Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Sunday, June 30, 2013

THE IMPECCABLE FRIEND of MY HEART


 Sepagi ini kerinduan itu telah muncul lagi.  Rasanya baru 8 jam yang terlewati tanpa Dy.  Tapi... rasanya memang tak pernah mudah menjalani hari tanpanya kini.  Belum pernah aku merasakan begitu terperangkap di rasa kangen tanpa jeda seperti sekarang pada siapa pun.
Hhhmmmmmhhh... hela nafas panjang ini, untuk meringankan hatiku.

Well,
Dy adalah sahabatku.  Kukenal ia sejak hampir 2,5 tahun lalu.  Namun baru dekat, berbicara akrab sejak Maret tahun ini.  Itu pun karena urusan pekerjaan saja.  Hanya berbicara tentang pekerjaan yang akan dijalaninya. Dan beberapa bulan kini, aku baru menyadari batas antara kami tak lagi ada.  Malah hampir tiada hari tanpa menepikan sang waktu sesaat, duduk bersama, menatap bintang, bercerita, dan tertawa.  Semua dilakukan bersama.  Mendekap erat.  Lamunan itu muncul di pagi ini, manakala kerinduan itu melewati batasnya. Kebersamaan yang sederhana saja...
Karena jika difahami, semua itu memang berawal di kesederhanaan rasa.  Pola komunikasi do sampai fa saja.  Itulah yang teramat kusuka darinya.

Dy..
Pribadi yang amat menyenangkan.  Di sikapnya terpancar kedewasaan, hingga di awal perbincangan, aku salah menebak usianya. Uuuppss.. maaf yaa.  Wajahnya tampan, imut dan manis.  Innocent, lugu, gentle, tulus dan apa adanya.  Dy.. Perpaduan fisik dan karakter yang sempurna.. kan? 
Dan yang selalu kukagumi darinya hingga kini adalah perhatiannya.... rasa sayangnya.
Semua selalu disampaikan dengan cara yang manis, bahkan menurutku teramat manis.  Perasaannya sangat halus.  Melebihi apa yang seharusnya aku miliki.  Wuuiiihh.... salut deeh, aku memang selalu kalah dalam kehalusan perasaan.  Karena pribadiku yang cuek.  Tapi bukan berarti tidak peka yaa....


Besok.. aku ulangtahun... 
Kalimat itu yang amat kuingat, sebagai titik balik kedekatan kami.
Waah.. rasanya ingin memberikan sesuatu yang bisa dikenangnya.  Tanpa maksud apa-apa.  Aku memang tak terlalu memahami kegemarannya.  Maka, ketika memutuskan membelikannya hadiah, hanya terfikirkan "parfum".  Jadi bukan karena ia "stinky".  Hahahahaha..

Aku memilih untuk memberinya hadiah itu, karena itu hobiku.  Kesukaanku.  Yaa.. aku memang amat menyukai parfum.  Perasaan galau, kacau, sedih, dan bahagia, dapat memendar jika kuhirup dalam aromanya.  Dulu... teman-temanku selalu berkomentar "tidak memiliki kepribadian yang pasti".  Itu karena aku selalu berganti aroma parfum.  Hhhmm... tak apalah, yang penting hatiku tenang.  Walau mereka sebenarnya tak tahu, aku hanya amat mencintai satu aroma parfum saja.  Yang benar-benar menjadi favoritku.

Tapi... tetap saja aku kebingungan ketika harus memilihkan aroma parfum yang tepat untuk Dy.  Karena walau pun aku telah mengenalnya selama hampir 2,5 tahun,  aku belum mengenal pribadinya secara dekat.  Parfum itu identik dengan kepribadian.  Hal yang spesifik dan personal.  Ini masalah "taste".
Huuuufftt.... keluhku dalam hati.

"Mas... parfum untuk cowok yang aromanya segar apa yaa.."
"Ini.. mbak." seraya menyemprotkan sampelnya pada tanganku.  Kuhirup dalam... hhmmmmmh, segeerr bangeeet....  Dan aku suka.  Hahahaa.. biarlah kuberikan apa yang kusuka.   Jujur.. terselip perasaan cemas, apakah ia menyukainya.  Tapi....Bismillah... sajalah.

Ketemu di Griya yaa.. sebelum berangkat ke redaksi PR.
Pesan itu kukirimkan setelah aku menentukan pilihan aroma parfum untuknya.  Tak sempat kubungkus.  Karena jadwalku teramat padat sore ini.  Meloncat dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain.  Bagaikan kutu.  Tapi sesibuk apapun aku.  Ini janjiku.  Berusaha menyempatkan memberikannya kejutan saja.
Dan... menantinya...

Jiiaaahh...
Dy membawa temannya.  Hahahaha... pemalu benar dia.  Aku tertawa tertahan dalam hati.  Tapi biarlah.  Temannya kemudian berlalu memberi ruang untuk kami berbicara.  Sebenarnya aku pun mengenal temannya itu.  Namun rupanya ia enggan berbicara denganku.  Yaa... pengertian. Hahahaa...
Kujabat tangannya hangat.  Berusaha mencairkan suasana.  Karena kulihat ia begitu tegang dan berkomunikasi dengan kaku.

"Haaaii... Otanjoubi omedetou.  Wish you all the best.. yaa?  Maaf hanya bisa ngasih ini..  Ga sempet cari-cari, dan ga tahu kesukaanmu..,"  kataku.
"Terimakasih..."
"Sorry yaa... tadinya, bukan ini yang akan kuberikan.  tapi karena run down waktunya tight banget.. Ini sajalah dulu yaa..? Ga apa-apa kan.."
"Aaahh.. ini juga terimakasih," jawabnya tersipu.  Pipinya merona seperti warna apel Ana kesukanku.
"Yuuk... aah, mau langsung ke redaksi PR."
"Pake angkot?"
"Yaa.. iyyyaa lah... kecuali dirimu mau jadi tukang ojegnya... hehehehehe....."
"Ga bawa helm..." dengan lembut dan tetap malu-malu, Dy menjawab gurauanku.
"Tahu.. makanya... ga minta dianterin.... see you..." kataku melambaikan tangan, sambil berlalu dan menaiki angkutan kota yang kebetulan berhenti di dekat kami.

Ketika itulah.. kulihat pertama kali senyum manis khasnya..
Senyum yang selalu membuatku merindu hingga kini.  Yang selalu membuatku menahan rasa untuk tidak tergoda.  Melakukan yang amat kusuka.  Yang membuatku bisa mengekspresikan rasa.
Aaiiiihhh... sok romantis yaa..

Sekilas kulihat binar bahagia di matanya.  Menunjukkan apa yang kuberikan pada temannya.  Aaahh... lega rasanya.  Dan entah... ada perasaan yang selalu buatku mampu tersenyum sendiri, jika mengingatnya.  Baru kusadari kemudian, itulah titik balik kedekatan kami kini.

Gimana... suka aroma parfumnya? 
Tak sabar memang ingin kudengar komentarnya.  Aku ketakutan jika aromanya kurang sesuai dengan seleranya.  Hingga baru beberapa menit berlalu, masih di perjalanan menuju redaksi PR untuk mengambil data yang aku persiapkan untuk pembuatan proposal penelitian.
Suka.. sangat suka.. Ceesss.... hatiku seperti di siram air dingin, setelah kerontang di padang pasir.
Beneran niihh.. ga usah pura-pura loh.  Tegasku lagi.
Ga.. beneran suka kok.. 

Waktu berjalan dengan sempurna...

Seminggu setelah ulang tahunnya, komunikasi kami membaik.  Tak hanya di dunia maya.  Karena kami selalu bisa bertemu di kampus.  Karena belum pernah ia bisa menemuiku di studio.  Karena memang bentrok dengan jam kerjanya.  Tapi semua itu tak menjadi kendala.  Kami tetap bisa bertemu, kapan pun kami inginkan itu.  Jadi.. begitulah waktu bergulir.  Mengantarkan kami di titik ini, pada komunikasi tanpa batas.

Panggil aku Vie.. yaa.. Dy.  Itu pintaku padanya.
Kenapa..? tanyanya.
Panggilan nama itu kupakai untuk mengingatkanku pada perjuangan seorang wanita untuk mengukuhkan kembali langkahnya ketika terjatuh. Wanita yang kuat.  Yang mewujudkan mimpinya, berjuang sampai titik nyata.  Pantang menyurutkan langkah.  Itu penjelasan yang kuberikan padanya.  Di antara namaku, panggilan nama inilah yang sangat kusuka.  Dan kuingin Dy memanggilku dengan nama itu.  Karena telah dijabat erat hatiku.  Hati yang telah lama terluka, terdiam dan ada di tepian tubir jurang.

Dan.. itu selalu dilakukannya.  Dy memang belajar untuk mengerti. 

Persinggahan yang indah, tetap dengan kesederhanaan perasaan yang dimiliki Dy, menyempurnakan pemandangan yang terhampar di bawahku.  Menepi Dapoer Oma ataupun Kopi Ireng menjadikan pilihan sempurna.  Menyaksikan Bandung di ketinggian di malam hari.  Bagaikan taburan permata dalam kotak perhiasan semesta.  Treasure..

Itu bagaikan Dy dalam hidupku.  He's the treasure of my life.
Bintang yang selalu jadi penerang di kegelapan malam.  Maka... kupanggil Dy dengan panggilan Bintang.
Walau terkadang Tuhan menyembunyikannya.  Agar kita memahami makna kunang-kunang yang selalu menjadikan hidupnya yang singkat untuk menerangi hutan.  Menyediakan cahaya bagi siapa pun yang memerlukannya.  Karena dalam hidup, bukan masalah besar atau pun kecil.  Makna dan manfaat dalam hiduplah yang menjadi esensi keberadaan kita di alam semesta.

Berkomunikasi dengan Dy, adalah hal yang juga menjadikanku berarti.  Belum pernah aku bisa berkomunikasi dengan nyaman pada siapa pun.  Mungkin karena pola komunikasi Dy yang hanya menggunakan nada do sampai fa saja.  Belajar menyampaikan dengan lembut.
Bisa jadi.. Dy sendiri tak pernah menyadari, banyak hal yang kupelajari darinya.

Di Bandung, wisata kuliner selalu jadi destinasi yang menyenangkan.  Hobi ini yang kemudian menjadi kebiasaan yang mengikatkan kedekatanku dengan Dy.  Walaupun itu bukan jadi inti dari apa yang ada antara kami.  Karena tak jarang pula, kami hanya menepi di halte bis kota, walau pun tak hujan.  Atau di bangku bambu di pinggir sawah saja. 
Tak harus tempat yang indah.  Bukan itu inti dari sebuah tempat.  Di mana pun.. selama bersama Dy, buatku selalu jadi kesempatan hidup yang harus disyukuri.   Bisa mendapatkan kesempatan menikmati kebersamaan di ujung hari, ketika kelelahan mendera setelah bekerja, selalu menjadi hal yang kunanti.   Aku dengan segudang kegiatanku, seringkali membuat Dy menungguku.  Semua dilakukannya dengan ketulusan dengan kesabaran di tingkat yang bisa kubilang sangat sempurna.  Tak pernah sekalipun ia mengeluhkan itu.  Yaa... itulah dia.  Penyabar.


Maka....
Ketika kini... begitu banyak tempat yang menjadi kenangan termanis dan terindah yang akan kubawa terbang ke benua lain.  Meneruskan perjalanan mimpiku, meretas sebuah cita-cita.  Seolah melengkapi hidupku menjadi sempurna.  Walau pun perjuangan itu selalu ada ujiannya.  Dan.. kehadiran Dy, membuat jalanku yang terkadang limbung, tegak kembali.  Selalu membuatku bangkit kembali ketika aku terjatuh.  Bahkan menjadikannya orang yang kumintai 'second opinion', ketika otakku konslet.  Aku banyak mendengarkan saran yang diberikannya.  Kekuatan yang diulurkannya.  Semua membuatnya amat berarti.


Aku selalu mencarinya di keheningan.  Baik di siang ataupun malam hari sekali pun.  Mungkin, karena seringkali Dy terlelap lebih dahulu dibanding aku.  Tapi selalu kumaklumi itu.  Kesibukannya selalu dimulai ketika orang masih berselimut mimpi.
Dan aku?  Yaa... aku memang seperti 'nocturnal'.   Malah lebih aktif, jika malam hari.  Kebiasaan begadang ini, kumiliki sejak SMP.  Maka.. mungkin aku lebih sering merasakan perasaan indah karena bisa menemani lelapnya.
Aku memang juga memilih menjadi penulis lepas, untuk menyalurkan hobiku.
Di tengah rehatku, selalu kunikmati alur ide yang mengalir deras, untuk kurangkai dalam kata-kata yang menyusun di kalimat-kalimat.
Yaa... mengalir bagai air yang menjadi perlambang hari lahir kami.
Kami?  Tentu saja.. hari lahir aku dan Dy memang sama.  Tanggal lahir yang sama.  Golongan darah yang sama.  Mungkin itulah salah satu titik keberadaan zona nyaman.  Walau bukan itu yang utama.  Selalu belajar menerima apa adanya, itulah kunci utama dalam semua hubungan... kan?

Yang paling menarik sebenarnya, adalah bagaimana aku yang selalu merasakan "deJa Vu" pada Dy.
Seperti kesempatan kedua.  Pernah menemuinya di masa lalu.  Masa yang aku sendiri tak pernah tahu kapan.  Sampai kini memang belum terjawab.  Tapi biarlah kulempar itu ke hamparan langit kelam.  Ada Bintang.  Di bawah cahaya Bulan.  Jawaban itu akan ada bersama waktu.  Menatap di kebisuan.

Dan...betapa waktu tak pernah cukup buatku.. untuk berbincang bersama Dy.  

Ketika usai tepian waktu di sebuah tempat, komunikasi itu akan berlanjut di dunia maya, karena setelah mandi, aku selalu menuliskan sesuatu untuk menjadi catatan perjalanan waktuku.  Lalu.. jika offline pun,  aku senang menghubunginya lewat pesan pendek.
Kapan pun, kala aku terjaga. Dalam satu malam, seringkali aku terjaga.  Pukul 1, 2, atau 3 dini hari.  Maka ketika itu, walau mataku masih setengah terpejam, akan kuketikkan sesuatu untuknya.  Seringkali... hanya tertulis "Dy......"   memanggil namanya.  Awalnya.. itu hanya hal yang tak sengaja kulakukan.  Karena seringkali, aku ingin melepas kegundahan tanpa hening.  Hanya ingin berbicara padanya.  Namun kini... selalu menjadi refleksku.  Menutup hari dengan rindu.  Dalam tepian waktu yang mengalun bersama irama melodi hati.

Dan,
Malam yang selalu menatap di keheningan, akan menjawab tanya yang pernah kutaburkan di angin dan awan.  Buatku, di antara banyak jawaban yang belum tersampaikan padaku, aku akan menjadikan semua perjalanan ini sederhana saja.
Sesederhana cinta yang belum sempat dibisikkan kayu pada api, yang menjadikannya abu..... 
(tersadur dari puisi Supardi Djoko Damono)

Dy,
Tetaplah jadi sahabat hatiku,
Walau itu kupinta jika itu pun jadi keinginanmu..
Karena aku tak berhak mengikatmu...
Hanya tetaplah di sini.. temaniku,
Bersama... 
Selama kau juga inginkan itu.
 
Dan,
Selalu ingatlah,
Kau punya aku..
Karena aku takkan pernah pergi, 
Selalu ada di sini....
Selalu belajar untuk merenda waktu yang ku punya di kebersamaan denganmu yang sederhana,
Sesederhana perjalanan waktu yang kita mulai bersama.. 
@Jabat erat dari hatiku



No comments:

Post a Comment