Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Thursday, December 5, 2013

AKU, KAMU dan KEHENINGAN



 Aku masih terus mengumamkan keheningan, di antara musik yang mengalun lembut mengusap gendang telingaku.  Tek pernah kusalahkan Ibu untuk semua kebencian yang melemparkanku ke jurang terjal komunikasi.

Yang kutahu...
Jauh di lubuk hatinya, aku tetap gadisnya.  Dalam kebekuannya, masih terbaca kesedihan yang menyaput tipis di bola matanya.  Ia hanya sedang tak ingin menyatakannya secara verbal.

Hari ini..
Aku mencoba mengerti.  Belajar menerima kekurangan dan keterbatasan diri.  Memang tak ada yang yang sempurna.  Ayah menatapku dengan bahu yang terlelah menahan beban hidupnya. Perjalanan panjang waktu, telah memeluknya dalam pemahaman yang tak lagi otoriter.
Sabar saja... nduk, dengan apa yang telah kau miliki.  Selalu bersyukurlah....

Maka,
Kutabur damai dalam balutan kesedihan yang tersamarkan.  Kumiliki teman dan sahabat yang selalu memelukku di kesunyian. 
Tanpa kata, mereka menyampaikan simponi damai:
Vie...
Jika kau merasa lelah, sandarkan itu dalam diam,
Rebahkannya di keheningan,
Tangkupkan dalam do’a,
Tuhan selalu menjagamu....
Dan kirimkan kami sebagai penjaga,

Aku memang sedang menanti.  Di penghujung tahun yang tak mudah terjalani.  Kepastian yang memang tak mudah dicerna dan mengerti.  Juga (mungkin) tak terlepas dari egosentris yang kumiliki.  Aku memang ingin sendiri....
Berjuang meretas mimpi-mimpi bernyawa, yang seringkali tercacikan sombong melambungkan harga diri.  Ahh... biarlah, kulepaskan cerca itu bersama angin dan hujan.

Aku pun ingin (ada) dalam mimpi-mimpimu.  Walau tembok itu terasa angkuh menantangku.  Meruntuhkannya butuh keajaiban.  Mendobraknya adalah suratan takdirNya.  Melewatinya adalah keindahan.  Berjuang untuknya adalah kesejatian.
Nyatakah ini... duhai angan?

Tak mampu paksakan kehendak bagai diktaktor.  Hanya berharap (semoga) kehadiran ini (juga) ada di langit jiwa dan realita.  Tak hanya tertepuk di sebelah tangan saja.

Jika mimpi ini (juga) milikmu...
Nantikan aku di ujung hari ini, di tepian waktu itu.
Aku menunggu di kaki langit.  Menyaksikan pagi dan senja yang terus berganti.  Menyesap kopi pahit untuk terus memampukan penyadaran kesejatian hakiki. Mencoba halangi waktu untuk berlayar lepas di samudera.
Meyakini keputusan ini sebagai proses yang terlewati, mengajariku menerima keikhlasan tanpa tanya.

Nduk...
Kita itu hanya wayang.  Tuhan yang lebih tahu yang terbaik bagi umatnya.  Kopi yang selalu Mbah Kung nikmati bersamamu ini.. mengajari banyak hal kan?
Lihat lukisan Mbah ini, semua tergores dengan cinta.  Bisa terlihat berbeda ketika pikiran melayang tanpa batas.
Yakini itu ya.. Nduk, Mbah Kung selalu menemani langkahmu.

Kilasan waktu memutar sejarah, mengingatkanku di kesulitan yang terasa penat. Mbah Kung datang di antara nyata dan khayal.  Di alam keabadiannya, ia menjelma jadi setitik cahaya.

Kini, biarkanlah aku jadi jalan setapak yang damai menuju hatimu, peri yang menuntun pada kebaikanmu, kunang-kunang yang selalu mendampingi kegelapan harimu, kupu-kupu yang menyaput keindahan cakrawala kanvas kehidupanmu, Mentari di pagi dan malammu, Bulan yang mendekap dan menjaga indah mimpi-mimpimu.

Takkan ada yang salah, dari semua kejadian yang telah terlewati dan akan terjalani.  Semua memang atas restu Ilahi Robbi...

No comments:

Post a Comment