Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Thursday, May 9, 2013

CERITAKU

"Mae....." teriakku pagi itu lewat telpon, pada sahabatku.

Hari ini dia menguatkanku dengan tulisannya yang  menyatakan "tak ada airmata yang tak berarti".
Hmmmmm.... betapa kau banyak belum tahu, bahwa kehadiranmu yang memang sepertinya ditakdirkan untuk menemaniku.
Aku sangat percaya padamu, tak butuh waktu lama untuk menyakinimu, yang sebenarnya bukan karakterku.
Karena pada dasarnya, aku kurang percaya dengan sebuah hubungan,  karena pernah sangat terluka karenanya.
Hmmmmm.... hanya waktulah yang akan menyembuhkan luka hati, begitu yang pernah kubaca dalam sebuah artikel.

"Mau kemana sore ini? Ada acarakah? Kita ke pameran buku yuuuk.....," ajakku.
"Di mana.. Vie?"

"Di Landmark Braga. Dan kali ini kau harus maaauuu...yaa?? Kau selalu sibuk dengan acara-acaramu."

Aku memang sangat mengharapkan sahabatku ini bisa menemaniku, karena kutahu ini bukan dunianya. Dia hanya banyak menghabiskan waktu di layar kaca, sebuah pekerjaan yang menurutku menjauhkannya dari dunia nyata.

"Eeeh... penelitian ini kan juga harus selesai secepatnya... Vie."
"Ok... aku mengerti kesibukanmu kok.  Tapi.. please, antar aku ke sana yaa?"
"Iya.. nanti sore ya? bubaran kantor...."
"Ok.. ok... Thanks.. Mae.  Aku pun ada meeting dulu kok. Kita ketemu di sana yaaa.. Sekali lagi... makasiih....."

Kami pun kemudian mengakhiri percakapan yang singkat, tapi tidak dengan hatiku.  Begitu banyak warna yang hadir manakala aku membuka komunikasi terbuka dengannya. Semua rasa yang lama kusimpan sendiri selama ini, keluar mengalir tak terbendung.
Ada energi dalam dirinya yang menuntunku masuk dalam pusaran waktu miliknya.

Yaa Rabb.. aku selalu takut jika rasa ini muncul. Karena aku bukan orang yang mudah terluka jika temanku membuang semua kenangan tanpa sisa, dan kemudian ingin membuka lembar kehidupannya tanpaku.
Paranoid sih.. ketakutan yang amat berlebihan, tapi memang itu yang selalu kurasakan jika merasakan kedekatan yang amat bersahaja.

Huuuhh... kebosanan mulai menyergapku, ketika rapat yang seharusnya dimulai 3 sore mundur hingga 30 menit. Indonesia... baaaangeet deehh, aku menggerutu sendiri.
Penjelasan yang panjang leber tentang mekanisme proses seleksi yang memang sednag menjadi targetku sebelum terbang menjemput mimpiku.
Alhamdulillaaaahhhh........, syukur yang mengalir tak putus ini keluar dari bibir yang biasanya kering karena menahan sepi dan kepedihan.
Akhirnya memang ada ujungnya juga perjalanan karier yang sudah kurintis sejak lama.

Iiihh... lamanya, gumamku.
Berkali-kali kulihat jam tangan yang semakin dekat menuju jam 4 sore.  Tak sabar rasanya membunuh waktu untuk menemuinya.

"Baik... Pak.. Ibu, jika ada dokumen yang harus dilengkapi, maka kami akan menghubungi via email atau bisa ditanyakan langsung pada saya," ujar pemimpin rapat.

Aku bergegas membenahi alat tulis yang berserakan, memasukkannya ke dalam tas dan langsung beranjak keluar.  Menyeberangi jalanan yang sudah mulai dipenuhi mobil yang memang memburu waktu agar bisa sampai di rumah secepat yang mereka bisa.
Jalanan Bandung tak pernah sepi, gumamku.

Hujan gerimis tak kuhiraukan, ketika berjalan menuju Landmark, menyeberangi rel kereta dan mulai memperhatikan kerumunan orang yang berkerumun didepannya.  Mencari wajah yang selalu kurindu tanpa kata, karena sudah kukatakan kesederhanaan cinta yang kupunya.
Aaahh... itu dia, yang sedang asyik mengetik pesan dari handphonenya.

"Hai... sudah lamakah?"
Wajahnya terangkat dan sekilas ia terkejut terbalut "rindu".  Sekilas memang, namun sangat tersampaikan pada hatiku yang memang juga merasakannya.
Mana mungkin yaa....., aku ragu pada pandanganku sendiri.
Aaaahh... sudahlah, nikmati saja hari ini, yang akan menutup malam dengan sempurna, kuatku sendiri.

Aku sudah lama belajar untuk tidak menggenggam erat keinginan yang terkait hati, karena kesakitan yang kurasakan membuatku terpuruk dalam.
Indah wajahnya, selalu terasa terang dan jadi semangat yang luar biasa.  Sangat kusadari, batasan yang terbentang di antara kami, namun... kubiarkan semua mengalir dalam hidup.
Cinta Yang Tak Mungkin yang ada dalam album Perahu Kertas, selalu menemani tidurku selama sebulan ini, cukuplah untuk selalu mengingatkanku. Walau aku telah berjanji takkan pergi meninggalkannya, namun semua itu hanya terjadi jika ia memang inginkan hal yang sama.
Saat ini yang selalu jadi perhatianku adalah mengisi hari dengan indah.
Hanya setiap hari, hari per hari saja. Terlalu lelah otak dan hatiku jika dipenuhi pikiran tentang masa depan.

Do not look back in anger, or forward in fear, but around in awareness. **** -- James Thurber

Pojok-pojok stand yang begitu banyak, mengantar kami pada perjalanan yang asyik, dengan canda yang selalu hadir.  Aku senang dan teramat senang setiap melihat senyumnya.
Hmmmmm.... senyum yang selalu bisa buatku tersipu sendiri, dan larut dengan perasaan yang memang tak kumengerti. Well, tak mau kumengerti... tepatnya.  Terlalu takut untuk membukanya dengan lebar.
Cukup... Vie, hentikan, gumamku mencoba berlari dari keindahan yang tak terjabarkan.

"Mae.... lihaaatt deehh." panggilku padanya, ketika membaca kalimat yang buatku tertawa.
"Ada apa... Vie?."
"Baca ini...."
"Haahahahhaha......," tawanya lepas, membaca being being only sebagai terjemahan ada-ada saja.
"Kereen yaa... Mae. Bisa banget iiihh...."

Kata-kata yang kemudian menjadi jargon kami, ketika berkomunikasi.  Senang melihatnya menikmati duniaku. Dunia yang penuh dengan pengetahuan baru. Yang menjauhkanku dari kepenatan yang entah hingga kapan berujung.

Yaa Rabb... kutitipkan kelelahan hati ini, sebagaimana kumintakan kekuatan padaMu, di setiap sujudku.  Aku hanya ingin Kau izinkan aku mendapatkan sedikit keikhlasan. Sedikit saja... Ya Rabb, tak ingin kumuluk berdo'a dan memohon padaMu.

Aku terhenti di stand Republika dengan yang memajang banyak novel best seller, yang tiba-tiba menarik perhatianku.
Mataku membaca deretan judul novel Tere Liye yang memang banyak menjadi best seller, yang kemudian membaca "Sunset bersama Rossie".  Membaca ringkasan ceritanya, memutuskan membelinya.

"Lihat ini Mae... baca deh. Seperti yang sudah kulakukan."
"Maksudmu?."
"Ituu.. ada ruang dalam hati."
"Ooohh... ruangan apa.. Vie."
"Ruang rindu.. untukmu.  Hahahahaha......." samar perasaanku dalam canda.

Adzan Maghrib kemudian membelah keheningan ruangan yang bertambah dingin, karena hujan mengguyur deras di luar.

"Sana sholat dulu... Mae.  Aku menunggu di sini...," kataku menunjuk rak buku di sebuah stand yang terdapat di lantai atas.  Aku selalu menyempatkan diri untuk mencari judul novel yang kubaca waktu SMP di tanah Papua.  Novel yang mengajariku tentang menggantungkan harapan, walau dalam keterbatasan.
Cinta yang klise, tapi tetap layak dinikmati hari per hari saja.  Begitu sederhana. Tak perlu kata-kata, karena hati yang murni akan dapat membacanya dalam keheningan malam.

Waaahhh... banyak judul yang menarik, gumamku sambil terduduk di lantai. Tak kuperdulikan apakah lantai itu kotor atau bersih.  Aku selalu dilanda "kegilaan" seperti itu jika telah menemukan duniaku.

"Dapat... Vie?" tanyanya tiba-tiba mengagetkanku.
Aku selalu merasa takjub, karena tak mudah membayangkannya sudah mampu memanggil namaku saja. Yaa... namaku.
Karena dengan itu jarak yang memang ada, memendek dengan panggilan yang apa adanya.  Seperti yang biasa dilakukan orang dalam budaya Barat.

"Belum... tapi ini banyak yang bagus... Eeeh, pulang yuuk.."
Aku menggamit tangannya, beranjak meninggalkan tumpukan buku dan novel yang memang bisa menahanku berjam-jam jika kubiarkan keinginanku.

"Pulangnya bagaimana?"
"Hmmmm.... aku bisa jalan ke Braga. Truuss.. naik bis kota."
"Hayoo..."
"Apa.. Mae?" tanyaku bingung.

Akhirnya... saat yang memang selalu terbayangkan itu tiba. Berusaha yakini hatiku, inilah cinta sederhana. Sepanjang hidup, kubuka hatiku... bahwa cinta tak pernah salah memilih. 
Lagu dari Maher Zein-Sepanjang Hidup, ini membuatku pada pemahaman ketulusan menghargai waktu yang dianugerahkanNya. Berusaha selalu bersyukur atas apa yang terjadi pada hidup.

Membelah malam, merasakan perhatianmu. Ku tak perlukan kau tahu itu, kusimpan saja rasa ini... walau ingin kuungkapkan, lewat kata-kata saja.. yang mengalir indah lewat puisi atau cerita pendek yang kubuat.
Karena yang kutahu, kau hanya pendam itu dengan "ketakutan".
Karena kabut jadi pilihanmu, namun tiada henti aku melambungkan angan. Karena jika kaupilih aku, kuserahkan ketulusanku, cinta tulus ini, meski kau tak pernah tahu. Tapi jika itu tak kau lakukan, maka keindahan hatimu, hadirmu, yang selalu kudambakan, akan kusimpan dalam mimpi saja.

Malam itu... mungkin tak pernah kau tahu, sangat berarti karena pada akhirnya kau beranikan untuk mendobrak pintu hatimu, untuk sedikit memberi ruang buatku.  Terimakasih... Mae.

Dan malam itu pula... kuketikkan banyak rangkaian cerita yang sedikit "gila" berusaha menjabarkan perasaanku, atasmu. Melayarkan Perahu Kertas. Tak kuperdulikan lagi, apapun... yang kuingin.. sebelum semuanya menjauh karena jarak yang akan membentang, kuberanikan diri untuk mengajakmu belajar ungkapkan perasaan.

Dan mungkin, yang tak pernah kau tahu... Mae, baru kali itulah kubisa rebahkan hati dan rindu dengan teramat damai.
Terimakasih... Mae, izinkan aku memiliki lagi rasa dan keberanian menatap keindahan Matahari, Bulan, Bintang, Pelangi... lagi.

Terimakasih... Yaa Rabb, titipkan rasa ini padaku, walau awalnya tak pernah terlintas sedikitpun... ketika menjalaninya dengan keraguan. Yang seharusnya tak kupertanyakan.
Karena, Kau memang tahu apa yang ada dalam hati dan fikiran hamba-hambaMu.

..................................................................................................................................................................


"Mae... maaf... aku ganggu gaa?"
"Ga.. aku baru selesai makan. Ada apa... Vie."

Entah kenapa kuhubungkan masalah yang kuhadapi, padamu... Mae. Aku seorang wanita yang terdidik sangat mandiri, dan seringkali malah melupakan bahwa aku tetap membutuhkan orang lain untuk menyandarkan lelah.

Keputusan yang ingin kuambil sebenarnya sederhana, dan sudah kutahu. Tapi, aku sendiri tak mengerti.
Bincang sepanjang semalam, membuka tabir kabutmu perlahan... Mae.  Walau dalam bahasa yang tersamarkan, kutahu benar... yang ingin kau katakan itu "rindu".

Hmmmm, tiba-tiba kau merindukanku... Mae.
Semalam kau tuliskan "No day without you, 24 hours, 7 days a week".
Aku sudah lama merangkai hari yang sengaja kuciptakan denganmu.
Keisengan yang kulakukan, kulakukan dengan harapan bisa mengingatkanmu, keindahan kebersamaan.
Terakhir kutemui dirimu, kulihat tatapan yang memang berbeda.. Mae. Seperti enggan meninggalkan waktu yang terangkai bersamaku.
Namun kutepiskan itu, karena buatku... bersamamu sudah cukup indah. Sehingga kubuang harapan untuk memahaminya lebih dari apa yang bisa kupahami.

Pagi ini, kembali kau ungkapkan itu.
Huuuuuuft.... kesahku resah, mudah-mudahan kau diliputi kesadaran menyatakan itu.
Dan kau pun melengkapinya dengan "count-down" waktu, karena hari ini, kita akan menikmati "petualangan lain" dari duniaku.
Perasaan membuncah bahagia, ketika kau uraikan perlahan tentang rasamu.. Mae.  Dan dengan kuyakini hati, kuberjanji akan melakukan hal yang memang ingin kulakukan untukmu.
Nantilah..... janjiku.

Kekacauan rencana yang memang terjadi hari itu, kegundahan yang kubawa menemuimu terbayarkan sempurna dengan pertemuan di kafe ini.
Aku hadir 1 jam lebih awal, karena sedang tak ingin berkelana.  Aku hanya ingin duduk, dan belajar merenda kesabaran menantimu.

Mae... aku sudah di kafe yaa... aku tunggu di ruang dalam. Demikian isi sms yang kukirimkan padamu.

"Mas.. bisa pesan salad dan Lemon Tea dulu yaa... sambil nunggu."

Aku memesan makanan yang akan menemaniku, menunggumu.  Kulihat berulang kali jam tanganku.
Well... saat menunggu itu memang tak mudah.

Kubuka tas dan mengeluarkan novel yang sudah selesai kubaca. Novel yang kita beli bersama.  Kebersamaan pertama yang kita lakukan.
Mengukir cerita yang cukup indah.

"Hai...." sapamu hangat dan menyalamiku.
Hmmmmmm.... sayang, mungkin kau tak tahu.. bahwa kala itu yang terlintas adalah ingin memelukmu.. Mae.
Sepotong keinginan yang selalu kuutarakan via emoticon untukmu. Aku benar-benar terjebak dalam perasaan dalam yang indah. Yang tak kusadari... esok hari akan terungkap semua tanya yang menggelayut di hati.

"Duduk di sini... Mae."  Kutunjuk posisi di sebelahku, di sofa yang hampir saja membuatku terlelap, karena semalaman berupaya menyelesaikan pekerjaanku yang tertunda.
Ditemani dirimu..... aku kembali tersenyum simpul mengenangnya.
"Ini...." Kukeluarkan netbookku, karena aku ingin kau ringankan juga bebannya.  Alasanku saja untuk bisa menghabiskan sore ini bersamaku sebenarnya.
"Passwordnya?", tanyamu.
"Bisa kau tebak.. ga?"  aku iseng mempermainkanmu.
Kau ketik dengan berusaha mengingatnya.  Dan, ajaib... kau memang memperhatikan detil-detilnya... Mungkinkah... Mae?
Aaaahh... kebetulan saja.

Kuperhatikan dirimu yang sangat asyik mengurangi beban di netbookku, dari belakang.
Tahukah kau... Mae... betapa kuingin usap punggung itu.
Hmmm.... nantilah.. kutahan nafas, mengurangi kegelisahan yang menyeruak hebat.

Tasku yang menjadi batas...
Yang kemudian kupindahkan untuk mengurangi jarak kita.
Waahh... tahukah.. kau.. Mae, bahwa kala itu.. benar-benar ingin memelukmu..
Sungguh terlanjur kutak sanggup jauh darimu.
Ketika kuberanikan diri mengusap punggungmu, dan sejurus melihat reaksimu.. tetap serius pada apa yang kau kerjakan.  Aku benar-benar tak bisa berkata.  Karena kala itu yang kurasakan kejujuran rasa... Mae.
Aku berusaha tenangkan dirimu, mengurangi kecanggungan yang ada itu, dengan meletakkan tanganku di pahamu. untuk meyakinkanmu, bahwa semua akan baik-baik saja, jika kau berani nyatakan.
Ketika kau berani mengungkapkan tabir kabut yang menghalangi rasamu.

Mae...
Ketika menghabiskan banyak waktu, walau aku pun belum bisa melepaskan kegundahanku, aku sangat nikmati itu... Memperhatikan wajahmu, senyummu, terus bisa mencium aromamu, adalah masa indah yang akan jadi kenangan indah.
Selalu kuperhatikan sikapmu ketika menyimak ceritaku.  Dan kutahu... kau pasti selalu bisa menangkap kabut yang tiba-tiba menutup pandanganku, ketika kegundahan melanda kembali.

Terimakasih.. Mae,
Benar-benar kurasakan bahu dan tanganmu, yang selalu menjagaku kala limbung.
Waaahh.... hidupku, benar-benar berubah sejak kehadiranmu.  Karena selama ini tak ada yang bisa menghentikan kegilaan petualanganku.  Tidak hanya petualangan di alam, tapi juga di kopi, dan hal lain yang selalu buatmu tercengang.  Dan selalu dengan  santun kau tanggapi semua dengan kedewasaan yang cukup matang untuk orang seusiamu.

Tak apa... Mae..
Jika bentangan jarak denganmu adalah batasan memilikimu, bisa tertaklukkan dengan damai.
Karena hari ini.. petualangan indah kembali terukir bersamamu.
Perjalanan waktu yang mengantarku pada titik ini, membuatku benar-benar menyadarkan makna ketulusan.
Cinta memang tak harus termiliki.
Kubebaskan kau melambungkannya tanpa batas, tanpa jeda... karena kunikmati momen indahnya per hari saja.

"Pulang yuuk...." ajakku.
"Masih huujaan..." katamu menahanku, yang kemudian kusadari bahwa itu upayamu untuk menyandera waktu, agar tak cepat berlalu. Enggan.
Kalau kau mau menanyakan itu padaku.... itu juga yang terjadi pada hatiku... Mae.

Tapi coba ku ikhlaskan perjalanan hati hari ini terhenti pada titik waktu.  Karena kutitip harapan pada Ilahi... sebuah kesempatann bertemu dirimu lagi.
"Sudah... Mae." setelah membayar.
"Yuuuk"
"Hujan... Vie."
"Ga apa-apa... hujan begini awet... Mae.  Hujan itu indah... kok."   Aku meyakinkanmu, karena kutahu sebenarnya kekhawatiranmu tentangku.  Kau tak ingin aku basah.
Bahagiaaa..... sangat... Mae, ketika menyadari perhatianmu.

"Boleh benar-benar pinjam bahumu... Mae?"  Aku mencoba memecahkan dingin malam.
"Booolleeh.."
"Waahhh... jadi pengen nangis..." ucapku yang tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa menyeruak membuka luka hati.
"Yaa... nangis juga ga apa-apa kan... Vie.  Hujan ini... jadi ga ada yang tahu."
Aku melihat perubahan tubuhmu, perlahan memang, yang kemudian kusadari bahwa kau sedang menahan gundah.
Mae, apakah kau coba menyatakan perhatianmu dengan menangis..?
Aku coba bertanya pada angin dan hujan.  Karena yang kutahu, kau selalu memendam rasamu dalam-dalam.

Aku mencoba memelukmu... sangat eraat... Mae, dan bisakah kaurasakan... bahwa aku sangat nyaman bersamamu.
Bahumu benar-benar membuatku menangis, hanya tertahan.. karena kutak mau mengganggumu.. Mae. Mengganggu hidupmu, yang memang baik-baik saja.
Mengganggu kehidupanmu... bukanlah tujuan atau mimpiku.
Aku hanya ingin sesaat memilikimu... sendiri tanpa jeda.

Kurasakan getaran yang hebat tubuhmu, pelan dan lembut, selembut perasaanmu... Mae. Kuangkat kepala dari bahumu... merapatkan tubuh, untuk bisa berbagi kehangatan dalam dingin hujan dan malam yang pekat. Kuusap perlahan bahumu, untuk yakinkan.... semua akan baik-baik saja.... Mae, aku pasti baik-baik saja. Karena aku percaya padamu.
Berulang kali kurasakan... itu Mae.
Kau menangis kah? tanyaku.  Yang kemudian kutahu, yang kurasakan itu benar adanya.
Mana mungkin... yaa... Mae, sangah hatiku.
Walau aku percaya padamu, namun rasanya... aku memang bukan siapa-siapamu.

Sejak awal, kita meninggalkan kafe itu... banyak tanda-tanda yang kauhadirkan untukku.  Bahwa kau memang perduli padaku, tulus.  Kekhawatiranmu ketika kuceritakan, aku masih membelah malam pulang dari jadwal malam pekerjaan.  Semua cukup jelas kurasakan.
Namun aku selalu terjebak dengan jutaan tanya, benarkah?

Jujur,
Aku merasa amat tersanjung merasakan semua keindahanmu... Mae.  Dan aku takkan menyesal lagi dalam hidup, karena semua yang ingin kulakukan padamu, mulai menemukan jalannya.
Dengan segenap jiwa... tak bosan kukatakan lagi... dan lagi... Mae,
Aku mencintaimu dengan tulus.
Aku merindumu dalam setiap tarikan dan hembusan nafasku.

Semua mengalir menemukan jalannya kan... Mae?

Malam ini... kututup dengan semangat yang luar biasa, semangat yang kau suntikkan padaku agar tetap bertahan pada kekuatan. Karena kau kini ada membantuku berdiri.

Mae,
Aroma parfummu menemaniku menembus awan mimpi terindah yang pernah kumiliki.
Kututup dinihari yang kau temani dengan doa "Tak pernah cukup kata untuk menghadirkan cinta yang ada dalam hati. Mudah-mudahan selalu ada dan tanpa jeda..."

Mae... Mae... Mae,
Sengaja kusebutkan namamu 3x seperti gurauanku, agar secepat itu pula kau dapat rasakan keindahan ini, memejamkan mata, tertidur tanpa lelap, dan bermimpi kau bisa jadi milikku... walau hanya sesaat terdekap.
Namun tetap terurai bahagia... karena indah senyumanmu, makin indah di hatiku.
Selalu kusadari.... bahwa cinta ini tak mungkin jadi milikku.
Jika kau bahagia, aku semakin bahagia.
Maka, lakukanlah apa yang ingin kau lakukan untuk ungkapkan rasa.  Dan beranilah... karena semua pasti akan baik-baik saja.  Karena lebih baik terucap dan terungkap, agar kutahu keindahan ini memang telah jadi milik kita.

Mae... takkan kuberpaling lagi...
Selalu menjagamu dan rasamu.... di sini.. dalam rahasia HATI.


(Dalam senyum merekah untuk sebuah kejujuran rasamu....
the piece of your puzzle completed all of the beautiful feelings)






No comments:

Post a Comment