Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Monday, November 18, 2013

MEMORABLE MOMENTS

Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi saat kita sering luangkan waktu
Nikmati bersama suasana Jogja
Di persimpangan, langkahku terhenti
Ramai kaki lima menjajakan sajian khas berselera
Orang duduk bersila
Musisi jalanan mulai beraksi seiring laraku kehilanganmu
Merintih sendiri, di tengah deru kotamu
(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali) Oh…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati) Oh… Tak terobati
Musisi jalanan mulai beraksi, oh…
Merintih sendiri, di tengah deru, hey…
sumber www.rizkyonline.com
Walau kini kau t’lah tiada tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu abadi
Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi
(untuk s’lalu pulang lagi)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati, oh…
(Walau kini kau t’lah tiada tak kembali)
Tak kembali…
(Namun kotamu hadirkan senyummu abadi)
Namun kotamu hadirkan senyummu yang, yang abadi
(Izinkanlah aku untuk s’lalu pulang lagi)
Izinkanlah untuk s’lalu, selalu pulang lagi
(Bila hati mulai sepi tanpa terobati)
Bila hati mulai sepi tanpa terobati
Walau kini engkau telah tiada (tak kembali) tak kembali
Namun kotamu hadirkan senyummu (abadi)
Senyummu abadi, abadi…

Kuingin.. dirimu tetap ingat lagu ini jika hadir kembali ke kota Gudeg ini.. yaa Dy.  Perjalanan bersamamu di salah satu tujuan yang kita impikan, di antara tepian waktu yang kita miliki telah terwujud nyata.   

Pesan ini kutuliskan sebelum aku meninggalkan Indonesia.  Hanya dalam buku harian ini.  Yang bisa dimengerti oleh orang yang tahu (benar) diriku.  Dy.  Ingin membukukan perjalanan tepian waktu yang membuatku kembali hidup.  Memiliki arti dalam hidup. 

Hingga sampai di kota ini pun, Sabtu pagi kami masih terpekur.  Hampir tak percaya.  Akhirnya perjalanan tepian waktu ini,, memang terjadi.  Kau harus percaya bahwa do'a itu pasti terjawab.  Rasanya 3 bulan lalu, tujuan kami ini masih menjadi khayalan tingkat dewa.  Namun kami selalu percaya, jika kesempatan itu akan ada.

"Cubit pipiku.. Dy.  Aku ingin merasakan bahwa yang kita alami ini nyata," kataku ketika bis malam berangkat.
"Aneehh... deh."
"Eeeh.. serius," tegasku.

Sambil tertawa ia mencubitku perlahan.  Ah, terlalu pelan dan teramat mesra. Hahahaha.... 
Hmm... Dy memang pribadi yang menyenangkan.  Perjalanan yang panjang menuju kotaku, tak membosankan.  Aku pergi ke kota ini dengan setumpuk pekerjaan.  Namun memang sengaja pula mengajaknya serta.  Kebetulan ada liburan long weekend.  Hingga Dy bisa menyempatkan waktu menemaniku.  Sangat jarang ia bisa melakukan ini, karena tuntutan pekerjaannya yang teramat padat.

"Vie.. kita ke mana sekarang?"
"Hmm,  masih terlalu pagi untuk pergi ke penginapan.  Belum waktu check in.  Yamada-san pun akan menungguku di Prambanan jam 4 sore.  Kita masih bisa meluangkan waktu menikmati keindahan Yogya hingga jam 11-an lah.  Kau ingin kemana dulu?"
"Aku ingin lihat pantai."
"Oooh.. kenapa?"
"Pengen aja.. Vie..."
"iih... tapi waktu sunrise juga sudah terlewat..."
"Vie... please deeh, ga usah diperpanjang.  Ga pake ribet.."
"Okay... okay...  Kita coba naik Trans Yogya saja deeh.  Aku juga belum pernah tahu jalurnya"
"Yee.... gimana niiihh, guidenya. Ga profesional .. banget."
"Sssshhh... gpp.  Tinggal nanya ke operatornya kan?  Ga perlu repot gitu.  Aku memang hanya sebentar jika pulang ke sini.  Dan baru pertama kali, aku ga bisa pulang ke rumah.. kan?"

Kami bergegas menuju shelter.  Rasanya kurang nyaman, karena kami belum mandi.  Tapi tak ada pilihan lain.  Pihak Guest House yang telah dipilihkan Yamada-san, belum bisa menyediakan kamar bagi kami.  Menunggu yang check out.  Hmmm.. enjoy aja...   Begitu jargon yang diusung salah satu iklan yang dulu sering muncul di layar kaca.  
Pekerjaan yang ditawarkan Yamada san ini memang mendadak.  Yogya sedang peak season.  Liburan sekolah dan Idul Fitri.  Pasti sangat sulit menemukan penginapan.  Untunglah, kami hanya menginap 1 malam.  Jika lebih.. maka sepertinya kami akan nomaden.  Harus berganti-ganti penginapan.
Demi Dy, kucoba untuk menjadi tuan rumah yang baik.  Walau ia menolak untuk mampir ke rumah.  Schedulemu terlalu padat... Vie.  Lain waktu sajalah... jika kita datang lagi, ujarnya menenangkanku.

Sesekali kupandangi wajahnya.  Aaah,  selalu kuingat Dy dengan sangat indah.  Kurindukan berbincang dengannya.  Karena selalu banyak hal baru yang bisa kupelajari.darinya.  Terlihat lelah, namun terpancar secercah kebahagiaan di matanya.  Trans Yogya yang kami naiki masih sepi.  Liburan anak sekolah ini, membuatnya lengang.  Udara dingin yang dihembuskan AC, meringankan rasa panas yang menderaku.  Waahh... memang tak nyaman jika tak mandi pagi.  Terasa lengket.  Tapi.. sudahlah, asal bersamanya.
Kucoba menyandarkan kepala di bahunya.  Menikmati perjalanan dengan kehangatan sikap Dy.

Tak terasa, kami sampai di shelter terakhir, yang ternyata dekat dengan lokasi penginapan yang dipilihkan Yamada-san.  Lokasi yang keren, dan jujur, malah belum pernah jejakkan kaki di sini. Kampung Internasional.  Tetap jadi pengalaman yang terindah selama di Yogya, bisikku lirih.

"Dy.. lihat lokasi penginapannya.  Biar bisa cari tahu nanti turunnya di mana," aku mengingatkannya.
"Yaa. Eeeeh... itu.. Vie," tunjuknya padas sebuah jalan kecil di sebelah kiri.

Aku menoleh dan melihat arah yang ditunjukkan Dy.  Yaa.. siip, kami telah menemukan lokasinya.  Tak terlalu jauh dari pusat kota.  Dan sepertinya memang benar-benar menarik.  Beberapa turis asing terlihat melintas.  Aku belum pernah menjejakkan kakiku di daerah ini, walau aku memang sudah lama tinggal di kota ini.  Namun jarak yang memisahkanku karena perpindahanku ke Kota Kembang, dan pekerjaan yang rasanya tak jua berkurang, mengikatkku dengan waktu dan membuatku teramat jarang memiliki kesempatan untuk pulang ke sini.  Menemui ibu. Hmm... sayang kali ini aku tak bisa mencium tangannya dan memeluknya dengan kerinduan.  Komunikasi kami memang sedang terganjal pemasalahan yang tak ringan.  Walau pun demikian, bukan maksudku untuk tak menemuinya saat ini.  Hanya pekerjaan yang ditawarkan Yamada-san ini, memiliki time schedule yang cukup padat.

Perjalanan ke Parang Tritis terasa amat lama, karena mini bis yang membawa kami melaju dengan kecepatan yang lambat, dan berhenti untuk ngetem di banyak lokasi.  Huuufftt....
Sesekali Dy menenangkanku, dengan mengusap lembut kepalaku.  Aaiiihh... manisnya.  Aku selalu merindukannya dengan caranya yang membuatku benar-benar merasa disayang.  Hal yang tak pernah kudapatkan.  Tak pernah kusesali sedikit pun kesempatanku mengenalnya lebih dekat seperti saat ini.  Keakraban sahabat yang amat kuimpikan.

Kupejamkan mata untuk sejenak meresapkan rasa yang bergetar tak diam.  Merasakan cinta yang menghangatkan jiwa.  Lagu di dawai hati mengalun indah, makin merdu saja nyanyiannya.  Perjalanan ini hampir tak mungkin, namun kesempatan ini mungkin memang rencana Tuhan bagi kami.
Aku akan berjuang untuk bisa melihat indah dan damai senyumannya.  Tak terasa airmata menitik, namun cepat kupalingkan wajah untuk menutupi kegundahan yang tiba-tiba menyelinap.  Memeluk tangannya erat.  Jangan minta aku untuk melupakanmu.. Dy, bisikku lirih.  Karena mengurangi cinta ini sedikit saja sudah teramat menyakitkanku.  Sampai detik ini masih masih belum bisa menyakini arti hadirku dalam hidupmu.

"Makasiihh.. Dy."
"Untuk apa.. Vie?"
"Perjalanan ini..  Memang akan menjadi lembaran cerita yang indah kan?"
Semakin erat kulingkarkan tangan memeluknya.  Tetap sembunyikan tangis untuk menghindari pertanyaannya.  Tak pernah bisa sembunyikan perasaan padanya.

Ingatanku melesat pada awal Ramadhan ini.  Aku yang terjebak di kesendirian, karena memang tak ada yang menemani di rumah.  Semua anggota keluarga telah 'munggah' untuk menyambut sahur pertama di keluarga besar.  Hmmm...
Kuikhlaskan saja airmata kala itu, untuk mengobati rasa sakit karena diabaikan.  Benar-benar membuatku 'jauh'.  Terjebak sendiri sebagai orang buangan.
Namun, jika kau percaya takdir, maka banyak cara Tuhan hadirkan cinta.
Yaa... tanpa kuminta, Dy memang akhirnya tetap meluangkan waktu menemani keseharianku.  Membawa sejuta kenangan yang tak bisa dilupakan.  Belum pernah merasakan keindahan Ramadhan, seperti tahun ini.  Airmata memang seringkali tertumpah, namun kebahagiaan pun indah bermekaran di taman hati.
Maha Adil... terimakasih, untuk hadirkan sahabat sejati ini, ucapku lirih, manakala terbangun dan melihatnya terlelap dengan tangan yang memelukku erat.  Menjagaku.
Tak henti kunyatakan terimakasih padanya.  Belum pernah diperlakukan manis seperti ini.  Selalu mempertanyakan, "kenapa kau lakukan ini.. Dy?"
Dan tangannya kemudian menutup mulutku, "ssssst... tak pelu tanyakan itu, Vie.."

Hingga perjalanan kami membelah Yogya ini pun, tak henti kutanyakan itu.  Dan hanya pelukan atau senyuman damai jawabannya.  Dy.. apapun artinya hadirku.. terimakasih, untuk semua jabat ini. Hhhh....

Akhirnya perjalanan panjang menuju Parang Tritis ini berakhir sudah.  Walau tak membosankan, karena bersama Dy, hanya badan yang lengket dan panasnya udara Yogya, membuat kami tak nyaman.
Deburan ombak pantai.. seakan mengajakku untuk bermain air.  Hanya sedang tak ingin melakukannya.  hanya ingin bisa tetap duduk di samping Dy, menyaksikan kedamaian wajahnya yang tengah menatap lurus ke arah laut.
Perlahan, kuusap punggungnya.  Hhhmm... aku sering melakukan ini ketika dibonceng dengan menggunakan motor kesayangannya.  Ia menamainya, sesuai dengan warnanya.  Selalu mengingatkanku pada cerita kartun di televisi, tentang seekor anjing dengan jejak yang menunjukkan tentang sesuatu. Semua usapan yang kulakukan, seringkali untuk melepas gundah yang sering hinggapiku.

Dy...
Tak bisa melepaskanmu dari keseharianku kini.  Takkan kusia-siakan waktu bersamamu.  Mungkin seringkali semua yang kurasakan ini terlalu lengkap.  Yaa.. dalam setiap kebahagiaan, bisa terselip kesedihan dengan caraNya.

Perbincangan kami di pantai ini teramat ringan dan penuh gelak tawa.  Terus merasa tak percaya, karena perjalanan ini memang pernah direncanakan dengan gurauan, dan nyata akhirnya.
Membahas perjalanan dan semua membuatku percaya, bahwa ini adalah atas izinNya.
Biasanya aku datang sendiri, hanya duduk dan terpekur sendiri.  Dan jika aku membawa beban di hati, maka pada akhirnya aku akan menepi di tempat yang jauh, untuk bisa berteiak bebas dan lepas.
Sayang, aku tak bisa menunggu hingga sunset di sini.  Karena aku memang pulang dengan pekerjaan.  Mungkin lain kali akan kuajak Dy, khusus untuk bisa meluangkan waktu menikmati pesona matahari terbenam. Mungkin pula tidak di sini yaa.. Dy?
Karena seperti impianmu... kita ingin bisa meluangkan waktu menikmatinya di Pantai Senggigi kan?
Semoga....

"Dy... udah  belum?", tanyaku di tengah-tengah perbincangan.
"Kenapa... Vie?"
"Kalau sudah.. mungkin sebaiknya kita ke penginapan yuuk, sebentar lagi Yamada-san akan menghubungiku.  Mungkin akan lebih segar kalau kita sempat tidur sejenak."
"Ok.., jawabnya ringan dengan menggamit tanganku, mudah-mudahan bis kita tak merayap seperti tadi yaa?", tawanya lepas.
"aamiiin..." ujarku, memohon kemudahan pada Tuhan.

Perjalanan kami ke penginapan pun memang lebih cepat dari perkiraan kami.  Dan akhirnya kami bisa mandi untuk menghapuskan kelelahan yang menumpuk dan badan yang lengket. Hmmm.... akhirnya bertemu dengan empuknya tempat tidur.  Kami memang tak memiliki pilihan untuk mendapatkan kamar ketika "peak seasons" di Yogyakarta. Mendapatkan tempat yang strategis dengan harga yang tak membuat kantong bolong saja sudah luar biasa.

"Mau makan dulu... atau nanti sekalian kita keluar ke Malioboro... Dy?", tanyaku setelah selesai mandi.
Kulihat ia tengah setengah terpejam.
"mmmm... tidur dulu, Vie.. ngantuk.." katanya lirih.
"Oke..."

Sejurus kemudian, aku telah menyaksikannya terlelap.  Iri melihatnya begitu mudah melakukan itu, sementara aku memiliki ritual yang "ribet" untuk tidur (komentarnya).
Aku pun merebahkan diri di sampingnya, menatap wajah tenang dan damainya.  Menyaksikannya terlelap menggodaku untuk mengikutinya.  Namun, rasa kantuk tak kunjung juga menghampiri.  Kuputuskan untuk mendekapnya.  Begitu ingin melakukannya, dapat berbaring di dadanya.  Hmmm... hanya ingin mendengarkan detak jantungnya, memang selalu menghadirkan kedamaian yang luar biasan bagiku.  Rasanya ingin melakukan ini setiap waktu.  Andai...... bisa kuhalangi waktu untuk tak berjeda.

Itulah yang terakhir kuingat.  Terlelap di samping Dy, di kotaku.  Menghadirkan mimpi yang indah.  Sungguh, semua perjalanan ini terasa lengkap.  Belum pernah merasakan mimpi indah yang menjadi nyata.  Takdirnya memang menuntun kami di kebersamaan.  Tak henti kusyukuri nikmat ini.  Terimakasih Tuhan...

"Dy....," aku mengusap pipinya lembut.  Terbangun dengan merasakan pelukan tangannya. Memelukku erat.  Aaahh... Dy, tahukah dirimu....., gumamku lirih.  Aku menantinya terbangun.
"Dy...," panggilku lagi.
"Hmmm...."  Matanya terbuka sedikit.
"Masih.. cape?"
"Mmmm....."
"Ke Malioboro yuuk... mumpung belum gelap, jadi aku tahu jalur yang akan kita lewati nanti.  Habis itu kan sudah ada janji sama Yamada-san. Gue harus kerja dulu niihh.."
"Mmmm.... hayuuuk...," matanya masih setengah terbuka.
"Mau teh panas ga?  Kubuatkan. Biar seger.. atau mau kopi.  Ada tuh.. di pantry."
"Booleeh.... teh manis aja deeh." matanya masih terpejam.
"Ok.. Cuci muka dulu. Atau mandi lagi.  Biar seger," ujarku sambil meninggalkannya menuju pantry di depan kamar penginapan kami.

Dan akhirnya, kami pun telah menuju Malioboro, meeting point-ku dengan Yamada-san.  Ia sudah menelponku.  Menunggu di depan Benteng.  Masih menggunakan Trans Yogya.  Menemani Dy menyaksikan pemandangan Yogya.  Rasa bahagia yang membuncah mengiringi perjalananku membelah kepadatan lalu lintas.  Mungkin karena keberadaan Dy, yang melengkapi kali ini.

Guiding, memang profesi sampingan yang kugemari.  Luasnya pergaulan yang bisa kudapat alasan di samping materi yang cukup menjanjikan.  Dy menyaksikan dalam diam kesibukanku memberi penjelasan tentang sejarah dengan detil.  Ia tersenyum manis.  Mengacungkan jempolnya. Aku tertawa kecil.
Tamu Yamada-san terlihat cukup puas dengan  penjelasan-penjelasanku.  Mereka kembali ke hotel dengan senyum mengembang.  Mengajak kami makan malam bersama. Namun, aku menolak ajakan mereka dengan halus, karena kami memang memiliki agenda sendiri.  Setelah berpamitan, aku menggamit tangan Dy.
Haah... akhirnya tugas ini selesai juga.

"Yuuk... lo mau kemana?" tanyaku pada Dy.
"Aahh... gue mah gimana tour guide-nya.."
"Ok.. mau beli oleh-oleh dulu atau kemana?"
"Pengen beli salak dan lanting... Vie,"
"Ok..."

Akhirnya kami membelah kerumunan orang di Jalan Malioboro dengan susah payah.  Yaa.. inilah Yogya kalau musim liburan.. penjelasanku mengiringi perjalanan.  Aku seringkali berjalan terlalu cepat.  Dan berulang kali ia menarik tanganku.
"Pelan-pelan... gue lagi menikmati perjalanan gue di sini"
"Heheheh... iyya...lupa"

Setelah tangan kami dipenuhi oleh-oleh yang ingin dibelinya, ia mengajakku pulang saja ke penginapan.  Capee.. katanya.  Yaa, mungkin salahku juga yang mengajaknya berputar-putar karena aku melupakan jalan ke KS Tubun untuk mencari bakpia yang enak.  Dy memang tak terbiasa jalan.  Hingga kasihan juga melihat keringatnya bercucuran.  Akhirnya kuputuskan untuk menyudahi perjalanan kami dan menunggu Trans Yogya. Laamaa.... karena Yogya sedang dalam kondisi di banjiri pengunjung dari pelbagai tempat.

Di tengah-tengah penantian, menyaksikannya menelpon, terselip perasaan yang berbeda.  Terkadang aku memang mempertanyakan pada Tuhan, untuk semua awal pertemuan yang tak biasa ini.  Rasa yang luar biasa yang ingin kutitipkan padanya.  Hmmm persahabatan sejati yang ingin kujabatkan di hatinya.  Membiarkanya tetap menjalani kehidupan sebelum bertemu, dan menemaniku ketika semua waktu ada di jeda. Menitipkan kerinduan di ikatan waktu padanya.

Sate padang.... tetap menjadi menu yang menutup perjalanan malam di Yogya dengan sempurna.  Di awal persahabatan kami, baru kutahu kalau Dy memang tak terlalu menyukainya.  Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai bisa bersahabat dengan sate padang.  Dan kali ini kami benar-benar tergelak, menyaksikan bule memesan 40 tusuk sate.  Bagaimana mungkin?  Ah, ada-ada saja.  Sementara anak negeri ini tergila-gila dengan masakan luar, bule malah tergiur dengan masakan nusantara dengan porsi jumbo pula.

"Aneh yaa... Dy, ga di Bandung... ga di Yogya, teteeeuup cari sate padang," tawaku sambil menyantapnya dengan santai.  Duduk di lantai penginapan, dengan dua gelas teh manis hangat yang kubuat.  Kebahagiaan memang tak identik dengan kemewahan.  Di guest house sederhana, namun tak pernah sepi dengan tamu bule ini, kumiliki semua rasa dengan utuh dan lengkap. Sejenak melupakan masa lalu yang memang masih terasa pahit dan sakitnya.
Dy tergelak. Sambil membantuku membereskan sendok dan bekas makan kami, malam terakhir di perjalanan kami di Yogya ini memang kami isi dengan cerita yang terus mengalir.  Aku dan Dy seperti tak pernah kehabisan materi untuk dibahas.  Walau dari latar belakang keilmuan dan minat yang berbeda, mungkin kami memang berusaha untuk bisa melengkapi dengan tak segan saling berbagi ilmu.

Malam kian beranjak larut.  Dan kantuk pun mulai menyergap.  Cerita kami baru terhenti ketika kami terlelap dengan mimpi masing-masing. Hampir seperti siang tadi.  Dy terlelap terlebih dahulu, sementara aku masih disibukkan dengan ritual mandi jelang tidur.  Aku tak bisa tidur jika badanku terasa kotor.
Tetap bisa melihatnya terlelap dengan damai di temaram lampu luar yang masuk dari celah jendela.  Aku pun berbaring merebahkan diri yang terasa penat dengan perlahan agar tak mengganggu tidurnya.  Memandangi wajahnya, dan berusaha untuk mengusap pipinya lembut.  "I love you... Dy.." bisikku lirih.  Nafasnya yang teratur, menandakan ia telah terlelap pulas.

Terbangun dengan terkejut.  Melihat sekeliling dan merasa asing.  Sesaat aku lupa di mana, dan tiba-tiba melihat ke samping kulihat Dy.  Aaahh.. yaa, aku sedang di Yogya.  Persis di tanggal yang pernah kami bahas untuk pergi bersama, melakukan perjalanan menggunakan bis malam.
Hhhh... ini bukan mimpi kok, bisikku perlahan.
Akhirnya aku pun kembali terlelap dengan posisi yang sama.  Tak berubah.  Dy pun kembali terlelap, setelah mengusap kepalaku.  Hmm.. entah disadarinya atau tidak.  Apa pun atau bagaimana pun, aku memang menikmati semua hal manis yang dilakukannya.

Adzan pertama kembali membangunkanku.  Kami memang akan meninggalkan Yogya dengan menggunakan bis pagi, karena Dy memang harus bekerja di keesokan harinya, sehingga sebaiknya aku memberikan waktu dan kesempatan untuk beristirahat.  Ini juga merupakan langkah antisipatif, karena kami memang pulang di hari akhir dari liburan panjang anak sekolahan.

Udara segar yang terhirup dari kota Ngayogyakarta Hadiningrat ketika meninggalkannya menuju kota Kembang, mengisi kenangan segar dalam ingatan kami.  Tak pernah berharap lebih untuk semua kejadian yang akan terjadi di persahabatan kami, membuat kejutan yang teralami menjadi sangat natural dan mampu kami syukuri dengan ketulusan dan keikhlasan.

Dy, percayalah... aku akan selalu menemani langkahmu.  Di belahan dunia mana pun aku berada, dan di bawah langit mana pun aku bernaung.  Semua yang kualami bersamamu ini, tetap menjadi bagian hidup yang selalu ingin aku kenang.  Hadirmu nyata, senyata impian yang kupupuk untuk mendapatkan beasiswa ini.  Dan satu janji lagi telah kupenuhi.  Janji hati yang kubuat sendiri.  Janji-janji yang tak semuanya kau ketahui. @Promises.

Peluklah ini sebagai bagian hidupmu pula yaa... Dy,
Seerat pelukan tanganku ketika ingin melepaskan gundah.  Sehangat pelukanmu yang meredakannya.  Senyaman bahumu yang kau pinjamkan untuk airmata yang tertumpah untuk kepedihan perjalanan hatiku.
Makaasiiihhh.. untuk semua waktu yang telah kau izinkan terluang bagiku. Untuk semua cerita yang telah tertoreh di diary mini jiwaku.

Yogyakarta memang menjadi saksi kedua untuk keindahan rasa tanpa jeda di antara waktu yang kita miliki.  Cerita ini takkan pernah usang di untaian nada di dawai hari.
Kerinduan ini tak pernah usai dan selesai untukmu.

Di sini pun...
Kupeluk malam dengan selalu tetap mengucapkan "I love you... Dy", dan baru bisa terlelap kemudian. Karena memang perjalanan rasaku padamu seperti malam.  Itulah Bintang.  Di keheningan, semua terlihat begitu terdiam dalam untaian rasa yang damai.  Mengalunkan nada-nada rasa yang terangkum dengan kearifan di kehidupan.
Menjadi pelangi di langit mimpi dan nyataku.
Memberi makna perjalanan...

#LintasanWaktuTanpaJedaBersamaDy...











No comments:

Post a Comment