Sejenak, terpekur menatap
lurus ke depan. Melihat Bandung yang
berkabut, seolah mengerti sisi gelap yang tengah menyelimuti hatiku. Pikiran ini tak jua berkompromi untuk kembali
di titik positif. Aku mengubah posisi
duduk, menatapnya dalam diam. Mendengarkan
ceritanya, memperhatikan gerak bibir dan ekspresi wajahnya. Duhh.. rasanya tak
kuat menahan tawa. Banyak sekali yang
bisa menjadi kenangan indah darinya.
Yaa... di tengah gerimis, aku
memang memintanya untuk menemaniku menepikan hari. Ingin menyaksikan sunset. Namun hujan memang sepertinya belum
berhenti. Maka hamparan putih kabut yang
menyelimuti Bandung pun tetap jadi pemandangan yang indah, hiburku. Semua selama bersamanya.
Tempat ini teramat sering kami
kunjungi. Sebuah kafe dengan pemandangan
yang luar biasa. Pengunjungnya lumayan
banyak. Tapi datang silih berganti,
hingga tak terasa padat. Situasi inilah
yang ingin kami cari. Ketenangan. Biasanya kami bisa duduk berjam-jam di
sini. Karena memang nyaman sebagai
tempat berbagi cerita. Menunya pun
beragam. Namun karena frekuensi kami
memang sangat sering, dan selalu mencoba menu yang berbeda, maka hampir
semuanya sudah tercicipi. Hmmm... aku
pun berusaha memenuhi paru-paru dengan udara dingin yang menyengat.
Untung mengenakan sweater
berlapis. Walau pun begitu, perlahan
rasa gatal menghinggapi. Haahh..
kaligataku kumat. Aku memang alergi
dingin dan AC. Aneh..... karena aku
memang tumbuh dan besar di bawah pengunungan tertinggi di Indonesia. Tetap saja
aku memiliki kelemahan ini. Maka di masa
kecilku, penghangat ruangan yang ada di kamar selalu ada di suhu yang lumayan
tinggi. Selalu membuat Mas dan adikku
protes kepanasan. Yaah.. akhirnya mereka
juga yang harus mengalah, karena memang kalau tidak, aku akan terus mengganggu
karena mengerang dan berkeluh kesah sepanjang malam.
Ketika kami datang, Cuma ada
sepasang pengunjung. Mereka sudah
selesai makan dan hendak bersiap pulang.
Biasanya tak sesepi ini. Mungkin karena
hujan yang mengguyur cukup deras, hingga banyak yang enggan beranjak dari
rumahnya. Ini pun sempat kutanyakan
padanya. Membelah hujan, bukanlah hal
yang mudah dilakukan. Banyak tanya
kulontarkan, dan ujungnya..
“Aahh.. sudahlah, ... skip....”
“Lo ribet yaa...”
Yaa... aku memang sedang
dilanda keribetanku sendiri. Terjebak di
pemikiran-pemikiran (dalam) tentangmu.
Aku tak henti membayangkan masa depan yang memang belum pasti dan
kuketahui. Ingin bertanya, berjuta
tanya, namun semua seperti tak terjawab.
Aku memang lebih sering menatapmu dalam diam.
Aku masih rindu padamu..
Aku masih sayang padamu, meski
cintamu bukan aku...
Lagu Yovie ‘n Nuno yang
mengalun di playlist, semakin membuat kabut di mataku menebal. Tiba-tiba, ia melakukan manuver ekspresi yang
luar biasa lucu. Dan tawa yang sudah
lama kutahan pecah sudah. Tak sengaja
menyemburnya. Ia terkejut luar biasa.
“Biasa.. aja kaliii...” sambil
mengusap muka.
“Iiih.. maaap atuuh lah, lo
luuccuu...” sambil membantunya.
Ah.. hari yang meredup ini
mulai mengaburkan kabut di bawah sana. Coba
kembali melepaskan gundahku. Tak
diizinkan pun masa lalu akan pergi, dan tak diharapkan pun.. masa depan pasti
datang.
Tak pernah terbayangkan olehmu
(mungkin), perasaan yang terasa jika membaca tulisan-tulisanmu dengan (....sayang...). Selalu terbangun di gelap malam, manakala bersama dingin malam
untuk merasakan degup jantungmu yang tenang mengalunkan kidung kasih.
Kegelisahan ini menapak di
puncaknya. Rasanya berhenti di satu
titik. Tak banyak yang ingin kuungkap
dan katakan di antara semua kebimbangan.
Bisakah kuselalu ada dalam hidupmu....?
Bernapas dengan rasamu..?
Baru bisa kembali terlelap,
dengan HP yang tergenggam setelah mengetikkan kalimat yang ingin kunyatakan. Menyimpan semua luka di jiwa.
*******
Jelang esok hari yang
kuharapkan.
Paagiii... Mentari.
Hal yang sudah sangat lama tak
dilakukannya. Semua untuk sedikit
memberi ruang yang melegakan di paru-paruku.
Ingin menutup tahun bersamanya... (mungkinkah?)
Perjalanan rapat ini benar
membosankanku. Aku sedang tak bisa
berkonsentrasi dan fokus. Hhhhh... berulang kali menghela napas untuk
melepaskan kegundahan yang tak kunjung pergi.
Sudah 4 hari. Hanya ingin menikmati
hari (selagi bisa) bersamanya.
Meluangkan waktu untuk menemaninya mempersiapkan "moment"nya.
deJa Vu....
Selalu tampan menggunakan
semua baju yang dicobanya. Pssst....
selalu dapat mengalihkan perhatian kaum hawa.
“Hhh.... dompetku
ketinggalan..” keluhnya setelah menerima telpon.
“Dimana?,” tanyaku.
“FO... nanti kau saja yang
turun mengambilkan itu yaaa..?” pintanya.
“Hmm... iye..iye.... Yuuk...
basah niih..”
Ia pun bergegas memutar arah motornya
untuk kembali ke kampus. Kadang memang
kita seringkali harus menghentikan langkah untuk sebuah awal yang baru yang lebih
baik.
Banyak yang mengatakan, aku
nampak galau dan risau. Semua tergambar
jelas di mata dan wajahku. Aku tak tahu
pasti. Mungkin aku memang sedang
terperangkap pada pergulatan pikiran, hati dan perasaanku sendiri, Belum mampu menyederhanakan semuanya dengan
logis.
“Vie...”
Lamunanku buyar. Sudah ada di parkiran kampus. Aku bergegas turun untuk mengambilkan
dompetnya. Pasti ini akan membuat heboh
Ina dan kawan-kawannya. Tapi..
biarlah. Tak memperdulikan lagi apa yang
ingin oran komentari tentang semua yang terkait dengan ini.
Berjalan melangkah masuk dan
menghampiri petugas FO yang terheran menatapku.
Hanya mengatakan keinginanku, lalu berlalu meninggalkan setumpuk pertanyaan yang tak penting untuk kujawab.
Perasaan gamang ini lebih
mendominasiku. Berusaha menuliskan
goresan indah di kanvas hati saja. Menuntunkan
langkah baru untuk masa depannya.
Menjadikannya indah pada waktunya.
Dan... tak putus berharap, semoga... semoga... aku selalu ada di
setiap langkahmu.. yaa sayang? (boleh
kupanggilkan itu?) *hugs,
Malam ini kututup dengan
tangis. Kini seringkali selalu
terlupakan untuk mengucapkan “terimakasih” untuk hari yang terjalani
bersamanya (lagi). Ku tak ingin
melupakan untuk bersyukur untuk setiap detik yang telah terjalani. Maka ketika catatan harian itu terhapuskan
oleh sistem, aaargghh... Yang baru saja terjadi teramat memukul
hati. Pesan-pesan “indah”nya terhapus
dari memori HPku. Ahh.. tak sempat buat backupnya. Mengetikkan emotikon menangis untuknya.
Mungkin itu tak penting buat
kebanyakan orang. Namun bagiku, catatan
itu merupakan nyawaku. Yang
menguatkanku. Hhhhh....
Malam ini, aku terduduk di
kebeningan sepi dan menyesap kopi hitam panas yang mengepul. Mengumpulkan energi yang terserak, agar tak
tersia. Memang tengah berupaya terlelap
kembali, untuk dapat menyusulmu dalam mimpi yang telah dipenuhi rindumu...
Menuliskan deretan kalimat
yang mewakili rasa;
Tak ingin melihat (lagi)
masa lalu,
Walau melangkah di
keheningan,
Aku adalah Kau,
Jika tetap kau inginkan
itu,
Tak pernah terbatas
waktu..
Meneruskan langkah,
Walau hari memang
berganti (tanpa) riuh,
Aku adalah Jiwamu,
Jika itu yang kau minta
demikian,
Tiada jeda di antara
masa....
Aku memang bukan
siapa-siapa,
Tak juga ada di
lintasan masa,
Hanyalah sesaat jeda,
Dan selalu menjadi
koma,
Di dalam diam, kusimpan
rasa..
Di dingin malam,
kutitip rindu...
Di tetesan hujan,
kutangkupkan do’a...
Di sejuk embun,
kunyatakan cinta...
Semua terangkum di
ketulusan jiwa,
Masa lalu memang akan
tetap berlalu, walau (tak) kuizinkannya..
Masa depan selalu
datang menghampiri, meski (tak) terpikirkan itu..
Apa kabar... HATI?
Masihkah... SEPI?
Bintang,
Kubutuhkan kilasan cahaya..
Rembulan,
Kuperlukan sekerlip terang..
Pagi,
Kumintakan setitik benderang..
Malam,
Kurindukan sedetik tenang...
Embun,
Kuinginkan setetes kesejukan...
Angin,
Kuharapkan sehembus
semangat...
Jika hatimu tengah mematah,
Pinjamlah kakiku untuk
menemanimu melangkah...
Terpejamkan mata, melepaskan
angan, melesatkan impian dalam damai mimpimu,
Izinkanlah....(merindumu),
[bolehkah?]
[bolehkah?]
@VD
No comments:
Post a Comment