Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Saturday, November 23, 2013

JAWABAN KESUNYIAN



Perjalanan kali ini memang tak seperti biasanya.  Aku rela meninggalkan aktifitas yang teramat kusukai jika terlepas dari rutinitasku, demi sebuah keinginan menemani Dy. Hmm.. mungkin banyak yang tak menyangka, di balik kepribadianku yang tomboy, hobi berpetualang mendaki puncak-puncak gunung, tetap ada sisi feminin. Yaa... walau mungkin hanya sedikit. Hahaha...

Aktifitas yang kumaksud adalah: luluran, creambath, dan maskeran.  Girly banget kan?  Namun, aku belum pernah menginjakkan kaki di salon, untuk melakukan aktifitas itu.  Semua kegiatan itu kulakukan sendiri.  Tante yang memiliki salon di Surabaya, mengajarkan aku teknik-teknik melakukannya.  Bahkan memotong rambut pun kulakukan sendiri. Hmmm... lumayan kan irit.
Ah, sebenarnya bukan itu alasan utamaku tak melakukan semuanya di salon.  Hanya aku lebih senang menggunakan bahan-bahan alami saja.  Memang sedikit ribet, namun hasilnya memang optimal kan?
Namun tetap saja, jangan bayangkan aku sebagai sosok yang feminin.  Aku hampir tak pernah menggunakan highheels, atau rok.  Yaa... sesekali memang aku mengejutkan teman-teman di kantor dengan hal ini.  Waahh.. ada angin apa nih Vie?  Lo lagi jatuh cinta yaa...” Aahh.. ada-ada saja mereka.  Aku kan tetap perempuan tulen, walau hobi dan aktifitas yang menjadi kegemaranku, dekat dengan dunia laki-laki yang maskulin.

Sore ini memang aku meluangkan waktu untuk menemani Dy, berbelanja keperluannya.  Tak pernah melakukan ini.  Walau telah lama menantikan kesempatan ini.  Hahaha...  Hanya ingin mengetahui seleranya.  Hingga jika satu saat nanti aku ingin memberikannya ‘surprise’, mudah-mudahan tak membuatnya kecewa.  Aku memang belum terlalu mengenalnya secara pribadi.  Dy bukan sosok yang ekstrovert sepertiku.  Seringkali meraba-raba apa yang dirasakannya, karena sebagai pribadi yang pendiam dan introvert, ia tak banyak bercerita tentang perasaannya.  Ingin mengajarinya untuk berani menyatakan perasaannya.  Mengungkapkannya.  Tapi... perlahan mungkin.

Dy?
Vie....

Missed u...
Really missed u so... Dy,
Pinjam bahumu y?
r u okaayy_?

Pesan singkatku tak jua berbalas pagi ini.  Kulakukan sejak 10.45 semalam.  Dinihari ia menjawabnya.  Sekali saja.  Selanjutnya pesan singkatku hanya menepuk keheningan yang panjang.  Seringkali membuatku uring-uringan.  Mengkhawatirkannya. Hhmmm... mudah-mudahan ia baik-baik saja, menenangkan hati dan pikiran dengan menghela nafas yang panjang.  Tak ingin menambah kegundahan dengan keribetan pikiranku.  Aku sahabatnya.  Percaya dapat menyandarkan hati padanya itu sudah lebih dari cukup.  Beberapa hari ini memang ia mengatakan ingin menyepi dan menepikan pikirannya.  Maka ketika aku diizinkannya untuk menemani, akan kusempatkan itu.  Dan di sinilah aku.  Berjalan di belakangnya, sesekali memeluknya. Memegangi tangannya.  Kerinduan ini benar adanya.  Melihatnya memilih dan sesekali meminta pendapatku.  Bahagia mendapatkan kesempatan ini.  Terimakasih... Tuhan, untuk semua waktu yang Kau izinkan bagiku menemani Dy.

Ada yang berbeda di ikatan waktuku hari ini.  Sama sekali tak kuketahui, telah ada jawaban dari aplikasi beasiswa yang kunanti.  Terlalu sibuk dengan aktifitas yang mengikat.  Hingga ketika membuka email, hanya memperhatikan detil-detilnya saja.  Ketika malam beranjak menjauh, aku mulai menyadari detil itu.   
Hmmm... jawaban yang belum sesuai dengan harapanku.
Hanya kepedihan yang ada, rasanya kok biasa saja ya?
Apakah aku memang sudah dalam ikatan ikhlas yang selama ini hanya dalam angan dan pembicaraanku saja?

Yaa Rabb...
Kekuatan hati dan pikiran ini, memang hanya berasal dariMu.  Aku hanya menjalani apa yang ‘terbaik’ bagiku.  Semua menurutMu saja...

Termasuk semua kegundahan yang telah menemaniku selama 10 bulan.  Hampir melupakan adanya tawa, jika tak Kau izinkan aku bertemu dengan Dy.
Maka.. ketika kepedihan ini menghampiri, ia orang pertama yang kuberi kabar.  Buatku, kabar gembira atau sedih, memang harus disampaikan pada orang yang “dekat”.  Dan itulah ia..

Mengganggu waktu tidurnya sebenarnya.  Terakhir pesan singkatnya mengatakan ingin terdiam dalam kegelapan kamarnya, menyepi.  Aaah... Dy, tahukah kau bahwa semua pernyataanmu itu mengusik ketenangan hatiku.  Ada apa denganmu? 
Dan.. ia masih bisa mendengarkan kegelisahan yang kusampaikan dengan perasaan yang natural.  Tak menyinggungku.  Terimakasih... Dy, untuk semua waktumu dalam diam.  Berikan aku waktu untuk juga dapat melakukannya untukmu.  Mendapatkan kepercayaanmu untuk mendengarkan kegelisahan yang tersampaikan dalam kata-kata.  Lebih dari rebahan kepalamu di bahuku sore ini @Lakamera Coffee.  Tapi.. tak apalah, semua sudah amat berarti bagiku.  Kehadiranmu itu “nyawa” dalam mimpi dan impianku.  Membuatku belajar hidup dengan mengalir di keikhlasan dan kedamaian.

Sebelumnya, semua bimbang, tangis kesedihan, tawa bahagia, dan semua yang terasa di lembaran hati, hanya kumiliki sendiri.  Tak mudah memang..
Hanya aku merasa tak perlu, membaginya dengan orang lain.  Karena memang tak ada yang mampu mengerti tentangku, perasaanku.
Aku sendiri tak ingin membaginya.  Karena rasa sakit dan terluka serta tak mempercayai lagi hubungan pertemanan.  Rasa ini menguap begitu aku mengenalnya.  Langsung mempercayainya.  Meminjam bahunya untuk merebahkan lelah hati.  Seringkali bertanya, “apakah aku merepotkanmu...Dy?  Bahumu seringkali basah, ketika aku meminjamnya.”  Ia tak menjawabnya.  Hanya mengusap kepalaku dengan lembut.  Hmmm... ini yang selalu membuatku terjebak dan terperangkap di kerinduan yang teramat dalam.  Mungkin jauh di sana, di lubuk hatiku, ingin kebersamaan yang tak lekang, tanpa jeda.  Begitu nyaman rasanya. Teramat nyaman.  Selalu membayangkan situasi ini dalam kehidupanku.  Memimpikannya tanpa henti, sepanjang usiaku.  Tapi... apakah itu mungkin?  Wallahu ‘alam bisshowab..

Harusnya kini aku menangis dalam.  Karena salah satu impian yang terhempas.  Entah mengapa... rasanya masih memiliki asa untuk pergi tahun depan, menempuhnya.  Hampir tak bisa menepisnya.  Seperti ada kekuatan yang menghampiriku, untuk tak terluka dan putus asa.  Hanya berusaha menerjemahkan ‘penundaan’ ini sebagai bagian penunaian ‘tugas’ yang belum selesai kulakukan.  Hmmm, adakah kaitannya dengan #promises, promisesku?
Masih terus berusaha mencari hikmah dari pembelajaran kali ini.  Dan semua bermuara pada penguatan keyakinan, bahwa saat ini, detik ini, masa ini, tetap inilah yang terbaik bagiku dan orang-orang yang kukasihi.  Tak pernah selangkah pun surut dan menyesali atau menangisi semua proses yang tak hanya menyenangkan, tapi juga menyakitkan yang telah kujalani untuk meretas mimpi ini.  Semua proses ini membukakan fakta dan kenyataan yang tetap ‘indah’, walau pahit.  Pada proses pendewasaan pikiran dan nalarlah semua perjalanan kunikmati dengan senyum dan tawa.  Tentunya.... ini tak terlepas dari kehadiran Dy yang menguatkan hati.  Jika hanya sendiri... kupikir mungkin aku takkan setegar ini.  Yaa... aku hanya tegar di luar, tapi sebenarnya teramat rapuh di dalam.  Hanya memang tak banyak yang mengetahuinya.  Hmmm... though outside but fragile inside, itulah gambaran tentang diriku “si petualang sejati”.

Panggil aku Vie.  Perjalananku ke kota ini teramat panjang dan berliku.  Proses pendewasaanku harus terbayar mahal karena aku memang bukan pribadi yang “penurut”, yang mau dibentuk oleh orangtua.  Yaa... kupikir, orangtua yang bijak tentunya hanya berupaya mendukung apa yang menjadi cita-cita anaknya, dan tak akan memaksakan kehendak.  Tapi... tak semua orangtua memahami hal ini.  Mungkin.  Entahlah.. pengalaman sebagai orangtua belum pernah kulalui sendiri.  Semua pengetahuan ini hanya kubaca dari buku.  Bukan berdasarkan fakta.  Maka, sejak saat ini aku berjanji takkan menjadi orangtua yang arogan, buat buah hatiku kelak.  Akan menjadi sahabatnya, menjadi bahunya untuk merebahkan kegundahan, dan selalu mendukung mereka selama itu positif.  Hmm.. impian mulukkah?

Di bawah langit Bandung, kumulai perjalanan meretas mimpi yang panjang.  Semua ‘badai’ mulai mereda perlahan.  Langit dalam kanvas yang gemar kulukis, sudah terpoles dengan cat biru langit yang cerah.  Sinar mentari pun menghangatkan wajah, dan membuat pipiku kemerahan.  Di Masjid Al-Furqon kuteguhkan harapan, mnjadi pembeda.  Bertahun-tahun mengimpikan tinggal di kota ini.  Merasakan belahan jiwa yang menunggu di sini.  
Haahh... come on Vie, forget about that for a while, just make your dream come true first.. k?  Pikiranku mulai mendebat hatiku yang mulai melankolis. 
Iyaa....iyaa, cuma bercanda juga, jawab hatiku.  Hanya tersenyum menikmati semua dialog yang dilakukan pikiran dan hatiku.

Sore ini aku membelah kemacetan yang ada di Bandung dengan mobilku.  Memberanikan diri melamar pekerjaan sebagai penyiar di sebuah radio ternama di kota Bandung.  Jalan Cipaganti yang menjadi tujuanku.  Bang Adi telah merekomendasikanku pada temannya di sana.  Bukan jalan yang kumau, tapi sudahlah terkadang memang kita membutuhkan bantuan orang lain untuk meretas mimpi kan?  
Tak perlu merasa gengsi dan malu... Vie, kau tak mengenal siapa pun di sini, begitu ujarnya.  Toh.. nanti kualitas dirimu sendiri yang membuatmu bertahan atau tidak di radio itu kan?  Seleksi alam tetap berjalan kok..

Perjalanan ini sebagian besar untuk membuang kegundahan yang memenuhi hatiku.  Semalam aku sengaja menelpon Bang Adi.  Menceritakan keinginanku untuk meneruskan profesi yang pernah kujalani sebelum pindah ke kota ini.  Jatuh dan kemudian belajar bangkit, memang tak pernah mudah.  Namun bukan pula tak mungkin.  Lamunan yang terus melambung, membagi perhatian pada lalu lintas agar tak terjadi hal yang tak kuinginkan.  Sesekali melihat HP yang terdiam.  Dy... kemana dirimu?  Baik-baik sajakah?  Jawablah sekali pesan singkatku, sekali saja...  pintaku dalam hati.  Ingin menenangkan diri, mengatakan semua baik-baik saja.  Tapi tak bisa bohongi hatiku.

“Vie... Adi udah cerita banyak tentang lo.  Waktu gue nelpon juga, rasanya gue ga perlu tes lo lagi deeh...  Waktu kosong lo kapan, biar mudah schedulingnya,” Kang Iman langsung menyambutku ketika masuk ke ruangannya.
“Ini Reza yang akan dampingin lo.. untuk siapin playlist.  Kalau yang nulis scriptnya Ita, cuma dia lagi kuliah dulu.  Besok kayaknya lo bisa ketemu dia,” jelasnya panjang lebar.  Aku hanya tersenyum dan menyalami Reza.
“Oke... Kang, sebenarnya saat ini jadwal saya ga terlalu padat.  Jadi bisa ikutin jadwal yang udah ada deeh..”
“Siip.  Reza.. lo siapin aja ya.  Besok mulai siaran jam 2 yaa... Vie? Lo bisa kan?.”
“Bisa.. Kang.”
“Well.. selamat bergabung ya..”
“Makasih... Kang, untuk kesempatan ini.  Besok saya datang lagi.  Pamit dulu yaa..  Yuuk... Kang. Reza.. duluan..”
“Ok.. Vie.”

Setelah mengetahui semua jadwal yang diberikan, aku meninggalkan radio.  Tadi sempat sekilas melihat ada sms yang masuk.  Mudah-mudahan dari Dy.  Dan.. ya. 

Yaa, am okay..
Bisa temanin gue ga? Rasanya ingin menepi di satu tempat...
Ingin langsung pulang.. Maaf.,
Ok, gpp.  Hanya lo buat gue khawatir..

Terhening lama, dan mataku kembali fokus ke perjalananku.  Aku ingin ke Bapusipda.  Mengembalikan buku-buku yang kupinjamkan untuk Dy.  Ia memang tengah menyelesaikan studinya.  Ilmu yang ditekuninya membuatku belajar membuka diri.  Menjauhkan dari kegundahan yang berkepanjangan di sebuah kegagalan.. Bangkit dan mencari hikmah dari “keberhasilan yang tertunda” ini.  Aku memang sosok yang perfeksionis.

Lo udah beres ngajar?
Kaga. Hari ini memang khusus kuniatkan untuk menemanimu.
Lo bilang kemarin akan ke kampus.
Iya.. itu kalau lo bimbingan.
Ok, lo ke sana duluan. Gue nyusul.

Hhmm... terimakasih telah meredakan kegundahan dan kegalauanku.  Aku memang sahabatmu saja.  Maafkan jika terasa mendominasi.  Namun semua jeda yang ada di antara komunikasi, memang selalu membuatku kurang nyaman.  Walau cara mengetikku sudah jauh lebih ‘rapi’, tak lagi menukarkan job desk untuk tangan kanan dan kiri.  Artinya, otak kanan dan kiri, mulai berbagi tugas dengan normal.  Keribetanku juga lebih berkurang.  Ketika terduduk menyantap burger di Alun-alun Bandung,  sebenarnya banyak yang ingin kuceritakan.  Namun melihat kelelahan yang terpancar nyata dari matamu, menyurutkan semuanya.  Aku hanya menantimu bicara, membagi kegelisahan yang menderamu.  Namun hingga percakapan berakhir, tak muncul sekalimat pun tentang itu.  Dy.. kau semakin buatku khawatir.

Banyak yang tak bisa kujelaskan dari apa yang kurasakan kini.  Seharusnya aku merasakan kesedihan yang dalam atas terhempasnya satu mimpiku.  Hanya kini berupaya menenangkan hati untuk bisa mencari pembenaran atas hikmah dari semua kabut yang menyelimuti.  Mungkin masih ada ‘tugas’ yang harus kutunaikan atas janji-janji yang kubuat.  Menyaksikan dulu keberhasilan orag-orang yang terkasih untuk kemudian melepasnya dengan jalan yang telah terintis bersamaku. 

Kali ini, aku memang terjatuh lagi.. memang hadirkan airmata (lagi).  Namun kegelisahan dan kegundahan yang menaungi tidurku tanpa lelap semalam mulai menambatkan perahu tanpa badai.  Tak mudah.. tapi bukan tak mungkin.
Jawaban smsku yang semakin memendek, sebenarnya sebuah penanda bahwa banyak yang tertahan dalam hati.  Tangis, kecewa, dan gundah telah terpenjara dalam lidah yang semakin kelu.
Jujur.. aku tak kuasa menahannya sendiri.  Tapi tak jua mampu menangis, selain ketika menuntaskan cerita di perjalanan waktu kali ini.

Yaa Rabb,
Izinkan saja kumiliki waktu dalam kelunya lidah dan hati sesaat, dengan kekuatanMu.  Cukupkanlah semua.. bagiku untuknya.  Berilah.. kesempatan menikmati pelangi di belahan Aussie itu, tetap ingin kuretas dalam waktu milikMu.  Tetap jadikanlah ia “nyawa’ dalam semua mimpi dan impianku.  Sepanjang hidupku.  Jika masih Kau izinkan pula... Sederhanakanlah pikiran dan hati memaknai semua warna kehidupan yang harus kulukiskan di kanvasku.

Langit malam dengan Bintang Timur, di penghujung malam bersama Dy kali ini memang luar biasa.  Kusembunyikan tangis di belakang punggungnya.  Pun ketika ia mengantarkanku hingga tempat biasa menantikan bisku.  Genggaman tangannya sedikit meredakan rasa. Tak kuceritakan akhirnya memang, bagaimana akhir perjalananku kemudian, karena tak ingin buatnya khawatir.  Aku tetap bisa sampai rumah dengan kelelahan hati yang luar biasa.  Memendam perasaan memang tak mudah.  Tergeletak dengan airmata yang mengalir tertahan, baju lengkap yang belum terganti.  Dan sesekali tetap mengiriminya pesan singkat, hingga tertidur tanpa terlelap.  Terlalu gelisah... Dy, di penantian hari lain yang menanti...

Saigo no KISU wa tabako no flavor ga shita
Nigakute setsunai kaori

Ashita no imagoro ni wa
Anata wa doko ni irundarou
Dare wo omotterundarou

You are always gonna be my love
Itsuka dareka to mata koi ni ochite mo
I'll remember to love you taught me how
You are always gonna be the one
Ima wa mada kanashii LOVE SONG
Atarashii uta utaeru made

Tachidomaru jikan ga
Ugokida sotto shitteru
Wasuretakunai koto bakari yo

Ashita no imagoro ni wa
Watashi wa kitto naiteru
Anata wo omotterundarou

You will always be inside my heart
Itsumo anata dake no basho ga aru kara
I hope that I have a place in your heart too
Now and forever you are still the one
Ima wa mada kanashii LOVE SONG
Atarashii uta utaeru made

You are always gonna be my love
Itsuka dareka to mata koi ni ochite mo
I'll remember to love you taught me how
You are always gonna be the one
Mada kanashii LOVE SONG
Now and forever..
Ever..
(Utada Hikaru-First Love)




Kau selalu tersimpan dalam hatiku,
Ingin selalu tetap bersamamu,
Tuhan,
berikan aku hidup satu kali lagi, hanya untuk bersamanya,
'kumencintainya...
Sungguh mencintainya,
Meski raga tak bersamamu,
Namun hati ini selalu milikmu....

Sayup lagu The Virgin menemani tidurku yang tengah jauh dari lelap.  Hingga kusaksikan kupu-kupu yang telah bergerak..  
Silence in the wind...
Rasanya hampir berabad ingin kusaksikan ini.  Kode HTML yang panjang untuk membuatnya "beda".  Merubuhkan dinding pembatas antara impian dan kebencian.  IT itu menyenangkan dan menenangkan ternyata.  Membuatku kaya dan menjadi persona berbeda.

Well,
Mungkinkah ini pertanda?
Guiding light to another world...


#KesunyianAirmataTertahan

@My Room

No comments:

Post a Comment