Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Wednesday, July 3, 2013

SURAT UNTUK SAHABAT HATI (LAGI)

Menembus batas ruang dan waktu

Di hening malam ini aku masih terjaga..
Menemaninya terlelap di pangkuanku.  Kantuk yang mulai menyergap, tak bisa mengalahkan kedamaian hati untuk sebuah kesempatan melihat wajahnya yang damai.  Sesekali ku usap rambutnya.  Perlahan dan lembut saja, karena takut bisa membuatnya terjaga. Kutahan lama hasrat mengusap pipinya.  Pun juga keinginan untuk mencium pipinya.  Dan kemudian berbisik mengatakan oyasuminasai.. ureshii yume dan aishiteru...
Nanti sajalah..

Gee..
Wajah inilah yang selalu membuatku tak bisa berhenti memikirkannya.  Begitu mataku tertutup pun, sekelebat wajahnya langsung hadir nyata.  Bagai kunang-kunang yang terus menemaniku.  Menembus pekat malam cita-cita.  Melesatkannya di ketinggian angkasa mimpi.  Memendarkan cahaya yang terang, di jalan kehidupan yang kumiliki.
Hampir tak pernah kulepaskan waktu tanpanya.  Malam inipun, aku hanya ingin menemaninya.  Mendekapnya.  Seraya berupaya keras menggenapi kesempatan yang ingin kurengkuh.  Kehadirannya kini, benar menguatkan langkah kakiku.

Masih jelas terasa, hangat dekapannya kala menepi di tepian sawah.  Menatap kilauan lampu-lampu di kejauhan.  Kecupan lembut di pipiku, pun terasa teramat manis.  Ketulusan.  Kedamaian.  Sederhana saja rasa ini.  Selalu kutemani, bisiknya di setiap waktu, di telingaku.  Selalu tergiang hingga kini.

Dy..
Sahabat hatiku ini, terpulas dengan tenang.  Teramat tenang. Itu pula yang membuatku banyak belajar dengan pola komunikasi yang digunakannya.  Hanya di nada do hingga fa.  Maka kelembutannya itu pun kian terasa nyata.  Ketika terkadang menemui kebuntuan.  Namun memang itu hampir tak pernah terjadi.
Hhhhmmmmmhh... hela panjang nafasku sedikit kutahan.  Takut membangunkannya.  Kupegang tangannya, sementara tanganku yang lain terus mengalirkan kata dalam tulisan ini.  Aaaiih.. walau masih terpulas, tanganku pun digenggamnya.  Makasihh.. Dy, untuk semua kesempatan dan waktu yang terbagi bersamaku.

Dy,
Di antara lelapmu kini, di tengah mimpi yang kau punya, kutuliskan ini.  Hanya untuk menguraikan kegelisahan yang terlihat benar padaku malam ini.  Walau hanya sesaat, dan terketik dengan satu tangan.  Itu takkan mengurangi apa yang ingin kuungkap.
Memang selalu tak mudah buatku, mengungkapkan secara langsung.  Bertahun-tahun semua tertelan di keheningan dan kebisuan hari.  Terpendam sendiri.
Yang kutahu, sebelum pindah ke kota ini, aku tak begitu.  Maka biarkan saja aku belajar darimu kini, bagaimana menyampaikan apa yang kurasakan kembali secara lugas dan langsung.

Sahabatku,
Izinkan kutitipkan sejenak lelah yang kumiliki, pada angin malam, langit kelam dan titik-titik embun yang mulai membulir saja dulu.  Aku hanya tak ingin membebanimu dengan apa yang kurasakan.  Biarkan sejenak aku menikmati  tepian hari ini, dengan perasaan ringanmu.  Tanpa tatapanmu dengan kabur yang samar kulihat.  Kini.. lebih ingin duduk dan bercerita ringan saja.  Boleh yaa..??

Menemanimu tertidur kini, benar membukakan mata hatiku.  Menyadarkanku.  Bahwa di banyak tepian waktu yang kita lewati, sebagian besar kau lalui untuk mendengarkanku saja.  Good listener.  Itulah dirimu.  Hampir tak pernah kudengar keluh kesahmu.  Ceritamu.  Kau selalu sebarkan cahaya saja.  Seperti kunang-kunang.  Tanpa lelah dan letih yang menggelayut.  Kalau pun ada, kau hanya lepaskan itu dalam hening.
Katakanlah.. jika itu menjadi salahku.  Karena mungkin terlalu banyak waktu bicara yang terambil olehku.  Yang menjadi tanyaku kini... Apakah kau nikmati waktu yang terlewati, jika hanya mendengarkan aku yang sibuk mendominasi pembicaraan?
Aaarrrgghhh.... sesal itu mulai menyesak.  Walau sejurus kemudian, aku pun berfikir, bisakah ku sedikit terdiam mendengarkan?  Huuuft... Come on.... Belajarlah segera.. Vie.

Vie... harusnya kau temui dokter.  Tak seharusnya kau forsir waktu dan tenaga untuk menenggelamkan masalah yang kau rasakan.  Fisikmu dan fikiranmu pun butuh tidur dan istirahat.  Tergiang pesan itu dari Ibu.

Dy,
Mungkin itu salah satu fakta yang tak pernah kuungkap padamu secara gamblang.  Memang kuberitahumu tentang apa yang kualami.  Hanya... beberapa kusimpan sendiri.  Tak berniat buruk, aku hanya ingin melepaskan apa yang kurasakan ini, bersama dengan waktu.  Maafkan untuk itu....
Obat itu ada di dalam diri dan fikiranku.  Percayakah dirimu...jika bersamamu kudapatkan penyembuh non medis.  Dan itu sebenar-benar penawarnya.  Lebih mujarab dibandingkan obat yang dokter yang kuminum.

Maka jika pesan singkatmu "Mau ketemu hari ini?", akan selalu bingung kujawab.  Kenapa?  Buatku, pertemuan denganmu, sesingkat apapun itu, akan memangkas ranting penyakit dan gundah yang kurasakan.   Selalu membuatku senang.  Tapi.. aku tetap tak bisa menghendaki itu,dan terus mengikatmu dalam aliran hidupku tanpa henti.

Dan ketahuilah... Sahabatku,
Jantungmu.... nafasku.  Adalah sebuah alasan, kenapa itu selalu kulakukan jika ada kesempatan di dekatmu.  Mendekapmu.  Ku ketuk itu... agar tak henti berdetak.  Eeeeww.... jika kau tahu, tanganku selalu bergetar ketika melakukan itu.  Dan.. hal itu sangat kusuka.

Jutaan detik, ratusan ribu menit, puluhan ribu jam.... berlalu dengan tepian yang indah.
Membatasi waktu dengan cerita yang terkenang di dalamnya
Kehangatan jabat hati yang ada... mulai menyerap dalam pembuluh darah dan merasuk dalam sunsum.  Berdiri dalam sebuah kenyataan itu, mulai menegaskan kekuatan hati yang akan dibutuhkan nanti......

Dan waktu pun terasa berlari......

Sahabat hatiku,

Kegelisahan itu hadir di hati.  Menyusup di lipatan kalbu.  Akan mengantarkanku terdiam di batasan waktu.  Terdekap di ruang rindu.  Hingga terduduk di di teras jiwa.  Menuliskan ini dalam keheningan dini hari.  Ditemani kucingku dan sepi.  Terkadang.. memang selalu kugigit jariku.... untuk kurangi rasa itu.
Hhhmmmmhh... untung tak dilihatnya kebiasaanku itu (lagi).

Kuhentikan ketikanku sesaat.  Memandangi lagi wajahnya.  Betapa.... ingin kukatakan itu.
Hmmmmh... masih terpulaskan dirimu.  Dan perlahan.. kuraih bantal di dekatku.  Memindahkan kepalanya sangat perlahan. Eeww.. ia bergerak.. dan kuusap perlahan punggungnya.. agar tetap terlelap.
Huufft.. syukurlah..  Tak tega membuatnya terbangun.  Kuluruskan kaki.  Kesemutan.
Kemudian,  aku merebahkan diriku sesaat di sampingnya.  Kembali memandangi wajahnya.  Ceeess.. kedamaian terasa menyusup di relung jiwa.  Sejuk.  Bagai embun di pagi hari.

Yaa Raabb... betapa tak terhingga berapa kali....kupertanyakan ini pada-Mu, untuk titipan rasa yang semakin lekat kini.  Masih tak mampu membuka mata hati, menerobos ilmu-Mu.  Menguak tabir rahasiaMu.

Sesaat..
Ingin memejamkan mata.  Masih berbaring di sampingnya.  Menatapnya sejenak sebelum menutupkan kelopak mata.  Tetap terbayang wajahnya, walau terpejam.  Mencoba mencari ide untuk mengalirkan tulisan di proposalku.  Bukan tertidur.  Aku selalu melakukan itu sejak kecil.  Hingga kemudian... ide atau lukisan itu muncul di alam bawah sadarku.  Lalu biasanya aku akan terbangun, meneruskan kembali apa yang sedang kukerjakan.  Dan... suuperr.  Hasilnya pasti sempurna.   Selalu kukatakan itu pada mahasiswaku, ide dari sidratul muntahaa.  Alloh SWT memang Maha Pemberi Ilmu, bagi hambanya yang teguh mencarinya. Tak berputus asa.

Man jadda wajada... wa man saaro 'alaadharbi washola..

@ 02.30 dini hari,  aku membuka mata.
Yayy! Membuka lembaran formulir yang harus kuisi.  Menatap (lagi) wajah damai yang masih terlelap menemani.  Duuuh... makasih Dy, untuk kesediaan terus menemani, bisikku lirih.  Hal mahal yang tak pernah kudapati.  I'm single fighter.
Nampaknya tak mungkin pula kuretas proposal itu.  Memundurkan langkahku sejenak, untuk bisa mengambil nafas, dan meneruskannya sambil berlari maju.
Fikiranku tengah mengembara di lautan tak bertepi dan hutan belantara yang teramat lebat.  Tak mampu aku berenang (karena memang tak bisa gaya renang apapun, kecuali gaya "batu".. hehhehe), ataupun menebas ilalang setinggi badanku, membuka jalan setapak ide.

Yang ingin kulakukan kini, hanyalah mendekap badannya.  Menghangatkan pikiranku.  Mengisi energi tubuhku, untuk mengurangi rasa sakit di perut sebelah kanan.  Terasa seperti tersayat silet.  Mungkin benar, nasehat adikku, sebaiknya aku harus menyisihkan waktu untuk memeriksakan serius kondisiku.  Baiklah... akan kulihat jadwalku, janjiku dalam hati.

Dan... Dy,
Percayalah..
Yang kurangkaikan ini, (hanya) untuk coba mengurai benang kusut kegelisahan yang memenuhi hati.  Hal yang aku sendiri belum bisa memahaminya.  Hingga selalu kelu untuk bisa berbincang denganmu langsung.  Satu yang pasti...
Jika aku bisa terduduk sendiri, terdiam..   Kalimat itu mengalir.. tanpa "ini" dan "itu"... "begini" dan "begitu".  Kerumitanku.. seperti yang kau keluhkan.  Bukan dirimu saja yang melakukan itu.  Pembimbing Akademikku pun melakukan hal yang sama.  Begitu kegelisahan menyeruak muncul di permukaan, kecepatan bicaraku tertinggal jauh dengan kecepatan berfikir otakku.
Yaa.... menyederhanakan fikiran itu mungkin selalu tak terlalu mudah kujalani.

Mungkin...
Karena sebagian besar fikiranku, menolak untuk membagikan keresahan yang kurasakan padamu.  Karena setiap melihat wajahmu,  selalu kulihat kabut menyaput tipis di matamu.  Teramat tipis.  Yang kuyakini, sengaja kau sembunyikan itu, karena tak ingin merepotkan siapa pun.. Kutahu,  kau pun selalu berbicara di keheningan pula.  Kesunyian jiwa.  Melemparkan resah di pekat malam atau langit kelam.  Membuangnya di antara keindahan sunrise atau sunset yang menjadi destinasi kita. 
Menerimanya dengan kelapangan hatimu.  Kesabaranmu.  Dan itu yang banyak kupelajari darimu.
Pola komunikasimu benar membuatku tenggelam di kedamaian fikiran dan jiwa yang luar biasa.

Sahabat hatiku,
Sudah hampir satu minggu, tiada malam yang terlewati tanpa mimpi tentangmu.  Hampir tak pernah mampu kuceritakan kembali padamu secara utuh.  Rangkaian ceritanya.  Maaf kembali untuk itu... yaa..
Yang terasa.. kehangatanmu, baik di mimpi-mimpi atau nyata.  Sebagian lagi.. terdapat perjuangan.  Yaa... Kehidupan itulah perjuangan.  Dan dalam hidupku, di alam sadarku, kau pun ada di ruang itu.
Di ruang lain, selain ruang rindu.
Mungkin.. baru kemungkinan..  kehangatan yang kau bagi, selalu terasa menembus derasnya hujan, ataupun dingin malam.  Tertinggal di dalam hati, melekat di permukaan kulit, menyerap dalam di kemurnian perasaan. Terasa kembali di ruang mimpi.  Menghadirkan (selalu) kerinduan tanpa tepian waktu.

Dy..
Yakini.. ketika kusandarkan kepala di punggungmu semalam, dua jam sebelum kau terlelap kini, (benar) kudengarkan nyanyianmu.  Entah dari hati, fikiran atau....
Hhhmmmmhhhh... merdu walau mengalun lirih.   Seperti jawaban dari do'a-do'a.  Punyaku.
Dari banyak kesempatan yang kau berikan padaku untuk melakukan itu, tadi memang seperti membukakan misteri yang selalu kutanyakan di keheningan seperti saat ini.

Kesempatan yang kumiliki kini, mengantarku untuk bisa memanfaatkan waktu.  Menutup hari yang telah berganti dini hari, dengan mengecup pipi dan membisikkan lembut "I love you... Dy." di telinganya.  Membuka gerbang alam bawah sadarnya.   Hingga walaupun terlelap, kuyakin ia mampu mencerna dan mendengar barisan sayangku itu secara nyata dan jelas.

Yaa Rabb.. Terimakasih untuk hari ini.  Kesempatan satu hari lagi bersamanya.  Merasakan kemurnian keikhlasannya.  Uluran kedamaiannya.  Dan menyelimutiku dengan kebahagiaan.  Serta izinkanku untuk bisa tersenyum menutup hari, dengan syukur dalam genggaman tangan.  Seiring degup jantungnya, yang menjadi nafas dan kekuatanku.  Amiiinn.

@Dy.... di kebahagiaanku tanpa tepian waktu

No comments:

Post a Comment