Perjalanan kali ini memang tak
seperti biasanya. Aku rela meninggalkan
aktifitas yang teramat kusukai jika terlepas dari rutinitasku, demi sebuah
keinginan menemani Dy. Hmm.. mungkin banyak yang tak menyangka, di balik
kepribadianku yang tomboy, hobi berpetualang mendaki puncak-puncak gunung,
tetap ada sisi feminin. Yaa... walau mungkin hanya sedikit. Hahaha...
Aktifitas yang kumaksud adalah:
luluran, creambath, dan maskeran.
Girly banget kan? Namun,
aku belum pernah menginjakkan kaki di salon, untuk melakukan aktifitas itu. Semua kegiatan itu kulakukan sendiri. Tante yang memiliki salon di Surabaya,
mengajarkan aku teknik-teknik melakukannya.
Bahkan memotong rambut pun kulakukan sendiri. Hmmm... lumayan kan irit.
Ah, sebenarnya bukan itu alasan
utamaku tak melakukan semuanya di salon.
Hanya aku lebih senang menggunakan bahan-bahan alami saja. Memang sedikit ribet, namun hasilnya memang optimal
kan?
Namun tetap saja, jangan
bayangkan aku sebagai sosok yang feminin.
Aku hampir tak pernah menggunakan highheels, atau rok. Yaa... sesekali memang aku mengejutkan
teman-teman di kantor dengan hal ini. “Waahh..
ada angin apa nih Vie? Lo lagi jatuh
cinta yaa...” Aahh.. ada-ada saja mereka.
Aku kan tetap perempuan tulen, walau hobi dan aktifitas yang menjadi
kegemaranku, dekat dengan dunia laki-laki yang maskulin.
Sore ini memang aku meluangkan
waktu untuk menemani Dy, berbelanja keperluannya. Tak pernah melakukan ini. Walau telah lama menantikan kesempatan
ini. Hahaha... Hanya ingin mengetahui seleranya. Hingga jika satu saat nanti aku ingin
memberikannya ‘surprise’, mudah-mudahan tak membuatnya kecewa. Aku memang belum terlalu mengenalnya secara
pribadi. Dy bukan sosok yang ekstrovert
sepertiku. Seringkali meraba-raba apa
yang dirasakannya, karena sebagai pribadi yang pendiam dan introvert, ia
tak banyak bercerita tentang perasaannya.
Ingin mengajarinya untuk berani menyatakan perasaannya. Mengungkapkannya. Tapi... perlahan mungkin.
Dy?
Vie....
Missed u...
Really missed u so... Dy,
Pinjam bahumu y?
r u okaayy_?
Pesan singkatku tak jua
berbalas pagi ini. Kulakukan sejak 10.45
semalam. Dinihari ia menjawabnya. Sekali saja.
Selanjutnya pesan singkatku hanya menepuk keheningan yang panjang. Seringkali membuatku uring-uringan. Mengkhawatirkannya. Hhmmm... mudah-mudahan
ia baik-baik saja, menenangkan hati dan pikiran dengan menghela nafas yang
panjang. Tak ingin menambah kegundahan
dengan keribetan pikiranku. Aku sahabatnya. Percaya dapat menyandarkan hati padanya itu
sudah lebih dari cukup. Beberapa hari
ini memang ia mengatakan ingin menyepi dan menepikan pikirannya. Maka ketika aku diizinkannya untuk menemani,
akan kusempatkan itu. Dan di sinilah
aku. Berjalan di belakangnya, sesekali
memeluknya. Memegangi tangannya. Kerinduan
ini benar adanya. Melihatnya memilih dan
sesekali meminta pendapatku. Bahagia
mendapatkan kesempatan ini. Terimakasih...
Tuhan, untuk semua waktu yang Kau izinkan bagiku menemani Dy.
Ada yang berbeda di ikatan waktuku
hari ini. Sama sekali tak kuketahui,
telah ada jawaban dari aplikasi beasiswa yang kunanti. Terlalu sibuk dengan aktifitas yang
mengikat. Hingga ketika membuka email,
hanya memperhatikan detil-detilnya saja.
Ketika malam beranjak menjauh, aku mulai menyadari detil itu.
Hmmm... jawaban yang belum sesuai dengan
harapanku.
Hanya kepedihan yang ada,
rasanya kok biasa saja ya?
Apakah aku memang sudah dalam
ikatan ikhlas yang selama ini hanya dalam angan dan pembicaraanku saja?
Yaa Rabb...
Kekuatan hati dan pikiran ini,
memang hanya berasal dariMu. Aku hanya
menjalani apa yang ‘terbaik’ bagiku.
Semua menurutMu saja...
Termasuk semua kegundahan yang
telah menemaniku selama 10 bulan. Hampir
melupakan adanya tawa, jika tak Kau izinkan aku bertemu dengan Dy.
Maka.. ketika kepedihan ini
menghampiri, ia orang pertama yang kuberi kabar. Buatku, kabar gembira atau sedih, memang
harus disampaikan pada orang yang “dekat”.
Dan itulah ia..
Mengganggu waktu tidurnya
sebenarnya. Terakhir pesan singkatnya
mengatakan ingin terdiam dalam kegelapan kamarnya, menyepi. Aaah... Dy, tahukah kau bahwa semua
pernyataanmu itu mengusik ketenangan hatiku.
Ada apa denganmu?
Dan.. ia masih bisa mendengarkan
kegelisahan yang kusampaikan dengan perasaan yang natural. Tak menyinggungku. Terimakasih... Dy, untuk semua waktumu dalam
diam. Berikan aku waktu untuk juga dapat
melakukannya untukmu. Mendapatkan
kepercayaanmu untuk mendengarkan kegelisahan yang tersampaikan dalam
kata-kata. Lebih dari rebahan kepalamu
di bahuku sore ini @Lakamera Coffee.
Tapi.. tak apalah, semua sudah amat berarti bagiku. Kehadiranmu itu “nyawa” dalam mimpi dan
impianku. Membuatku belajar hidup dengan
mengalir di keikhlasan dan kedamaian.
Sebelumnya, semua bimbang,
tangis kesedihan, tawa bahagia, dan semua yang terasa di lembaran hati, hanya
kumiliki sendiri. Tak mudah memang..
Hanya aku merasa tak perlu, membaginya
dengan orang lain. Karena memang tak ada
yang mampu mengerti tentangku, perasaanku.
Aku sendiri tak ingin
membaginya. Karena rasa sakit dan
terluka serta tak mempercayai lagi hubungan pertemanan. Rasa ini menguap begitu aku mengenalnya. Langsung mempercayainya. Meminjam bahunya untuk merebahkan lelah
hati. Seringkali bertanya, “apakah
aku merepotkanmu...Dy? Bahumu seringkali
basah, ketika aku meminjamnya.” Ia
tak menjawabnya. Hanya mengusap kepalaku
dengan lembut. Hmmm... ini yang selalu
membuatku terjebak dan terperangkap di kerinduan yang teramat dalam. Mungkin jauh di sana, di lubuk hatiku, ingin
kebersamaan yang tak lekang, tanpa jeda.
Begitu nyaman rasanya. Teramat nyaman.
Selalu membayangkan situasi ini dalam kehidupanku. Memimpikannya tanpa henti, sepanjang
usiaku. Tapi... apakah itu mungkin? Wallahu ‘alam bisshowab..
Harusnya kini aku menangis
dalam. Karena salah satu impian yang
terhempas. Entah mengapa... rasanya
masih memiliki asa untuk pergi tahun depan, menempuhnya. Hampir tak bisa menepisnya. Seperti ada kekuatan yang menghampiriku, untuk
tak terluka dan putus asa. Hanya
berusaha menerjemahkan ‘penundaan’ ini sebagai bagian penunaian ‘tugas’ yang
belum selesai kulakukan. Hmmm, adakah
kaitannya dengan #promises, promisesku?
Masih terus berusaha mencari
hikmah dari pembelajaran kali ini. Dan
semua bermuara pada penguatan keyakinan, bahwa saat ini, detik ini, masa ini,
tetap inilah yang terbaik bagiku dan orang-orang yang kukasihi. Tak pernah selangkah pun surut dan menyesali
atau menangisi semua proses yang tak hanya menyenangkan, tapi juga menyakitkan
yang telah kujalani untuk meretas mimpi ini.
Semua proses ini membukakan fakta dan kenyataan yang tetap ‘indah’,
walau pahit. Pada proses pendewasaan
pikiran dan nalarlah semua perjalanan kunikmati dengan senyum dan tawa. Tentunya.... ini tak terlepas dari kehadiran
Dy yang menguatkan hati. Jika hanya
sendiri... kupikir mungkin aku takkan setegar ini. Yaa... aku hanya tegar di luar, tapi
sebenarnya teramat rapuh di dalam. Hanya
memang tak banyak yang mengetahuinya.
Hmmm... though outside but fragile inside, itulah gambaran
tentang diriku “si petualang sejati”.
Panggil aku Vie. Perjalananku ke kota ini teramat panjang dan
berliku. Proses pendewasaanku harus
terbayar mahal karena aku memang bukan pribadi yang “penurut”, yang mau
dibentuk oleh orangtua. Yaa... kupikir,
orangtua yang bijak tentunya hanya berupaya mendukung apa yang menjadi cita-cita
anaknya, dan tak akan memaksakan kehendak.
Tapi... tak semua orangtua memahami hal ini. Mungkin.
Entahlah.. pengalaman sebagai orangtua belum pernah kulalui
sendiri. Semua pengetahuan ini hanya
kubaca dari buku. Bukan berdasarkan
fakta. Maka, sejak saat ini aku berjanji
takkan menjadi orangtua yang arogan, buat buah hatiku kelak. Akan menjadi sahabatnya, menjadi bahunya
untuk merebahkan kegundahan, dan selalu mendukung mereka selama itu positif. Hmm.. impian mulukkah?
Di bawah langit Bandung,
kumulai perjalanan meretas mimpi yang panjang.
Semua ‘badai’ mulai mereda perlahan.
Langit dalam kanvas yang gemar kulukis, sudah terpoles dengan cat biru
langit yang cerah. Sinar mentari pun
menghangatkan wajah, dan membuat pipiku kemerahan. Di Masjid Al-Furqon kuteguhkan harapan,
mnjadi pembeda. Bertahun-tahun
mengimpikan tinggal di kota ini.
Merasakan belahan jiwa yang menunggu di sini.
Haahh... come on Vie, forget about that for
a while, just make your dream come true first.. k? Pikiranku mulai mendebat hatiku yang mulai
melankolis.
Iyaa....iyaa, cuma bercanda juga, jawab hatiku. Hanya tersenyum menikmati semua dialog yang
dilakukan pikiran dan hatiku.
Sore ini aku membelah kemacetan
yang ada di Bandung dengan mobilku.
Memberanikan diri melamar pekerjaan sebagai penyiar di sebuah radio
ternama di kota Bandung. Jalan Cipaganti
yang menjadi tujuanku. Bang Adi telah
merekomendasikanku pada temannya di sana.
Bukan jalan yang kumau, tapi sudahlah terkadang memang kita membutuhkan
bantuan orang lain untuk meretas mimpi kan?
Tak perlu merasa gengsi dan
malu... Vie, kau tak mengenal siapa pun di sini, begitu ujarnya. Toh.. nanti kualitas dirimu sendiri yang
membuatmu bertahan atau tidak di radio itu kan?
Seleksi alam tetap berjalan kok..
Perjalanan ini sebagian besar
untuk membuang kegundahan yang memenuhi hatiku.
Semalam aku sengaja menelpon Bang Adi.
Menceritakan keinginanku untuk meneruskan profesi yang pernah kujalani
sebelum pindah ke kota ini. Jatuh dan
kemudian belajar bangkit, memang tak pernah mudah. Namun bukan pula tak mungkin. Lamunan yang terus melambung, membagi
perhatian pada lalu lintas agar tak terjadi hal yang tak kuinginkan. Sesekali melihat HP yang terdiam. Dy... kemana dirimu? Baik-baik sajakah? Jawablah sekali pesan singkatku, sekali
saja... pintaku dalam hati. Ingin menenangkan diri, mengatakan semua
baik-baik saja. Tapi tak bisa bohongi
hatiku.
“Vie... Adi udah cerita banyak
tentang lo. Waktu gue nelpon juga,
rasanya gue ga perlu tes lo lagi deeh...
Waktu kosong lo kapan, biar mudah schedulingnya,” Kang Iman langsung
menyambutku ketika masuk ke ruangannya.
“Ini Reza yang akan dampingin
lo.. untuk siapin playlist. Kalau
yang nulis scriptnya Ita, cuma dia lagi kuliah dulu. Besok kayaknya lo bisa ketemu dia,” jelasnya
panjang lebar. Aku hanya tersenyum dan
menyalami Reza.
“Oke... Kang, sebenarnya saat
ini jadwal saya ga terlalu padat. Jadi
bisa ikutin jadwal yang udah ada deeh..”
“Siip. Reza.. lo siapin aja ya. Besok mulai siaran jam 2 yaa... Vie? Lo bisa
kan?.”
“Bisa.. Kang.”
“Well.. selamat bergabung ya..”
“Makasih... Kang, untuk
kesempatan ini. Besok saya datang lagi. Pamit dulu yaa.. Yuuk... Kang. Reza.. duluan..”
“Ok.. Vie.”
Setelah mengetahui semua jadwal
yang diberikan, aku meninggalkan radio.
Tadi sempat sekilas melihat ada sms yang masuk. Mudah-mudahan dari Dy. Dan.. ya.
Yaa, am okay..
Bisa temanin gue ga? Rasanya
ingin menepi di satu tempat...
Ingin langsung pulang.. Maaf.,
Ok, gpp. Hanya lo buat gue khawatir..
Terhening lama, dan mataku
kembali fokus ke perjalananku. Aku ingin
ke Bapusipda. Mengembalikan buku-buku
yang kupinjamkan untuk Dy. Ia memang
tengah menyelesaikan studinya. Ilmu yang
ditekuninya membuatku belajar membuka diri.
Menjauhkan dari kegundahan yang berkepanjangan di sebuah kegagalan..
Bangkit dan mencari hikmah dari “keberhasilan yang tertunda” ini. Aku memang sosok yang perfeksionis.
Lo udah beres ngajar?
Kaga. Hari ini memang khusus
kuniatkan untuk menemanimu.
Lo bilang kemarin akan ke
kampus.
Iya.. itu kalau lo bimbingan.
Ok, lo ke sana duluan. Gue
nyusul.
Hhmm... terimakasih telah
meredakan kegundahan dan kegalauanku. Aku
memang sahabatmu saja. Maafkan jika
terasa mendominasi. Namun semua jeda
yang ada di antara komunikasi, memang selalu membuatku kurang nyaman. Walau cara mengetikku sudah jauh lebih ‘rapi’,
tak lagi menukarkan job desk untuk tangan kanan dan kiri. Artinya, otak kanan dan kiri, mulai berbagi
tugas dengan normal. Keribetanku juga
lebih berkurang. Ketika terduduk
menyantap burger di Alun-alun Bandung,
sebenarnya banyak yang ingin kuceritakan. Namun melihat kelelahan yang terpancar nyata
dari matamu, menyurutkan semuanya. Aku hanya
menantimu bicara, membagi kegelisahan yang menderamu. Namun hingga percakapan berakhir, tak muncul
sekalimat pun tentang itu. Dy.. kau
semakin buatku khawatir.
Banyak yang tak bisa kujelaskan
dari apa yang kurasakan kini. Seharusnya
aku merasakan kesedihan yang dalam atas terhempasnya satu mimpiku. Hanya kini berupaya menenangkan hati untuk
bisa mencari pembenaran atas hikmah dari semua kabut yang menyelimuti. Mungkin masih ada ‘tugas’ yang harus
kutunaikan atas janji-janji yang kubuat.
Menyaksikan dulu keberhasilan orag-orang yang terkasih untuk kemudian
melepasnya dengan jalan yang telah terintis bersamaku.
Kali ini, aku memang terjatuh
lagi.. memang hadirkan airmata (lagi).
Namun kegelisahan dan kegundahan yang menaungi tidurku tanpa lelap
semalam mulai menambatkan perahu tanpa badai.
Tak mudah.. tapi bukan tak mungkin.
Jawaban smsku yang semakin
memendek, sebenarnya sebuah penanda bahwa banyak yang tertahan dalam hati. Tangis, kecewa, dan gundah telah terpenjara
dalam lidah yang semakin kelu.
Jujur.. aku tak kuasa
menahannya sendiri. Tapi tak jua mampu
menangis, selain ketika menuntaskan cerita di perjalanan waktu kali ini.
Yaa Rabb,
Izinkan saja kumiliki waktu
dalam kelunya lidah dan hati sesaat, dengan kekuatanMu. Cukupkanlah semua.. bagiku untuknya. Berilah.. kesempatan menikmati pelangi di
belahan Aussie itu, tetap ingin kuretas dalam waktu milikMu. Tetap jadikanlah ia “nyawa’ dalam semua mimpi
dan impianku. Sepanjang hidupku. Jika masih Kau izinkan pula... Sederhanakanlah
pikiran dan hati memaknai semua warna kehidupan yang harus kulukiskan di
kanvasku.
Langit malam dengan Bintang Timur,
di penghujung malam bersama Dy kali ini memang luar biasa. Kusembunyikan tangis di belakang
punggungnya. Pun ketika ia
mengantarkanku hingga tempat biasa menantikan bisku. Genggaman tangannya sedikit meredakan rasa. Tak
kuceritakan akhirnya memang, bagaimana akhir perjalananku kemudian, karena tak ingin buatnya
khawatir. Aku tetap bisa sampai rumah
dengan kelelahan hati yang luar biasa.
Memendam perasaan memang tak mudah.
Tergeletak dengan airmata yang mengalir tertahan, baju lengkap yang belum terganti. Dan sesekali tetap mengiriminya pesan singkat,
hingga tertidur tanpa terlelap. Terlalu gelisah... Dy,
di penantian hari lain yang menanti...
Saigo no
KISU wa tabako no flavor ga shita
Nigakute setsunai kaori
Ashita no imagoro ni wa
Anata wa doko ni irundarou
Dare wo omotterundarou
You are always gonna be my love
Itsuka dareka to mata koi ni ochite mo
I'll remember to love you taught me how
You are always gonna be the one
Ima wa mada kanashii LOVE SONG
Atarashii uta utaeru made
Tachidomaru jikan ga
Ugokida sotto shitteru
Wasuretakunai koto bakari yo
Ashita no imagoro ni wa
Watashi wa kitto naiteru
Anata wo omotterundarou
You will always be inside my heart
Itsumo anata dake no basho ga aru kara
I hope that I have a place in your heart too
Now and forever you are still the one
Ima wa mada kanashii LOVE SONG
Atarashii uta utaeru made
You are always gonna be my love
Itsuka dareka to mata koi ni ochite mo
I'll remember to love you taught me how
You are always gonna be the one
Mada kanashii LOVE SONG
Now and forever..
Ever..
Nigakute setsunai kaori
Ashita no imagoro ni wa
Anata wa doko ni irundarou
Dare wo omotterundarou
You are always gonna be my love
Itsuka dareka to mata koi ni ochite mo
I'll remember to love you taught me how
You are always gonna be the one
Ima wa mada kanashii LOVE SONG
Atarashii uta utaeru made
Tachidomaru jikan ga
Ugokida sotto shitteru
Wasuretakunai koto bakari yo
Ashita no imagoro ni wa
Watashi wa kitto naiteru
Anata wo omotterundarou
You will always be inside my heart
Itsumo anata dake no basho ga aru kara
I hope that I have a place in your heart too
Now and forever you are still the one
Ima wa mada kanashii LOVE SONG
Atarashii uta utaeru made
You are always gonna be my love
Itsuka dareka to mata koi ni ochite mo
I'll remember to love you taught me how
You are always gonna be the one
Mada kanashii LOVE SONG
Now and forever..
Ever..
(Utada
Hikaru-First Love)
Kau selalu tersimpan dalam hatiku,
Ingin selalu tetap bersamamu,
Tuhan,
berikan aku hidup satu kali lagi, hanya
untuk bersamanya,
'kumencintainya...
Sungguh mencintainya,
Meski raga tak bersamamu,
Namun hati ini selalu milikmu....
Sayup lagu The Virgin menemani
tidurku yang tengah jauh dari lelap.
Hingga kusaksikan kupu-kupu yang telah bergerak..
Silence in the
wind...
Rasanya hampir berabad ingin kusaksikan ini. Kode HTML yang panjang untuk membuatnya "beda". Merubuhkan dinding pembatas antara impian dan kebencian. IT itu menyenangkan dan menenangkan ternyata. Membuatku kaya dan menjadi persona berbeda.
Well,
Mungkinkah ini pertanda?
Guiding light to another world...
#KesunyianAirmataTertahan
@My
Room
No comments:
Post a Comment