Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Thursday, June 27, 2013

@11:11








Haaaaiiiiii.....
Paaaagiiiiii.... 
Haayy... hayyy... Vie masih ada di sini, hanya memang sedang menepi sesaat.  Apa kabar niiyyy... listeners??  
Sudah balik tapa.. turun gunung...
jadi.. oleh-olehnya.. Lagu Cakra Khan yaa... "Setelah Kau Tiada"....
Hanya mengingatkan.. hargai siapa pun yang ada di samping kalian, karena kehilangan itu baru terasa jika ia tak lagi di sisi.
Hahaha.. Vie sedang sok bijak.. niyyy....
so.. really missed u all.. guys!

Aku tersenyum simpul.. sambil meletakkan headsetku.  Melanjutkan tulisan yang baru kumulai lagi.   Mas Pranoto tersenyum lega, melihat keadaanku yang kembali membaik.  Di balik kaca, Mbak Anis pun melakukan hal yang sama.  Tadi ia menyalami dan menciumku hangat, welcome back... Vie, please take care yaa..., bisiknya.
Sambil memutarkan lagu-lagu yang telah disiapkan Mas Pranoto, aku duduk terdiam menulis.  Merangkai kata menjadi kalimat.  Mencatatkan apa yang telah terlewati, untuk menjadi memorabilia.  Kenangan yang tak terlupakan.  Seminggu bukan waktu yang sebentar untuk tak menulis buatku.  Pun juga jika tak bercuap-cuap.  Rasanya, memang tak salah jika banyak orang mengingatku dengan sisi "energik".  Yaa... buatku, memang "diam artinya setengah mati".

"Vie..," panggilan Mas Pranoto, menyentakkan lamunanku yang kemudian kembali terserak di langit jiwa.
"Iya.. Mas.."
"Tutup dulu.. siarannya.  Baru dilanjut ngelamunnya...." godanya.
"Yee... bisa aja.." 

Oke.. listeners..
Makasiiyy... yaa, sudah bereng Vie.  Sebagai penutup.. "A Thousand Years" akan Vie putar.  Pesan yang tersampaikan dalam lagu ini, mudah-mudahan bisa menginspirasi semua.  Tetap jaga sayang yang tumbuh dalam hati yaa... Keep listening and take care... guys. See you...

Hmmm... helaan nafas panjang, menutup siaranku kali ini.  Tak mudah mengurai kata kini.  Sudah lama, aku sengaja menahan langkah untuk melesatkan impianku.  Tapi, kini.. jalan itu mulai terbuka satu per satu.
"The Answered Prayer", melesatkan impian yang telah terpendam lama.
Tetap mengalirkan mimpi, dan juga tetap mencari dirinya dalam keheningan tanpa kata.  Memang takkan mungkin untuk mendapatkan semua hal yang kita inginkan.  Maka kini.. aku belajar berdamai dengan kesedihan dan kegundahan.  Mengurai waktu...

Aku memang penyendiri.  Tapi aku tak ingin ditinggalkan sendiri.  Perasaan yang mendominasiku kini ada di pusaran waktu.  Menanti.  Sudah lama rasanya aku tak menangis..... ketika mendengarkan Lumpuhkan Ingatan-Geisha.
Dan yaa.. bagai deJa Vu.  Semua berputar di porosnya. Kembali di titik yang sama.  Kembali ke ruang hati yang hampa.  Merasakan separuh jiwa yang telah pergi.  Walau memulai hal baru, kesendirian itu bagai menatap di kebisuan.

"Vie.. bangkitkan hatimu.  Semangatlah kembali!"

Senin yang terasa berat.  Akhirnya tertutup dengan duduk meminum kelapa bakar.  Hmmm.. rasanya lebih nikmat dari pada meminum setumpuk obat.  Yaa.. seharusnya aku tak memaksakan diri.  Namun, apa yang kulakukan ini benar-benar memulihkan kondisi hatiku.  Maka pesan adikku untuk tetap bedrest, memang kuabaikan.  Karena aku lebih 'hidup' jika ada di tengah kesibukan.  Yaa... kuakui, bahwa aku memang workaholics.  Membenamkan di kepadatan aktifitas yang membukit dan menggunung.

Aaaah.. itulah yang terpenting.
Interaksi langsung kudengar secara langsung ketika mahasiswa berkomunikasi, mengutarakan fikiran dan perasaan dengan gamblang, memang lebih berharga dari apapun.  Dunia psikologi, memang selalu menjadi hidupku terasa lebih berarti.

Aku....Vie, yang memang hidup dengan pilihan profesi yang beragam.  Seorang humanis. Karena setelah apa yang kualami, kesempatan untuk menjalani hidup yang kedua.  Memperbaiki kesalahan yang pernah kulakukan.  Maka memahami, mengerti kemudian belajar menerima kekurangan dan kelebihan, adalah pelajaran yang takkan terputus oleh masa.  Aku cinta dunia ini.  Yang menghubungkan aku dengan banyak kepribadian dan karakter.  Semua kucintai dengan segenap jiwa.  Walau seringkali mereka tak jua mengerti bahwa aku tengah dirundung masalah yang tak mudah dijalani.  Yaa.. melihat mereka kembali tersenyum, dan tertawa lepas, sudahlah jadi obat yang tak teresepkan oleh dokter mana pun.   Kesegaran jiwa itulah kesejatian hidup.

Aku sedang belajar menjadi "the impeccable person".  Terispirasi ketika membaca buku "Keydo" Tatty Amir.  Di sana tertulis jelas, bagaimana menjadi alat perdamaian yang diturunkan Tuhan.  Yang menabur Cinta, kala orang lain menabur kebencian.  Berani mengulurkan maaf, ketika para penguasa negeri dengan bangga melukai rakyatnya.  Berkenan membagi terang sederhana yang dimiliki, saat kegelapanhadir memerangkap bangsa ini.  Tetap selalu membawa kebahagiaan, manakala tembang kesedihan didendangkan di mana-mana.  Yaa.... di sanalah aku kini.

Jika sedang terjebak dengan kesendirian dan kepekatan perasaan di sanalah aku.
Tepian tapaku memang lebih banyak berujung di perpustakaan.  Tempat terdamai yang selalu melihatku dengan tatapan sejuk dalam bisu.  Sahabat yang mengerti aku, sebaik Dy.

Perpustakaan dan Dy.  Padanan perbandingan yang memang serupa tapi jujur.. tak sama.  Percayakah.. jika kami dilahirkan di hari yang sama dan tanggal yang sama?  Hmmm...  Jika pun ada perbedaan.. maka tidakpun itu mematahkan apa yang telah dipertemukanNya.  Coba mengingat "Always a reason behind something".  Tak ada kebetulan dalam hidup ini.

Hanya coba meyakini, mempercayai, mengalir dan menjalani....

Yang datang akan pergi...
Dan.. yang pergi akan selalu kembali..
Karena terikat dalam #promises,
*yakini*

Paaagiiii...
Selalu kukatakan pagi, walau ketika kutuliskan ini waktuku menunjukkan 22:31.  Rambutku masih basah, setelah mandi malam sepulang kerja.  Aroma kayu putih yang membaur dengan parfum kesukaanku, selalu menemani tidurku.  Selelah dan sedingin apa pun... aku pasti menyempatkan untuk mandi, karena aku takkan bisa terlelap jika badanku lengket.  Hmmm... kebiasaan yang sebenarnya kurang begitu baik.  Namun.. biarlah.. semua akan baik-baik saja, bisikku pada diri sendiri. Hehehe...

HPku menyala.  Tanda SMS yang masuk.  Woow.. decakku, hingga pukul 22:37 pun, masih ada mahasiswa yang menghubungi.  Aaaiiihh.... adakah yang salah dengan caraku memperlakukan mereka, tanyaku.  Ini bukan waktu yang tepat untuk menghubungiku.
Well... aku memang menunggu.  Tapi hanya menunggunya.  Di sini... dan mungkin memang ia sudah terlelap kini.  namun tak apalah.. aku hanya ingin menemani.  Maka tak akan kurasakan kepenatan yang terasa, karena kegalauan ini terus berpendar di kebisuanku.  Terus mencarinya, di keheningan tanpa kata.

Ingatan itu pun meloncat, pada kejadian yang terjadi seminggu lalu.  Langkah yang kutahan, telah kulepaskan bersama waktu.  Memang sudah saatnya... mungkin.  Dan memang pintu-pintu tujuanku, mulai terbuka satu per satu, seiring banyaknya do'a-do'a yang terpanjatkan untukku.
Hhhuuuuuft.... rasanya memang tak banyak yang tahu, bahwa kebahagiaan itu, harus tertebuskan dengan harga yang sangat mahal.   

Yaa Rabb.... izinkan, perkenankan dan kuatkanlah aku... untuk selalu bisa berdamai dengan duka dan kesakitan, yang memang Kau ciptakan bersama suka dan kebahagiaan.

 Dy.... Makan siang bareng yuuk.. aku menuju kampus.
Ok.
Di mana.. Vie?
Tempat biasa.. Dy,
Iya..
Ok. 10 menit lagi aku berangkat ke sana.

Ajakan itu aku kirimkan melalui pesan singkat, setelah urusan di Kantor Imigrasi selesai.  Yang harus kulakukan memang mencari surat rekomendasi yang dibutuhkan ketika menghadapi wawancara hari Jum'at.  Atasanku memang bukan orang yang mudah dicari, di antara kesibukan yang luar biasa.  Hingga aku pun menembus kemacetan, di Rabu siang ini, mengejar semua kesempatan memperoleh surat itu, secepat yang kumampu.
Selain itu...ada hal lain yang mendorongku kuat yaitu sebuah kesempatan.  Aku benar ingin meluangkan waktu yang tak biasa kupunya, untuk bisa makan siang bersama Dy.  Momen kebersamaan yang selalu aku inginkan terjadi lagi dan lagi.  Buatku, tak ada yang lebih indah dalam hidup, selain mampu berkomunikasi dengan orang yang disayangi dan kasihi, di kebersamaan yang sederhana, di sela waktu yang termiliki. Cinta itu sebenarnya memang sederhana saja....

Ehhmm.. lama, juga jika dalam posisi menanti.  Kuhabiskan waktu untuk membaca novel yang kupinjam minggu lalu di Bapusipda.  Uda melihatku dengan senyum mempersilahkan aku duduk.  Makannya nanti yaa... Uda, nunggu dulu.  Ia menganggukkan kepala.  Aku memang sudah menjadi langganan tetapnya hampir selama 3 tahun belakangan ini.  Banyak yang sudah Uda ceritakan padaku, ketika pengunjungnya sepi.  Yaa.. aku pun menyukai momen itu.  Bahagia jika dipercaya orang, untuk membagi rasa hidupnya.  Dan itu adalah pelajaran yang tak didapati dari bangku kuliah di mana pun.  Pengalaman hidup..

"Hai.." suara.. akhirnya datang juga.
"Yuuk.. aku ga sempat sarapan tadi pagi," aku langsung menggamit tangan Dy, mengajaknya memilih menu.

Setelah memilih tempat duduk favorit yang berada di pojok, kami pun berbincang dengan lepas dan bebas.  Benar-benar merasakan kedekatan yang luar biasa.  Membahas hal yang ringan saja.  Namun yang paling mahal adalah memahami dengan penuh keikhlasan menerima apa adanya.  Maka, mengalirlah semua dengan indah.  Tak lama.. hanya sekitar 45 menit.  Namun sesingkat apapun itu, yakini... bahwa selama masih ada waktu, nikmatilah saja.. kan?  Karena semuanya memang bukan masalah

Selanjutnya, kami kembali pada aktifitas masing-masing.  Aku masih menunggu.  Surat rekomendasi yang aku butuhkan.  Aaahh.... Indonesia, bisikku, waktu rasanya tak terlalu dihargai di sini.  Sangat kusayangkan.. tapi selalu terselip keyakinan, bahwa ini akan berubah. Satu saat nanti...

Menunggu memang bukan hal yang menyenangkan.  Tapi.. jika dilakukan dengan bahagia, semua tetap jadi indah.  Maka semua akan baik-baik saja.  Berapa pun lamanya, jika kemudian mengetahui ada rencana yang bisa disusun, penantian itu akan berakhir indah.  Karena yang kutahu... ujung penantian ini memang satu hal yang membahagiakan.  Betapa lama pun itu, ketika mendapatkan kesempatan bisa menatap wajahnya kembali, maka semua kepenatan dan lelah itu akan berganti dengan cepat.  Tak pernah terperangkap di kebosanan dan kejenuhan bersamanya.

deJa Vu...

"Indah.. bangeet..," aku hampir kehilangan kendali ketika melihat pemandangan yang terhampar, bagai lanskap di TV layar datar.  Bandung City's Light.  Selalu kurindukan hal ini sejak pertama kali melihatnya.  Tak pernah terperangkap di kebosanan. Hanya memandangi lampu-lampu di hamparan rumput hitam di bawah langit kelam.  Dengan taburan bintang.
"Makaasiihh... Dy..." hampir kupeluk dirinya, jika tak kusadari di mana keberadaan kami.

 "Yaa.." jawaban khas itu selalu menjawab kedamaian hati, dengan tatapan yang menghanyutkan perasaan, dalam riak kerinduan tanpa batas, cinta tanpa jeda, sayang tanpa jarak dan kasih yang mengalir tanpa syarat.

Mungkin tak pernah disadarinya, ketika ia melakukan itu, tertahankan sebuah keinginan untuk tak memeluk dan mencium pipinya dengan hangat.  Sahabat hatiku ini, selalu menatapku dengan keindahan perasaannya.   Mungkin juga tak pernah dia tahu, telah banyak keraguan yang selalu hadir dalam fikiranku.  Aku memang tak mudah mempercayai.  Dan kini, kutahu.. bahwa semua fikiranku itu salah.  Dy adalah orang yang bisa memegang janji, selalu perduli dan bisa dipercaya.  Maka, maafkan aku yaa... Dy, untuk kesalahan yang telah kulakukan ini, bisikku hatiku tanpa kata.

Yang tak disadari Dy, adalah sebenarnya badanku mulai menggigil.  Tapi memang kutahankan sakit, sejak datang ke tempat ini.  Tempat yang memang ingin kami cari dan datangi.  Tempat yang amat damai dengan pemandangan yang luar biasa indah.  Taburan lampu-lampu di kota Bandung, membuatnya bagai intan berlian dan mutu manikam yang berkilauan di kotak perhiasan yang sangat besar.  Inilah yang membuatku bertahan, menahan semuanya.  Maka, demam yang sudah menjalar kututupi, agar tak merusak suasana.  Yaa.. Rabb, beri aku kekuatan, bisikku lirih.  Kepala kuletakkan di meja, memegang erat jaketnya.  Mengurangi sakit yang terasa, dengan menghirup aroma parfum yang tertinggal.  Memang terasa mulai berkurang.  Dan, kupaksakan untuk bersikap normal, dengan tertawaku yang lepas.   

Memangnya... belum ada yang pernah menutup mulutmu jika tertawa seperti itu yaa... Vie, tanya Dy di satu waktu, ketika kami terhenti di salah satu tempat favorit kami.  Aku menggelengkan kepala, belum pernahlah... siapa yang berani, sahutku dengan kembali tertawa kecil.


Aaarrrgghh.... terlihat sangat kegemasan Dy padaku.  Percayalah... hal itu yang selalu membuatku sangat suka.  Karena sudah kutawarkan padanya, apakah ia ingin mencubit, menggigit, atau melakukan apa pun yang ingin dilakukannya, jika gemas.  Namun... seperti biasa, belum ada satupun yang dilakukannya, kecuali menggusap kepalaku lembut, memegang kedua pipiku dengan tangannya, atau menarik badanku dalam pelukannya.  Hhhmmmm... sangat manislah, untuk hal konyol yang sering kulakukan. Hahahaha....

"Kita sampai jam berapa.. Dy?," berusaha bersikap normal, karena aku tak ingin ia khawatir.
"Kenapa.. Vie..?."
"Cuma nanya saja..."
"Hmm.. jam 8 saja yaa.. Masih ingin duduk di sini bersamamu." ujarnya sangat dekat telingaku.  Posisinya memang ada di belakangku.  Memelukku.  Wuuiiiiihh... tanpa kata, kunikmati benar kebersamaan ini.  Walau tak kupungkiri, di saat yang bersamaan kura panas tubuhku naik, dan nafasku tersengal pendek-pendek.  Yaa... Rabb, berilah kekuatan.  Aku hanya ingin menikmati kebersamaan ini.  Selagi kubisa.  Selagi Kau beri izin dan waktu padaku.

Malam itu... buatku, malam terindah dari semua malam yang pernah kumiliki sebelum dekat dengan Dy.  Satu impian yang terwujud.  Tak perlu dengan kata-kata yang banyak.  Karena di keheningan pun.. semua bisa terbaca dengan jelas.  Hatilah yang menuntun Bintang menuju Bulan yang dirindukannya.  Hatinya bisa mendengarkan hatiku yang berbisik.
Perjalanan pulang... lebih menguakkan rasa yang memang teramat dalam.  Hmmm.... belum pernah rasanya, kuungkap perasaanku segamblang ini.  Aku hanya ingin... Dy tahu, bahwa aku jujur pada diriku dan padanya, tentang semua yang telah terjalani.  I love you... Dy, bisikku lirih terlempar di keheningan malam, terbuang bersama angin malam, yang terasa hangat ketika kudekapnya erat.


Mengingat perjalanan menepikan waktu.   Terduduk di balkon Dapoer Oma.  Menatap pemandangan yang sama.  2 kali duduk di tempat yang sama bersama Dy.  Masih bersama Dy.  Dan masih terasa benar,  percakapan yang terdengar sangat dekat di telinga.  Hhhhmmmmm... Begitu........ indah, hingga hanya mampu dirasakan dengan kepekaan hati.  Terpendam saja dalam diam, merasakan keindahan rasa.  Penuh kehangatan.
Jujur.. baru kali ini aku bisa mengalami kelengkapan warna pelangi dalam saputan kebahagiaan.  Dengan damai, tanpa jeda.  Selalu merindukannya kembali lagi dan lagi.  Tak pernah terjebak di kebosanan.  Walau melewati jalanan, waktu dan momen yang sama.  Menepikan waktu dan kepenatan.  Hanya duduk dan berbagi.

Bagai cinta kentang pada susu.  Menggambarkan perbedaan yang terbentang.  Namun tetap mengikatkan pada promises, promises.  Saling percaya dan menjaga.  Maka betapapun jarak terbentang, manakala #selalu kembali telah ada di hati.  Kembalilah saja...  Sayangi kembali...

Paaagiiii.... guys,  Vie's back yaa...
Terlalu lama tak bisa berbagi rasa.  Yaa.... biasalah..
Karena lagi merindu... boleh ga... lagu pembuka yang Vie antar untuk listeners "Here Without You".   
So... jaga arang yang kalian sayangi... selalu deh, tanpa jeda dan lelah.

Aku tersenyum simpul.  Sudah dua hari kurasakan kekacauan dalam hatiku.  Mas Pranoto tetap setia menemaniku menyusun lagu-lagu di playlist.  Mbak Anis pun tetap tersenyum manis, melihatku dengan mata berbinar.  Vie.. kembalilah seperti yang dulu yaa... bisiknya tadi ketika menyambutku.

Perbincangan hari ini dengan Dy, membuatku terasa berbeda.  Sudah dua hari juga aku merasa messy.  Begitu kacau.  Dan kini, ditemani sepanjang hari.  Tanpa putus.  Dengan keindahan rasa. Menemaninya bekerja dengan berbincang melalui teknologi, tentulah hal yang teramat mahal.  Semua karena kesibukanku yang juga menggunung.
Yaa.. seperti yang kukatakan ketika siaran, bagaikan cinta kentang pada susu.  Kesejatian itu akan muncul secara sederhana.  Hanya saling menemani.  Tanpa pamrih.  Jadi sahabat hati dan hidup.  Di keikhlasan.

Ketika hari menua, dan Mentari pun meredup.  Bintang kembali muncul di langit kelam, menemui Bulan.

"Where's the Moon..Vie?" tanyanya semalam.
"Ada padaku.. Dy."
"Aaah... tertutup awan."
"Iya.. sedang menyembunyikan tangisku.."

Sepenggal percakapan yang menutup malam dengan kegalauan di hatiku sebenarnya.  Begitu kurasakan kehilangannya.  Tapi ketenangan hatiku, ketika mengetahui Dy telah sampai di rumah, menutup semuanya dengan damai.  Walau perjumpaan dengannya memang hanya sekejap.  Makan mie ayam, menyelamatkanku dari perbincangan dengan mahasiswa yang tak kuinginkan.  Dan.. kemudian menyebrang bersama, kemudian mengantarkanku ke BLK.  Hal yang manis.. teramat manis.

Yang tak diketahuinya, aku menangis ketika bersimpuh di sholat Maghrib dan Isya.  Rasa syukur... itulah yang menutup bisu kegundahanku.  Yang berusaha kulepas dengan duduk sesaat, di tempat biasanya Dy menungguku.  Memandang langit, dan melihat pesawat melintas, yang memang selalu mengundang tawa kami di perjalanan pulang.
Hmmmm... kuhela nafas yang panjang.  I'm gonna be okay... Dy, bisikku lirih.

Di perjalanan pulang ini, sangat kurasakan Dy menemani.  Aroma parfumnya lembut menghembus perlahan tercium hidungku.  Aku percaya.. hanya kebesaran Tuhanlah yang membuat ini terjadi.
Dan walau baru mampu terlelap sekejap di dini hari, mendekap jaket dengan jejak aromanya pun mampu mengobati kegalauan dalam hening.

Begitu lekat yaa... aroma (tubuh) ku padamu, ujarnya di awal pagi ketika kuceritakan perjalanan pulangku semalam tanpanya.  Yaa... percayalah Dy.  Ini anugrah nyata... yang kurasakan.

Dan malam ini...
Semua terbayarkan lunas.  Kesempatan menemaninya, mengantarkan lelapnya adalah hal terindah buatku.  Bisa mengusap kepala dan rambutnya.  Mungkin bisa meredakan pening yang mendera.  Dy memang sedang berbaring di pangkuanku.  Mimpi itu.. nyatalah sudah.
Ketika setengah terlelap, aku mengusap lembut pipi dan mengecupnya perlahan.
Membisikkan "I love you.. Dy."  Sangat pelan.. agar Dy tak terjaga.  Aku hanya ingin apa yang kukatakan.. mengantarkannya pada mimpi terindah.

Dan tanganku tetap mengetikkan barisan kata, yang terangkai dalam kalimat serta terangkum di paragraf-paragraf ini.  Hanya kulakukan dengan satu tangan saja.  Karena itu janjiku padanya.  Tetap kuusap rambut dan memijat lembut kepalanya.  Hmmm... begitu damai tidurnya.  

Konbanwa...
Ureshii yume... Dy.

Menemanimu dengan lelap.. #promise
*hugs, kisses*

No comments:

Post a Comment