 
@Kopi Ireng

Saturday, June 15, 2013

KEINDAHAN HATI

"Mbak... maaf aku ga bisa siaran pagi ini... Demam...," kabarku pada Mbak Anis.
"Oaalaaa.... Vie, kamu terlalu memaksakan diri yaa... minggu ini??," tanyanya khawatir.
"Yaa... bagaimana.. Mbak.  Semua harus aku jalani kan?? Dua kali tes... di sela-sela waktu," ujaku menenangkannya. "Hari Minggu... akan menjalani banyak rencana.. Mbak.  Jadi harus dipaksakan beristirahat hari ini."
"Ok.. Vie, take your rest time yaa...??.  Benar-benar diam di rumah...," pesannya.
"Iyyaaa.... Mbak, paling aku menulis saja... tak bisalah.. aku benar-benar diam," sanggahku.
"Iyaa..." tutupnya di percakapan kami.

Aku tersenyum ketika menyatakan itu, karena buatku (benar) diam adalah separuh mati.  Itu yang selalu buatku lalai jika fisikku mulai memberikan tanda.  Tanda harus beristirahat.  Berhenti sejenak dari kepadatan aktifitas dan fikiran yang terasa "kram".   Sambil bergurau... aku katakan pada Dy, maaf kalau memang sedikit error... lagi kram otak.  Jadi minggu ini kalau agak 'nyeleneh'.
Akhirnya aku tumbang juga.  Menyerah pada batasan .

Sejak Senin, sebenarnya aku sudah merasakan gejalanya.  Tapi kuabaikan.  Karena terlalu memikirkannya.  Dan butuh energi untuk menjadikannya positif.  Tidak mudah. Itu saja.. yang kurasakan.

You say... 
You love Rain, 
But you use umbrella to walk it..
You say..
You love Sun,
But you seek shade when it is shining..
You say..
You love Wind,
But when it comes you close the window..
So..
That's why I'm scared..
When You say...
You care about me,
Because honestly..
I couldn't stand anymore for your leaving..

Ini yang menjadi pemikiran yang melelahkan, ketika melihat fakta yang terhampar memang tak mungkin.  Aaahhh... resah yang membadai ini buatku semakin ringkih dan rapuh.  Rapuh menjalani hari yang memang tengah pekat.  Dan seperti takut kehabisan waktu... kukejar semua yang ingin kujalani dengannya.  Karena terlalu indah.  Namun biarlah waktu yang akan memberi jawaban.

Tak pernah bisa membayangkan, jika mimpi akan memisahkan.  Jarak yang teramat panjang.  Mimpi yang terlalu jauh untuk disamakan.  Hmmmmm.... lelah rasanya, memikirkan ini.  Yang kuingin, menata lagi fikiran, membuatnya positif.  Promises, promises.... bisikku menenangkan diri.  Harus berhenti di titik ini.  Titik khayalan yang melelahkan otak dan hati.

Come on... Vie, jalani saja hari per hari.  Tak perlu kau tentukan kemana arah angin membatasi.  Yang datang, akan pergi.  Tetap berjanji untuk selalu kembali, itulah pribadinya.  Yakini dan jalani.. dengan ketenangan hati.

Aku benar menghibur diri, untuk semua yang harus dijalani ini.  Kuulang kembali semua perjalanan yang kujalani.  Ada dua ujian, tetap siaran, dan banyak aktifitas tambahan lain.  Benar-benar petualang sejati.

Dari semua hari yang kujalani, hanya satu yang tak pernah terhenti.  Aku senang menepi bersama Dy, di antara kesibukan kami masing-masing.  Hanya untuk bicara, berbagi dan tertawa bersama.  Menceritakan beragam topik.  Benar-benar melintasi batas ruang dan waktu.  Memang sangat menyenangkan, jika bisa membagi cerita, di akhir kesibukan, bersama orang yang perduli.  Benar menutup kesempurnaan hari.
Peka terhadap semua perubahan yang hanya terlihat oleh jiwa yang menyatu.
Dalam rasa, jiwa dan hati.

Ini yang seringkali dilupakan banyak orang, manakala terjebak dalam kegiatan dan pekerjaannya.  Bersama Dy, aku belajar makna berbagi.  Tak perlulah selalu di tempat yang indah.  Karena hakikatnya bukan masalah tempat, yang penting adalah kebersamaan yang tak pura-pura.  Kebersamaan yang penuh makna.

Dan memang.. tak ada yang sempurna.
Jika terjadi perdebatan hati.. maka dalam komunikasi pun bisa menemui jalan buntu.  Dua hari aku mencoba memahami Dy, dengan kesalahpahaman di antara kami.  Tak mudah... tapi bukan tak mungkin.
Yang terpenting... jangan letih belajar...
Apa pun adanya.... akhirnya keterbukaan dan kejujuran untuk menembus jeda, itu adalah kesejatian komunikasi.   Belum pernah terlihat keindahan ini di kehidupanku sebelumnya. 
Dan... semuanya memang akhirnya kembali baik-baik saja.  Hanya hati yang selalu memaafkan dan terus belajar mengerti, serta memahamilah yang mampu menyelesaikan masalah dengan bijak.

Really missed you all the time.... Dy, terus kubisikkan itu di antara kesibukan yang mendera.

Semua selalu berawal dari, berhenti.... duduk.... dan berbagi cerita...
Indah kan...??

Dan,
Keindahan itu pun kembali mengalir...
Di tempat favorit kami.. tempat yang tenang untuk menepi..
Aku terlalu mengantuk, dan dalam terlelap pun... kerinduan itu tak pernah terhenti.  Meminta izin Dy, untuk bisa berbaring di pangkuannya.  Sesaat.. benar bisa.  Dan kemudian berganti di bahunya.. mendapatkan rasa yang lebih nyaman karena bisa terlelap dengan memegang tangannya.  Aku memang ribet kalau mau tidur... Dy... bisikku.  Selanjutnya... apa yang dikatakan Dy, hanya kujawab dengan gumaman lirih, karena aku memang sudah setengah tertidur.
Sudah beberapa hari... aku memang tak bisa tertidur dengan nyenyak.
Hingga kedamaian yang kurasakan kini, terasa sangat bermakna.
Mungkin... Dy bertanya dalam hati, kenapa aku memunggunginya.. hanya memegang erat tangannya.

Tak pernah ia tahu betapa... sebenarnya..
Takkan bisa kutahan diriku, jika bersandar di bahunya, dengan bisa mendengarkan degup jantungnya.  Harus benar kutahan tidak melakukan ritual yang sangat kusuka.  Selalu kulakukan untuk menyatakan rasa yang terdekap.  Membisikkan kata-kata lembut di telinganya, dan mengecup pipinya.  Maka semua itu akan menutup malamku dengan sangat sempurna.
Hahahahaa.... angan itu terkubur bersamaku yang mulai terlelap.

Hanya sekejap saja...
Sebentar saja... Dy,
Karena hanya (sebentar) yang bisa kuharapkan...
Tapi jika kau tahu.. itu semua mampu merebahkan hati yang lelah, dan terpendar duka yang dalam.  Kubiarkan sejenak angan melayang, meninggalkan beban yang menggelayut di langit jiwa.
Membebaskan rasa.
Seperti mengerti semua itu... Dy mengusap kepalaku.. dengan sentuhan yang indah.
Hmmm... jawabku lirih, ketika ia mengatakan kalimat yang tak berapa kudengar.
Aku hanya minta padanya waktu sejenak... karena aku memang hanya ingin sesaat saja merasakan semua.
Bukan karena aku tak suka, tapi karena aku mengerti dan memahami... Dy dan hidupnya.

Terimakasiiiihh..... sebenarnya takkan pernah cukup, untuk mengurai hal-hal yang teramat manis yang kau bagi untukku... Dy..
Izinkan saja... terus kukenang itu, nikmati itu dalam penggalan waktu kebersamaan kita kini.  Tak apalah jika kulepas kau pergi menjemput mimpimu..
#selalu kembali saja..
Bagaimana pun caramu kembali..

Perjalanan pulang yang teramat manis,  seperti biasa...
Tak ingin kukatakan apa yang berkecamuk, biarlah saja tertiup angin malam yang memang teramat dingin, oleh guyuran hujan.
Aaahhh... biarkanlah... Vie,
Bebaskan rasamu...

Pelukan yang kuberikan ketika melepasnya pulang, selalu menyelipkan do'a penutup "Terimakasih... Yaa Rabb, masih kau izinkan aku bersamanya menikmati hari ini."
Aku memang terbiasa melakukan itu... dulu..

Kemudian.. selesai sholat subuh.... kutuliskan untuknya melalui pesan singkat...

Kupanggil kau Bintang, bukan tanpa alasan..
Walaau ia tak seterang Bulan, atau sebesar Matahari..
Tahukah kau...
Bahwa ia adalah Pemandu Nelayan yang tersesat,
juga selalu jadi Sahabat bagi Petualang yang kesepian,
Dan itulah arti hadirmu dalam hidupku...
Di malamku, 
Kau jadi penerang hati bersama Kunang-kunang..
Di siangku,
Kau Sahabat yang menjabat erat..
Di hari-hariku,
Kau adalah embun yang menyejukkan..
Maka,
Izinkanlah aku meminta..
Terulah temani dan dampingi langkah-langkahku... BINTANG,
#tanpalelahdanjeda

Paagiiii.... Mentari...
Sapa Dy yang sangat khas..

Paaagiii...
Karena aku sangat menyukai pagi.  Kukatakan itu pada mahasiswa yang menghubungiku untuk melakukan konsultasi.  Tak ingin aku menyimpan sendiri semua ilmu yang kupunya.  Keindahan berbagi selalu menjadi semangat menjalani hari.  Semangat yang selalu ada.. walau hati tetap berkecamuk dengan kerumitannya.

Andai Dy ada di sini..
Akan kembali kukecup pipinya, dan kubisikkan.. "I love you...." yang akan membuatnya terjaga dari tidurnya, dan kemudian pasti akan kulanjut dengan do'a "Terimakasih... Yaaa Rabb, hari ini aku masih bisa menghabiskan waktu bersamanya... lagi."
Seperti yang kutulis...
Aku selalu melakukan itu.. dulu..

Buatku...
Kehidupan itu memang harus dinikmati per detik, per menit, per jam dan per hari saja.  Itulah yang membuatku.. selalu ditanya Dy... berapa lama waktu yang merentang kala kami tak bersama.
Mungkin... tak ada orang lain yang melakukan itu.
Mungkin.. karena mereka tak tahu makna kehilangan dan belum pernah kehilangan.
Tidak seperti diriku...
Yang selalu terjebak dan terperangkap dalam rasa "takut" kehilangan...

Hari ini... (seharusnya kutulis kemarin),
Keterlambatan tes yang harus kujalani... membuang semua keresahan yang ditimbulkan oleh banyak ketidaknyamanan hidup yang ada.
Aaahhh... man shobaro dhofaro...
Kesabaran itu memang tak berbatas, karena batasan ada dalam fikiran han hati kita saja, desahku.
Pertemuan dengan Teh Dya, membuatku kembali semangat menjalani proses meretas mimpiku ini.
Walau kutahu... sangat bisa mengerti.. ini akan semakin merentangkan jarak antara aku dan Dy.

Biarlah waktu yang mengalirkan cerita ini, menepikan waktu.. yaa...
Jalani juga hidup dan mimpimu... Dy,  jelasku padanya hari ini.

Sssttttttttttttttt..... jarimu menutup bibirku untuk lanjutkan kalimat yang telah kususun.

Kami tetap bisa berkomunikasi, melalui rentangan kecanggihan teknologi, melalui satelit.  Dan inilah nanti cara kami.  Selalu beda... Vie, enak kalau ketemu, keluhnya ketika itu.  Aku tertawa.   
Sudahlah... bagaimana kalau nanti kau juga ikut menyusul..., gurauku sambil menyembunyikan kekhawatiran yang sama.   Memang tak akan pernah sama... Dy, gumamku.  Sentuhan itulah yang membongkar jarak antara kita.  Mendobrak jarak antara kita.  Benar-benar membuat komunikasi yang teramat indah dan manis.   Seperti Brown Sugar.. yang tak lagi kita temukan selain di Kopi Ireng.

Hahahaha... enaknya yaa.. Dy, jika kita duduk dan berbagi, kukirimkan pesan padanya, di tengah kesibukanku membantu Nana menyelesaikan tesisnya.
Say... bukan begitu.... jelasku pada Nana, ketika aku melihatnya melanjutkan editanku, memotong pesan yang akan kukirim, karena Dy memang rupanya juga ingin kami bertemu.
Duuuh.... betapa berat yaa.. Dy, buatku (menurutku) untuk tak menghabiskan satu pertemuan untuk bisa duduk dan bercerita bersama.  Membagi tawaku yang hanya bisa muncul lepas, jika bersamamu.  Percayakah kau... Dy??

Kelelahan yang muncul di wajahku pagi ini, terhapuskan oleh gurauan aku dan Nana, dengan mengirimkan SMS pada Yuni yang akan menikah, menanyakan apakah kami di bagi seragam panitia.
#beingbeingonly
Sudahlah... panik nanti diaa.... mereka menyiapkan semua persiapan pernikahan ini sendiri.. Say, kataku pada Nana, yang terus terbahak melihat respon Yuni.
Akhirnya... kuketikkan, don't bother with that.. dear, we (me+Nana) are in deep depression.  It's all just the jokes.  dan kembali lega karena membaca respoon yang positif.

"Say... gue turun di sini yaa... ", kataku tiba-tiba ketika melihat Taruna Bakti.
"Do you have an appointment with someone?," tanya Nana penuh curiga dan keterkejutan.
"Yes.."
"Ok.. just don't go home late... Say..," pesannya.
"I will....," jawabku ringan.


Tak lama berselang... aku membelakangi jalan raya, dan kudengar seseorang memanggil, "haaaiii...."
Aku sontak menoleh dan kemudian mendapati wajahnya.. yang di selalu kurindukan.  Wajah yang lelah, wajah yang sepertinya menahan sakit.
"Are you okay?," itu selalu kutanyakan. 
Namun  Dy selalu menjawabnya ringan.. "Yes.."

Hmmmmm.... Dy, seharusnya tak perlu kau sembunyikan kesakitanmu dariku.
Tak tahukah dirimu... Kau akan tetap jadi Dy yang terhebat yang kumiliki, walau kau menangis, lelah atau mengatakan sakit.

Dan waktu pun melesat dengan cepat...
Kami pun harus mengakhiri perjalanan waktu hari ini, setelah panjang bercerita.  Begitu lepas.  Membuang semua jarak.  karena sejak kemarin kami dengan bebasnya berbagi makanan dan minuman, dengan sendok, garpu, gelas dan sedotan yang sama...  (kutuliskan semua yaa... Dy).

Dan hari ini setelah hampir 24 jam, waktu yang terlalui tanpa menutup kesempurnaan hari ini dengan pelukan hangat dan bisikan yang buatku tenang.  Kulepaskan semua keresahan ini di dingin air yang mengguyurku dingin.  Meredam suhu badan yang meninggi.  Aku akan baik-baik saja.

Mungkin...
Jika ini kulihat dengan jalan deJa Vu,  kujadikan ini kesempatan kedua memperbaiki kesalahan yang telah kuperbuat pada Dy dulu.  Mungkin.... Aku tak pernah merasakan asing pada Dy, sejak awal berjumpa dua tahun yang lalu.  Tak ada kebetulan itu... always reason behind something..
Jika kini apa yang ingin kulakukan itu, mengadaptasi kebiasaanku (dulu).. hanya kuharap Dy mengerti...
Aku telah berdamai dengan masa laluku.. Tak harus melepaskannya, dengan jebakan emosi... hanya berdamai dengan kemarahan yang dulu pernah ada.

Dy..
Aku adalah aku..
Bukan masa laluku...
Jika kau izinkan... aku tak akan keberatan membagi semua tentang aku.
Hanya kuminta.. tetaplah ada di masa kini... karena di masa inilah aku ada kini bersamamu..

"Vie.... kau baik-baik saja??," tanya Mbak Anis yang seharian memang tak kukabari apa-apa.
"Baiik... Mbak, membaik sajalah.....  Aku tak pernah benar beristirahat," Aku sambil tersenyum dan menahan kesakitanku.  Aku tak ingin orang yang menyayangiku ini memiliki kekhawatiran yang berlebih.

Maaf yaa... Mbak, tak ada niat menutupi semuanya, bisikku dalam hati.

"Oke... jangan lupa makan dan minum obat yaa.. Vie," ingatnya padaku yang sering melewatkannya.
"Baik.. Mbak... makasiyy....," tutupku di ujung percakapan tetap dengan keceriaanku.
"Besok aku siaran yaa...??
"Vie... lihat kondisimu.. besok yaa...??  Jangan memaksakan..."
"hehehehehe... oke.. oke.." jawabku dengan tawa renyah.

Di ujung malam ini...
Kuterhenti hati ini dalam titik nadir... untuk kembali ke horizon pagi yang penuh keceriaan (lagi).
Semua yang kutuliskan...
Untukmu...
Kekhawatiran dan ketakutan itu selalu ada menghantui diriku, jika kurasakan sesuatu.. tentangmu..
Selalu ada...  Tak pernah kusampaikan.  Kejujuran yang baru kemarin kusampaikan pada Dy.
Walau coba kuhilangkan dengan mengatakan "He'll be fine.. always be fine... Vie", seperti apa yang selalu dikatakannya.   Hmmmm.... Saling percaya sajalah... Vie,,


Perkenankanlah... Vie yang telah berdamai dengan masa lalu ini... 
Terus kau izinkan..  menemanimu.. Dy,
@Impian

Monday, June 10, 2013

@"Here Without You"_ Three Doors Down



A hundred days have made me older
Since the last time that I saw your pretty face
A thousand lies have made me colder
And I don't think I can look at this the same
But all the miles that separate
Disappear now when I'm dreaming of your face

I'm here without you, baby
But you're still on my lonely mind
I think about you, baby
And I dream about you all the time
I'm here without you, baby
But you're still with me in my dreams
And tonight it's only you and me

The miles just keep rollin'
As the people leave their way to say hello
I've heard this life is overrated
But I hope that it gets better as we go

I'm here without you, baby
But you're still on my lonely mind
I think about you, baby
And I dream about you all the time
I'm here without you, baby
But you're still with me in my dreams
And tonight, girl, its only you and me

Everything I know, and anywhere I go
It gets hard but it won't take away my love
And when the last one falls
When it's all said and done
It gets hard but it wont take away my love

I'm here without you, baby
But you're still on my lonely mind
I think about you, baby
And I dream about you all the time
I'm here without you, baby
But you're still with me in my dreams
And tonight, girl, its only you and me


Aku tak pernah membayangkan.. satu hari tanpa mendengar kabarnya, bisikku dalam hati hari ini.  Rasanya ada yang hilang.  Ternyata.. ada bedanya...
Lagu yang sekarang mengalun jadi penutup siaranku malam ini, membuatnya berbeda.

Mas Pranoto dan Mbak Anis.. tersenyum simpul.
"Sudah move on-kah... Vie?," tanya Mbak Anis sambil menepuk pundakku.  Aku yang tengah membereskan tas dan memasukkan netbook, hanya bisa menjawab pertanyaannya dengan senyuman.

"Iiihh... kepo deeh... Mbak Anis sama Mas Pranoto.  Ga bisa lihat Vie tenang.... sedikit," keluhku.
"Eeeh... kami senang kok.. Vie," kata Mas Pranoto, jadi kan... suaramu jadi lebih hidup," lanjutnya.

"Oke.. oke... lihat sajalah lagi nanti yaa..  Pasti kalian orang pertama yang tahu," pastiku.
"Aku jalan dulu.. yaa.. Mbak.. Mas," pamitku.

Dan, di sinilah aku, di jalanan Bandung.  Kembali kuputarkan lagu "Here Without You" yang mengisi relung hatiku.  Ada sedikit sakit, di sini.. entah di ruang mana dalam hatiku.  Tapi terselip pula rindu yang memang selalu ada untuknya.

Yang tak pernah kufikirkan adalah... sebuah kenyataan yang rasanya tak terbantahkan bahwa kebersamaan persahabatan yang sudah berjalan hampir dua bulan ini, memang menyisakan rasa yang teramat dalam.  Sangat menyentuh..

Kuputuskan untuk berhenti sesaat di Nanny's Pavilion, untuk meredakan kegelisahan karena memang menunggu kabarnya.  Mencari sofa yang enak... hingga aku bisa melanjutkan tulisanku.  Memesan Chocolate Pancake saja.. walau aku ingin memesan Blueberry Pancake yang pernah Dy pesan di sini.  Hanya... aku ga akan sanggup mencium aroma ice cream vanilla, yang menjadi toppingnya.
Waktu aku ke tempat ini, bersama Dy... kupaksakan menahan aroma susu yang tajam dari ice cream vanilla.  Dan terpaksa kuhentikan.. karena mual.  Aku memang tidak menyukai susu sejak kecil.
Appricot Lemonade, tetap jadi juara di hatiku.. mengingatkanku pada masa kecil yang memang indah.

Aku duduk sendiri.. memperhatikan keadaan, menerawang membayangkan perjalananku ke sini yang memang tak mudah, karena terhadang kemacetan yang memarah.  Sekarang.. hari Minggu bukan hari yang menyenangkan untuk menghabiskan waktu bersantai.  Sebaiknya memang di rumah.

Tapii... setelah tadi ada penyiar yang berhalangan hadir, yaaa... sudahlah, kuambil kesempatan itu.  Sekedar untuk membuang kejenuhan yang memang menyergap hatiku.
Aku benar merindukannya.  Bagai merindukan oksigen untuk mengisi paru-paru hatiku.
Menuliskan ini, untuk melepaskan apa yang menyesakkan dalam dada.

Maaf.. yaaa... Dy, jika aku merindukanmu lebih dibandingkan yang seharusnya.. Aku tahu, aku pernah mengatakan "never say it again... #maaf yang berulang-ulang", tapi kali ini rasanya aku memang harus melakukannya.
Merasa... mungkin tak seharusnya kulambungkan kerinduan dan rasa yang kumiliki ini di langit jiwamu.
Tapi.. aku memang belum pernah membahas ini denganmu langsung.  Maka jika nanti kita bertemu, ingatkan aku untuk melakukannya.. Dy.

Perlahan kunikmati menu yang kupesan, melihat tempat yang kami duduki ketika datang ke tempat ini.  Aaaaahh.... kerinduan itu teramat sangat terasa.  Masih jelas terbayang, bayangan kami duduk berdua, sangat dekat.  Dan malam itu kukatakan jujur, Dy terlihat berbeda..

"Beda gimana.. Vie?," tanyanya.

"You look so mature and hansome.. Dy.  It didn't mean that you're not handsome before, just look different," kataku, kebiasaan yang tak mudah hilang, karena jika mengungkapkan perasaan 'lebih', selalu menggunakan bahasa Inggris.  Bukan merasa sok bule, tapi rasanya lebih tepat dan kaya makna.

Aku pun refleks menyentuh pipinya.  Dan tak bosan menikmati wajahnya malam ini.  Memandangnya. Tetap melakukan yang biasa kulakukan.  Mendekapnya erat, dalam perjalanan pulang menembus kegelapan malam.  Keindahan yang (benar) tanpa jeda ruang dan waktu.

Itu ketika aku bersamanya.  Sangat berbeda dengan kondisiku kini.  Hanya sendiri, menikmatinya sendiri.
Gelisah.  Terus menatap layar monitor netbook dan HP, menunggu.....
Aaaarrgghh.... menanti itu bukan masa yang menyenangkan untuk dilalui.

Aaah... sudahlah.  Kunikmati saja sisa hari ini, dan tetap menanti kabar darinya.
Dua hari ini memang kubiarkan mengalir tanpanya.  Mencoba menepikan hari dan kuisi dengan kegiatan yang biasa kujalani.. sendirian.  Karena memang aku hanya sahabatnya, yang saling menjabat hati.
Kami tetap punya kehidupan yang harus dijalani sebagaimana mestinya.
Berdamai... itulah kata yang bisa mewakili keadaan yang harus kupilih untuk menguatkan hati melalui sisa hari ini.

Walau, kunikmati hari ini tanpanya, tak sedetik pun, aku luangkan tanpa berhenti mengingatnya.
Maka lirik lagu yang mengalun di telingaku ini, benar mewakili perasaanku.  Tak terbantahkan.. jika aku selalu memimpikannya.  Bisa mendekapnya... adalah hal terindah yang bisa kujalani.

Hari ini pun... aku bisa memasak dengan ditemaninya.  Bingung?  Maksudku.. bersama aroma parfum yang selalu digunakannya, yang teramat melekat di jaket coklatku.  Yang kini pun aku kenakan..
Aku sendiri heran, kenapa aromanya begitu lekat, dan tak hilang berhari-hari.  Mungkin memang mewakili kerinduanku yang teramat lekat pekat.  Sepekat coklat yang hadir di pancake yang kumakan.
Andai.. aku bisa bersamanya di sini..., bisikku lirih, mungkin tak akan sesepi ini.
Bisa tertawa bersamanya sepanjang hari, adalah kenikmatan yang jarang kurasakan.

Berulang kali ia mengatakan "no" untuk permintaan maaf yang kuketik dalam SMS atau YM.
Aku hanya ingin mengatakan, jika kerinduan yang kuhadirkan baginya terlalu berlebih (menurutnya), seharusnya Dy bisa mengatakan "no" juga.

hmm.... akan kukatakan jk itu trjadi..k?

k.. thx.. Dy,

klw mmg drmu rindu terlalu banyak (utk ku) & aku diam..artinya... rindu ku jg sama bnyak nya.,jd 
ga ada yg berlebih.. gmn?

k.. deal!  makaasiyyy....  Dy 

ur wlcome

Itulah bentuk komunikasi yang biasa kami lakukan.  Jawaban yang jelas, dengan makna yang sama-sama kami mengerti tegas.  Semua dilakukannya sebelum memasak.
Well, rasanya... baru kali ini aku berkenalan dengan pria yang senang memasak.  Benar melengkapi kesempurnaannya.
Jadi... jika ada wanita yang menolak kehadirannya.. Aaah, pastilah mengalami kram otak, karena ia akan benar-benar merugi, bisikku sambil tersenyum.

Menantinya... lagi, dengan menulis, itulah caraku mengisi hari Dy.., pernah kukatakan itu padanya.
Maka... menulislah aku, merangkai kata-kata dalam kalimat yang kemudian tersusun di paragraf, mengalirkan cerita yang tak bosan kubaca.  Aku tak berharap muluk untuk apa yang kulakukan.  Karena aku sudah cukup banyak menyaksikan pengkhianatan berbentuk persahabatan yang penuh kepura-puraan.  Menikam dari belakang, menggunting dalam lipatan.  Itulah alasanku, selektif memilih teman dan sahabat.

Dan.. ingin sekali, satu saat nanti... akan kujadikan kumpulan cerpen yang terbukukan. Pasti..., janjiku menyusun mimpi baru.

Sudah sore...
Maka kulipat netbook, menghabiskan makanan lalu menutup dengan meneguk minuman.  Bergegas menuju kasir, untuk membayar.  Mudah-mudahan tak terjebak kemacetan, kataku dalam hati.  Dan, otakku pun berputar untuk segera menentukan jalan pulang tercepat.

Assalamu'alaikum...

Sepi.. tak ada yang menjawabnya seperti kehidupan yang biasa aku jalani.  Membuka pintu kamar, di kos ini.  Yaa... tempat yang memang kutempati setelah memutuskan untuk hidup sendiri lagi.  Meninggalkan kenyamanan yang sudah lama kubangun.  Aku belum mengatakannya, pada siapa pun.. termasuk Dy.  Karena kufikir.. biarlah waktu sembuhkan lukaku dulu, baru kukabari keputusanku ini.

Kurebahkan badan sejenak, setelah membuka netbook dan menanti bootingnya selesai.
Sambil menatap langit-langit kamar, air mata menitik perlahan.
Tak berapa lama... Dy menyapaku.  Sudah selesai masak rupanya...

Situasi ini terasa seperti masa-masa kuliah lagi.  Dan pernah terbayangkan ada di level ini lagi, situasi ini lagi.
Kembali sendiri.  Menjalaninya benar-benar sendiri.  Meninggalkan kehidupan yang telah terjalani selama ini.
Biarlah....

Tanpa kata yang banyak, kututupi perasaan yang berkecamuk ketika berbincang dengannya kini.
Hanya ingin meninggalkan pesan terselubung di sini.

Bahwa...
Semua yang pernah terjalani ini, memang menghadirkan hidup baru.  Walau kuyakin... kami akan melanjutkan hidup dan mimpi yang (mungkin) berbeda.

Maka, jika itu terjadi...
Aku akan menjalaninya dengan caramu saja... yaa Dy.
Kumohon (benar) padamu untuk hal ini.
Tetap mengalirkan keindahan waktu seperti ratusan jam yang pernah kita nikmati bersama, serta kilometer yang telah dan akan kita lalui.  Tak perduli apa yang nanti terjadi... biarkan saja waktu yang akan menjawabnya.

Kesendirianku kini... akan menutup mimpi buruk, pengorbanan yang (harus) kubayar untuk melanjutkan mimpi yang akan kuretas.  Usai sudah perjalanan masa lalu yang memang akan kutinggalkan di belakang.
Tak ingin meninggalkannya dalam kemarahan, mencoba berdamai dan hidup berdampingan saja.

Mawar memang tak mungkin tumbuh di tegarnya karang.
Tapi jika ia tumbuh di sana, hanya kekuatan takdir Tuhanlah yang menyemai benihnya, dan mengizinkan semua itu terjadi.

Dan.. jika jumlah rinduku dan semua rasaku padamu... Dy, sama dengan rindumu dan semua rasamu padaku... izinkan saja aku ada.  Biarkanlah semua tetap ada di tempatnya, tanpa mengganggu kehidupan yang telah kau miliki sebelum mengenalku.

Tetap lambungkan angan dan mimpimu, kemana pun akan kau lakukan itu.
Karena jika kutambahkan mimpi dan anganku kini, tak akan sama banyak dengan jumlah mimpi, angan dan cita-citamu.  Maka... kembangkan layarmu, kepakkan sayapmu... dan terbanglah kemana pun kau inginkan itu.

Dan...
Tetaplah jujur... untuk katakan.. jika apa yang kuinginkan ini, terlalu (lebih) dan teramat banyak (menurutmu).
Percayalah..
Kau tetap ada dalam fikiran dan jiwaku, terdekapmu lekat... sepekat coklat yang kumakan tadi di Nanny's Pavilion.  Semanis Brown Sugar yang ternikmati di Kopi Ireng.  Atau sesegar salad yang kita nikmati di SG7.  Bahkan semenantang Kopi Joss di Angkringan..

Well...
Perjalanan yang indah dalam petualangan kita.. yang tanpa batas ruang dan waktu ini..
Memang (hanya) milik kita kan??

(Terpaut dalam kerinduan yang menjadi kertas, dengan tinta kasih, 
untuk mengukir perjalanan hati)



Sunday, June 9, 2013

@BANDUNG VIEW'S NIGHT


Aku terdiam menyaksikan pemandangan yang begitu ajaib di depan mataku.
Apa yang ingin kubagi bersama Dy.. petang ini benar-benar mewujud. 
Penantian selama sebulan itu terbayarkan sudah.

Jika kupasangkan profil Bandung View, karena memang itu yang belum pernah aku lihat semenjak menginjakkan kaki di sini. 
Semua untuk bisa berdamai dengan masa lalu.
Yaa.. berdamai dengannya, bukan melupakan dan menghapusnya.
Aku tak ingin kehilangannya lagi.  Kehilangan waktu untuk mengertinya. 
Terlambat untuk menyadari bahwa keberadaannya memang bermakna dalam hidupku kini.

Aaahhh... Cinta itu persahabatan.  Semakin kau mengenal seseorang, maka izinkanlah rasa itu menemani perjalanan kalian.

Itulah sepenggal kalimat yang kubaca di novel yang kubawa untuk menantinya.

Pukul 14.00
Aku berjalan dengan langkah yang bergegas, karena agenda yang telah kususun berantakan.  Kemacetan yang menghiasi Bandung, karena long week-end ini memang selalu menyiksa.
Hanya bisa ke ITB saja akhirnya, bisikku menghibur diri.  Karena dari semua rencana yang kususun, setelah selesai siaran pagi hari ini, tujuan utamaku memang ke sana.  Selebihnya hanya rencana yang mendadak saja.
Hahaha.. aku memang orang yang tak pernah terlalu detil.

Begitu keluar dari ITB, kulihat kemacetan yang menyergap kota Bandung begitu parah.  Maka kuputuskan untuk tidak melanjutkan rencanaku selanjutnya.
Dago adalah tujuanku, mencari tempat yang telah aku searching di internet untuk bisa menyaksikan Bandung View dan sunset.  Sementara Dy memang belum tahu itu.  Aku memang merencanakan kejutan untuknya.

Aku tak ingin mengganggunya terlalu banyak hari ini, karena yang kurasakan.. seperti ada hal yang mengusik pikirannya.  Mungkin.. itu hanya perasaanku saja.
Taapiii.. hari ini, rasanya.. ada perbedaan dari caranya berkomunikasi denganku.
Aaahh... sudahlah.. kutepis semua pikiran negatif tentangnya.
Mungkin banyak pekerjaan, kuputus semuanya.


Jaadii.. masih di ITB ini teh??  SMSnya masuk mengaburkan lamunan yang sesaat mampir.
Ga.. jalan.. jawabku pendek.

Aku memang sedang berjalan menyusuri jalan setelah terminal Dago.  Aku cukup familiar dengan daerah ini.  Namun pengalaman tersesat dua kali, untuk menemukan tempat yang kami inginkan itu menjadi pelajaran yang luar biasa.  Dengan flat shoes, kesukaanku, aku melangkah ringan.  Aku memang bukan tipe girly yang hobi menggunakan high heels.

Walau pernah Dy berkomentar.. Cewek banget yaa.. sepatumu ini, ketika menyadari model flat shoes yang sebenarnya telah sering aku kenakan.
Hahahahaha... baru nyadar gitu.. Dy.  Walau seringkali aku mempertanyakan kewanitaanku, seleraku tetap cewek kok. Kadang.. jawabku sekenanya.

Dy selalu tersenyum simpul dan menatapku hangat.   Aaah.. tatapan itu yang teramat aku suka.
Banyak kehangatan yang disampaikannya untukku di dalamnya.  Membuatku sejenak melupakan semua gundah yang menggelayut.

"Mau kemana... Teh?," tanya wanita muda yang mendengar pertanyaanku pada pemuda yang tengah menanti angkot.
"Ke Bukit Dago Pakar.. Teh.  Ke Kafe Kopi Ireng," jelasku.
"Waaahh.. naik angkot saja.. masih jauuhh...." Ia seperti menangkap kegilaan yang akan kulakukan.
"Iyaa.. sihh.. Teh, cuma memang trauma.. nyasap wae, ga ketemu...," kataku malu.
"Udaah.. naik saja angkot ke arah Ciburial.  Minta ke sopirnya untuk diturunkan di mana... sebutkan.  Bayarnya dua ribu.." Ia menjelaskan dengan rinci.
"Hatur nuhun... Teh." dan kemudian ia menghilang di gang menuju rumahnya.

Waaduuuhh... sudah 30 menit berlalu, keluhku... menanti angkutan yang tak kunjung datang.
Aku memang melihat... angkutan itu selalu penuh.  Maka mengisi waktu untuk menjawab SMS Dy yang sesekali masuk.  Mungkin ia cukup khawatir, akan tujuan yang belum aku ceritakan menjelang bubaran kantornya.  dan aku memang berjanji belum akan menjelaskan alamatnya, karena harus kutemukan dulu.

Aaahhh... itu dia, hampir angkot penuh jurusan yang kutuju terlewatkan.
Menaikinya dan dengan siaga, melihat jalanan, untuk tak lengah agar perjalanan ini tak sia-sia.
Dan... semua deretan Kafe yang memang aku tahu dari internet, mulai terlihat satu persatu.

Maaanaaa.... aku sudah mulai resah, karena takut tersesat lagi.  Dan sudahlah... jika tak ditemukan.. tinggal ikut angkot ini lagi dan mengganti tujuan, hiburku.

Tiba-tiba... kulihat logo yang sangat kukenal.. bangungan yang berbentuk Rumah Joglo yang khas, dengan tangga batu yang cukup terjal, dan membutuhkan upaya keras untuk sampai di terasnya.

Kiirii... kataku pada supir angkot.
Akhirnya...
Pukul 14.30, kulirik jam tanganku.. dan sejurus melihat spanduk yang menuliskan jam buka Kafe ini.
Ooaaalaaahh.. untung tadi ga sampai terlalu cepat, karena Kafe ini memang baru buka.

"Berapa orang.. Mbak?," tanya ramah pegawainya.
"Dua orang... tapi masih menunggu..pulang kantor," jelasku.
"Ke balkon di sebelah kanan... Mbak.."

Aaaahh... balkon, memang itu alasan aku sampai lebih cepat.  Agar bisa mendapatkan tempat duduk di sini.
Segera kulemparkan pandangan, menyapu pemandangan indah Bandung di siang menjelang sore itu.   

Aaahhh... Dago telah tersaput mendung dan kabut..

Yaa Rabb... izinkan kali ini,  jika Kau turunkan hujan.. maka buatlah saat ini.  dan cerahkanlah.. cuaca malam nanti,  sepotong do'a yang terpanjatkan.

Sambil meminum Jahe Pletok dan Mix Omelette yang hangat kuisi waktu menunggu Dy.
Jarak yang cukup lumayan ia tempuh dari kantornya.  Taapii... worthed lah.

Dy.. aku benar-benar liat Dago view.
Liat Dago View? dari bawah dong? dari Pasopati?

Bandung View... @Kopi Ireng Bukit Dago Pakar 1

Jadi.. nanti aku ke sana?

Kalau dirimu mau.. kalau ga.. memangnya bisa maksa...
(jawaban ini kulontarkan untuk melepas keraguan yang kurasakan hari ini... sebenarnya Dy..)

Gimana siihh... dirimu teh? protes Dy melalui SMSnya merespon keraguanku.

Sambil memberikan arahan yang sejelas-jelasnya untuk tak membuatnya tersesat lagi, lalu kujawab protesnya dengan memohon.. datanglah.. deeh yaaa..

Dy,
Jika kau tahu... saat menunggumu itu.. semua rasa benar-benar membuncah, mempertanyakan semuanya.  Apakah kau akan datang.. karena memang hujan mengguyur deras.  Aku menuliskannya dalam catatan dengan tulisan tangan, karena memang tak kubawa netbookku.
Huuufttt.... betapa waktu menunggu itu melelahkan, keluhku sambil mendengarkan lagu melalui HP dengan headset, yang tiba-tiba mati mendadak ketika adzan Ashar berkumandang.  Mungkin memang itu yang seharusnya aku lakukan.

Pukul 17.10
Kulihat kau memarkirkan motormu, dan aku masih menghiasi buku catatanku dengan sentuhan gambar-gambar kecil, untuk mengisi waktu.  Maka aku pun menunggumu.. (lagi)..
Telah kupesankan Jahe Pletok, untuk bisa langsung menghangatkan badanmu yang mungkin... akan kedinginan menembus hujan.
Walau jika kuberikan dekapan... pasti lebih hangat yaa...
Hahahahaa... tawaku kecil sendiri memecah kebekuan hati yang dingin, terguyur hujan lebat tadi.

Tawamu memecah kesunyian yang sejak tadi melingkupi hari, mungkin kau fikir bisa mengagetkanku.
Sudah tahu kookk... kalau sudah datang... kataku sambil tersenyum, kelihatan...

"Ini untukmu... biar hangat..., menunjuk gelas yang ada di atas meja, Pesannya tunggu diriku yaa... mo sholat Ashar dulu.," jelasku sambil meninggalkannya menuju mushola di belakang Kafe.
Kutinggalkan notes kecil yang selalu kubawa, dan novel di atas meja yang memang sedikit berantakan.
Di sana kutuliskan.... tentangnya,

Tepian Waktu

Hujan yang mengguyur..
Memang dingin..
Tapi, jujur..
Belum pernah kulihat seindah ini..
Ingatkan aku, 
Yang begitu sarat dengan luka dan cerita,

Menepilah sang waktu,
mengantarku ada di sini...
Dan ada 'Bintang'


Menatapmu dengan tatapan nanar,
Dalam jiwa yang rapuh..
Ada sepenggal do'a yang tak pernah ku katakan..


Aku hanya ingin meniti hari..
Detik-detik yang indah denganmu..
'ntah apa yang terjadi..
Hanya damai yang kuinginkan kembali (lagi)..
@Kopi Ireng
'Dy 'n Vie'
07/06/2013



Telah kutuliskan banyak perjalanan pahit dan kegundahan jiwaku pada Dy, sahabat yang selalu menemaniku kini.  Tapi... hari ini.. aku memang berjanji.. pada diriku sendiri.   Hanya akan menghadirkan keceriaan baginya.  Untuk menemaninya. Menyaksikan... tujuan awal perjalanan yang telah kami sepakati bersama.
Yaa... kami memang punya banyak cerita manis untuk mengawali atau mengakhiri hari-hari yang terjalani.
Mengalir saja.. begitu indahnya..
Karena.. walau tangan kami selalu menggenggam erat menahan rasa yang selalu membuncah, tapi seolah tanpa kata.. kami saling berjanji untuk belajar saling mengerti dan menerima apa adanya saja.

Seperti hari ini..
Kami menjalaninya masing-masing... dan aku mengikuti apa yang dikatakannya tanpa beban.. untuk menjalani hari ini untuk beristirahat di rumah saja. 
Seolah bisa ia baca bahwa kemarin malam... walau bisa memandangi keindahan malam..  Fisikku belum berapa kuat menjalani hari.  Namun. mungkin yang ia tak ketahui...
Walaupun liburanku kali ini... tak kujalani dengan istirahat yang lengkap, karena banyak panggilan mahasiswa yang membutuhkan konsultasi padaku.  Namun di ujung harinya.. selalu ada keindahan yang menutup.
Keindahan yang luar biasa begitu banyak, hingga takkan mungkin tercatat di sini... Cukup di hatiku saja.


Aku memang benar-benar berjanji pada diriku.. untuk mengajaknya menemaniku melihat keindahan ini.  Ditemani kopi kesukaan kami.  Suasana yang terasa begitu...  romantis.

Lekat kutatap punggungnya.
Aaah... selalu kurindukannya, tak henti, bisikku.
Dan kemudian kudekati untuk mengajaknya berbincang.  Hangat.. semua perbincangan yang kami lakukan.

"Lunas yaa... Dy.  This is our first destination.  Leeegaaa...... banget untuk bisa mewujudkannya," ujarku menepuk punggungnya.  "Ga nyangka yaa.. indah bangeet.  Rasanya ini sama dengan pemandangan yang kita dapatkan jika pergi ke Bukit Bintang."

"Yaa..," jawabnya singkat, sambil sejurus kemudian menyentuh lembut pundak dan mengusap kepalaku, lalu menyentuh pipiku.

Aaaaah... Dy, tahukah kau... aku selalu sekuat tenaga menahan airmata ketika kau melakukan semua kebiasaan yang "teramat manis" itu.
Kenapa.. semua yang kau lakukan padaku itu, selalu jadi pengalaman pertama bagiku.
Walau telah banyak cerita yang kulalui dalam hidupku.  

Maka tak ingin aku menjalani apa yang terjadi.. sedetik pun, seperti yang tertuang dalam lirik "Setelah Kau Tiada" dari Cakra Khan, yang tadi kuputar berulang-ulang.

Yaa.. penyesalan memang akan hadir, belakangannya.. setelah semuanya terjadi.
Karena kalau di awal, maka namanya bukan penyesalan, tapi pendaftaran kan?
Itulah sebagian gurauan yang kusampaikan ketika memberikan tutorial atau konsultasi pada mahasiswa yang menghubungiku.
Maka takkan kubuang masa... untuk tak pernah menyadari makna kehadirannya dalam hidupku.
Selalu kuingat... bahwa Dy..
Akan selalu menjadi udara yang kuhirup, untuk mengisi ruang rindu hatiku.

Mas Pranoto tadi sempat tersenyum geli.. karena aku meminta lagu itu diputar sebagai lagu pembuka, dan kemudian ia pun mendengarkannya kembali di HPku.  Dari syairnya, kita bisa memahami, betapa berat hidup dengan rasa penyesalan.  Dan aku tak mau menjalani hidup seperti itu.. tak sedetik pun... apalagi bersama Dy..

Tak sempat ku mengerti
Kau tunjukan arah saat ku tersesat
Beri cahaya saat ku sendiri dalam gelap
Namun waktu tak pernah rela menunggu
Hingga akhirnya kau pun pergi

Terlambat ku sadari kau teramat berarti
Terlambat tuk kembali dan tuk menanti
Kesempatan kedua yang tak kan mungkin pernah ada
Baru ku teringat kau hembuskan angin
Saat ku bernafas 
Siramkan air saat aku dalam kekeringan
Namun tak pernah aku hiraukan semuanya
Hingga kini pun kau tiada

Terlambat ku sadari kau teramat berarti
Terlambat tuk kembali dan tuk menanti
Kesempatan kedua yang tak kan mungkin pernah ada
Biarkan ku hidup dalam penyesalan ini
Sampai nanti kau akan kembali
Terlambat ku sadari kau teramat berarti
Terlambat tuk kembali dan tuk menanti
Kesempatan kedua yang tak kan mungkin pernah ada

Terlambat ku sadari kau teramat berarti
Terlambat tuk kembali......
Dan tuk menanti
Kesempatan kedua yang tak kan mungkin pernah ada
Yang tak kan mungkin pernah ada 


Sejenak kuhentikan ketikanku ceritaku.. untuk mengambil jaket coklat kesukaanku.  Ini kulakukan karena memang kurasakan lagi dingin menggigilku.  Seharian ini... kurasakan lagi sakitku.
Hmmmm... ada parfum Dy yang cukup melekat di sana.
Dan jaket inilah yang baru bisa membuatku benar-benar terlelap ketika terkapar seharian penuh hanya tidur manis sepanjang hari kemarin.  Terasa terdekap hangat dirinya.

Sejenak terlelap.. karena kurasakan kelelahan jiwa yang luar biasa.
Ingin benar-benar menutup perjalanan kali ini, dan bergerak maju, melanjutkan hidup.
Biarlah.... berjalan dengan apa adanya saja..
Dan lalu bangkit... coba selesaikan tulisan ini.
Mencoba merangkai kejadian yang memang layak untuk dikenang.
Dan melambungkan angan serta lamunan...jauh ke awan biru.

Sedang apa dia kini... yaa... tanya yang kutitipkan pada angin.

Dan waktu melesat tanpa gerak... lama sekali kini, fikirku..
Tak seperti kemarin..  Yang serasa begitu singkat, walau ketika kutuliskan kini.. ternyata banyak sekali perjalanan manis yang mengisi relung hati.

"Hahahahaha... ada lagi tidur manis.. Vie,"  Dy tertawa lebar untuk istilah yang kugunakan untuk menceritakan kondisiku sepanjang hari kemarin.
Sambil mengusap kepalaku.. dan lalu tangannya turun menyentuh pipiku.

"Yaa.. apa coba istilah yang tepat.. Dy..  Aku bukan orang yang jarang duduk manis, karena mobilitasku yang tinggi.  Diam bagiku adalah separuh mati.  Maka ketika harus menikmati sakit, dan bisa berbaring sepanjang hari.. kukatakan saja itu tidur manis," jawabku sekenanya.

Kami terus menyaksikan pemandangan indah yang terhampar di hadapan.  Keindahan nyata yang selama ini hanya bisa disaksikan melalui gambar yang kuunduh dari internet.
Sesekali kuusap punggungnya dan melingkarkan tangan memeluknya.
Hhhmmmmm... ingin rasanya benar-benar menghabiskan malam di sini.

"Enak yaa... Dy.  Punya rumah di sini.. karena bisa selalu menyaksikan keindahan ini." 
Kukatakan itu sambil menyandarkan kepala sejenak di bahunya.   Aku sangat menikmati bahunya selama ini, sepanjang perjalanan kedekatanku yang mengalir bersamanya.  Yang selalu kurasakan hangat mengalir dalam darahku, menembus relung kalbu.

Ketika duduk di kursi yang dipilihkannya, pun ia terus memberiku kenyamanan yang menurutnya [harus] dilakukan.  Belum sempat kutanyakan memang ketika ia menuliskannya semalam.

Beratnya mengakhiri malam, terus menemani perjalanan pulang kami.
Ide yang dilontarkannya untuk melepas helm, kuikuti dengan tawa lepas.
Benarlah....
Menikmati dinginnya malam, bersama...
Secara bebas menikmati kesempatan mengusap lembut kepalanya dan  .... setelah itu hanya......keindahan tanpa kata.... terus mendekapnya, membelah malam.
Seperti biasa Dy mengantarku pulang.. memastikan bahwa aku baik-baik saja.
Selalu memberi kesempatan padaku untuk merasakan menjadi wanita yang terlindungi saja.. dan bukannya sebagai  wanita lemah..


Aaahhh..... rasanya tak cukup kata dan kalimat yang kemudian bisa kususun dalam paragraf dalam cerita yang kutuliskan kini.  Terlalu banyak keindahan dan terasa amat manis... walau "ga giung"... Dy..

Tersenyum simpul ketika ia mengatakan itu...
Dan ketahuilah... senyum itu yang selalu hadirkan kupu-kupu kerinduan, kunang-kunang penerang dan setetes embun kehidupan... di langit jantung jiwaku.

Benar Dy..
Aku sendiri.. tak mengerti, mengapa banyak keindahan yang terjalani yang memang baru pertama aku rasakan dalam hidupku.
Mungkin... itulah salah satu bentuk keadilan yang ditunjukkan Alloh SWT padaku.
Membuatku tak henti bersyukur menemukanmu.. seperti tertuang dalam Perahu Kertas.
Kehadiranmu menghiburku dengan segala perjalanan waktu yang manis, di antara kepahitan yang ada.
Melengkapi waktu dengan suka, yang terkurung duka.
Merangkai bunga keindahan, di antara onak duri.

Bagaikan.... do'a-do'a yang terjawab.. seperti yang kutemukan dalam buku "The Answered Prayer".

Maka..

Dy,
Tetaplah saling mengerti, berjalan apa adanya dan terus berkomunikasi dengan manis..
Semanis Brown Sugar (gula merah yang tak merah... dalam gurauan kita), dan tetap terasa enak.. walau bercampur Black Cappuchino yang kunikmati semalam.  Dan seindah Zigzag Cappuchino yang menggambarkan perbedaan nyata.. namun menyatu dalam rasa.

Jika kita sepakat bilang rasa yang sesungguhnya tak mudah didapat..  perlu ada pengorbanan dan perjuangan... maka itulah yang disampaikan Budi Doremi dalam Cinta Nusantara, maka jarak yang terbentang tak akan membatasi semuanya.
Tuliskan saja semua cerita yang takkan kita lupa dengan indah, terucapkan atau tidak bersama di bawah langit senja.
Kita nyatakan saja pada mereka...

Rasa inilah kesejatian Persahabatan Hati, yang kemudian menjabat indah keseharian lewat detik-detik kehidupan yang terjalani.  Menggusik renungan yang menggeliatkan hati, mengulang kenangan... saat Cinta menemui Persahabatan.

Di siang dan malammu..
Rindumu... selalu memanggil namaku.
Semua yang terasa ini akan kutumbuhkan di keabadian..., 
Karena aku tak pernah pergi selalu ada dalam hatimu, 
seperti dirimu yang selalu kembali di sini... di hatiku.
Semua sentuhan keindahan yang terasakan ini... 
benar-benar menyentuh lembut hingga ke sukma.
Mengalirkan kehangatan yang takkan lekang oleh jeda ruang dan waktu...

Dan...
seperti yang pernah kau ketikkan pesan seperti lirik lagu itu...


Aku tanpamu Butiran Debu....


(Kenanglah semua dalam dekapan kenangan tanpa akhir.... #selaludisini)