Dear El,
Jika kau terima surat
ini , maka maafkanlah... jika terjaga esok hari Edelweiss itu telah layu. Hal yang memang tak mungkin terjadi...
Tapi... itulah aku
kini.
Tahukah kau, semua
adalah kesalahanku, yang tak sirami bunga keabadian itu. Lambang kesejatian. Aku sudah enggan dan terlalu sakit untuk
terus melakukannya sendiri.
El,
Aku masih menangis,
ketika menuliskan surat ini untukmu.
Cinta yang luar biasa pernah kugenggamkan untukmu. Namun.. semua harus ditutup dengan kesakitan
yang juga tak biasa.
Yaa... aku sudah berhenti
dan meninggalkan kenangan indah yang pernah terajut denganmu. Tetap jadi bagian sejarah hidup di lembar
hatiku.
El,
Jangan pernah paksakan
perasaan itu kembali...
Karena jika aku adalah
jalanmu, maka satu saat nanti aku pasti kembali pulang.
Kembali mengisi ruang
hati dengan kehidupan bersamamu.
Tapi... El,
Biarkan itu berjalan
senatural mungkin. Karena keterpaksaan
hanya berujung kekecewaan dan ketidaktulusan rasa kan?
Aku ingin kembali
berjalan dan melangkah sendiri (dulu) menyembuhkan luka yang mungkin juga aku
torehkan untukmu.
Aku ingin mengembara
dan membiarkan angin menyampaikan salamku padamu.
Karena ketika kau
terima suratku ini, matahari pagi yang masih malu mengintip di celah langit
malam, menemaniku menyesap secangkir kopi.
Ingin mengulang semua kenangan itu... walau kini hanya kulakukan
sendiri.
El,
Mungkin tak pernah
kukatakan betapa terlukanya perasaanku, untuk semua perlakuanmu yang selalu
melihatku sebagai “super women”.
Membiarkanku sendiri di semua perjalanan keputusan yang harusnya kita
lakukan bersama. Mengapa... El?
Aku memang petualang
sejati, tapi aku tetap wanita yang ingin dimanjakan dengan perlakuan manis
juga. Aku masih normal sebagai wanita...
El.
Hampir tak pernah
kurasakan itu semua.
Mungkin salahku juga,
tak pernah terbiasa membagi pernyataan langsung padamu.
Selalu mengharapkan
engkau mengerti sendiri...
Aahh... seringkali aku
lelah.. El,
Sangat ingin meminjam bahumu, menyandarkan hatiku yang terluka untuk bisa bersama membagi duka yang kurasakan.
Sangat ingin meminjam bahumu, menyandarkan hatiku yang terluka untuk bisa bersama membagi duka yang kurasakan.
Tapi itu tak pernah
terjadi... kau terlalu sibuk dengan urusan orang lain, hingga aku terlupakan
dan terabaikan.
Mengapa... kau begitu
lembut dan perhatian pada orang lain, dibandingkan aku... EL?
Apa salahku?
Apakah dulu.. aku
adalah sebuah kesalahan yang ingin kautinggalkan?
El,
Kini... aku ingin
menguburkan semua kenangan indah awal perjalanan kita. Di sini... di padang pasir gersang yang kulalui,
Maafkan jika aku memang ingin pergi (saja), tanpa membukakan satu pintu kesempatan untukmu (lagi).
Maafkan jika aku memang ingin pergi (saja), tanpa membukakan satu pintu kesempatan untukmu (lagi).
Sudahlah....
El,
Bila waktu boleh
kuputarkan, dan luka yang tertoreh ini belum terlalu dalam...
Aku ingin
meninggalkanmu sejak semula.. karena aku tak ingin terjebak dalam perasaan
benci padamu.
Kau adalah sosok lelaki
dalam impianku...
Tapi kini, kau
sia-siakan itu.. membunuh nyawa impian itu, dan membuatku pergi...
El,
Tak pernah kau tahu...
bahwa butuh 5 tahun untuk bisa ada di titik ini. Benar-benar ingin meninggalkanmu, tanpa
tergoda untuk kembali dalam kenangan.
Itu bukan aku... El,
Kini aku semakin kuat
untuk melangkah sendiri, karena memang itulah aku.
Petualang sejati yang
akan terus mengembara dalam pencarian abadi.
Pernah kuberikan
cintaku tanpa jeda untukmu, dan karena itulah pula kau pikir aku takkan sanggup
berpaling darimu.
Kau salah... El,
Cinta itu telah
tersiakan, justru ketika kau merasa di atas angin. Aku tak ingin diperbudak oleh ketidakpastian
perasaan indah yang semu. Apa yang ada
kini biarlah jadi perjalanan di penggalan Sang Waktu.
El,
Jika kau menemukan
wanita yang bisa memberikanmu cinta putih, jangan siakannya yaa..(lagi),
Wanita selalu tetap
menjadi rusuk lelaki selamanya,
Ia ingin dimanjakan...
Bukan dengan materi
saja.. El,
Karena yang terpenting
adalah menjaga kehalusan perasaannya.
Selalu ada untuknya...
Meminjamkan bahu baginya..
Menjadi sandaran jiwa
yang menentramkannya..
Mengusap lukanya dengan
sentuhan lembut..
Atau melakukan
kebersamaan yang romantis dalam kesederhanaan..
Mengertikan dia apa
adanya..
Karena wanita selalu
jadi belahan jiwa.
El,
Biarkanlah aku
berlalu..
Jangan tahan aku lagi
dengan sejuta alasan yang sebenarnya hanya untuk menutupi harga dirimu
semata. Berikan saja aku waktu yang
cukup untuk memahami keterpurukanku kali ini adalah takdir Ilahi..
Mampukan aku untuk
mengembalikan rasa ini di jabat sahabat saja (dulu)..
Jangan tanyakan kapan
aku kembali untukmu...
Karena aku pun tak bisa
tahu perasaanku sendiri..
Satu yang kukatahun
pasti...
luka ini terlalu dalam di ruang gelap sanubari.
Cahaya cinta itu tengah meredup mencari Mentari dan Bulan di hitungan hari.
luka ini terlalu dalam di ruang gelap sanubari.
Cahaya cinta itu tengah meredup mencari Mentari dan Bulan di hitungan hari.
Bintang Timur pun
sedang enggan berikan arah sebagai petunjuk..
karena tengah lelah memantapkan diri di peretasan mimpi bernyawa dalam pelukan waktu.
karena tengah lelah memantapkan diri di peretasan mimpi bernyawa dalam pelukan waktu.
Tak ada jeda...
Tanpa cela...
5 tahun bukan waktu
yang singkat untuk mengubur semua kenangan bersamamu. Tak mampu kuceritakan betapa banyak buliran
airmata yang tertumpah di keheningan malam tanpamu. Ribuan kata yang kuyakini bahwa ini hanya
mimpi buruk.
Jalanku mulai berujung
keindahan.. namun kau memilih menafikan keberadaanku.
Sebenar-benarnya....
engkau yang telah lama pergi.
Tak pernah ada di
sampingku.
Itulah makna 5 tahun
kebersamaan yang terajut bersamamu.
El,
Semua tetap indah...
Tapi, maafkanlah...
Kini... aku pergi
melangkah sendiri tanpamu.
Ingatlah.. pengorbanan
cinta itu harus dilakukan bersama, hingga bunga Edelweiss yang menjadi simbol
keabadian itu tetap mekar di hati. Anggrek
hitam yang langka akan terus mekar tanpa cela.
Mawar merah itu tetap merona di sanubari penuh kasih...
Terimakasih.. El,
Untuk semua petualangan
yang terjalani bersamamu....
Di atas putaran waktu,
Maafkanlah aku... El,
Untuk keangkuhan hati
yang tak kunjung bisa memaafkanmu, dan memutuskan untuk berjalan sendiri.
Aku pamit... El,
Meninggalkan hati dan
perasaanmu, yang kutahu pasti terluka pula.
Waktu akan mengobatimu, dan ada wanita baik yang bisa pahamimu lebih dibanding aku.
Waktu akan mengobatimu, dan ada wanita baik yang bisa pahamimu lebih dibanding aku.
Aku akan tetap jadi
sahabatmu dalam ikatan waktu.
Jabat eratku.....
Sahabatmu,
Vie
NB: Edelweiss itu tetap ada sendiri.. di tebing gunung yang curam,
No comments:
Post a Comment