Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Tuesday, October 11, 2016

Terdiam..

Lompatan waktu begitu terasa cepat. Tak ada yang sempurna..
Sepekan pun takkan cukup menghapus jejak yang sudah menapak di batas waktu.

Hanya mencari teman perjalanan, terasa begitu melelahkan.
Cacian, hinaan, dan hujatan, menyertai bagai badai yang meluruhkan pertahanan jiwa.

Ka, jika enggan kau melangkah di sampingku. Tak mengapa..
Aku biasa sendiri dan ditinggalkan.
Jadi biarkan semua menghilang dalam kebaikan yang ingin kutanamkan.

Tak ada yang abadi. Hal ini sudah terprediksi sejak awal. Ketika sebiji sawi itu bertunas. Ini yang aku maksudkan dulu. Bahwa bukan aku yang pergi. Tapi kamu.
Sendiri itu menenangkan..Ka.
Tak perlu pedulikan perasaan orang lain. Tangis, tawa, dan canda itu menari indah di angan saja.

Yakinkan hal itu pada dirimu.
Serpihan hati yang kembali terserak, semakin membubuk bersama tenggelamnya mentari hari ini.

Melangkahlah ke depan.
Karena ini memang jalanmu. Rangkullah mimpi bersama bahagia.
Apa pun adanya.
Sekejab itu bermakna dari pada jutaan kata.

Aku masih menangis.. Ka. Sementara kau sudah tak perdulikan apa pun tentang aku.
Menitikkan buliran bening yang menderas, mewakili pedihan jiwa.
Sesaat,
Sekejab,
Tapi tikamanmu melukai dalam. Tak ada yang abadi..

Terimakasih.. untuk semua yang akan terkenang di penggalan medio Oktober.

Aku hanya mampu tercekat di keheningan. Melihatmu pergi.. Ka.
Tegarnya karang di Pantai Senggigi kembali melarungkan duka, lara, nestapa, dan sedih.

Aku..
Menangisimu.. Ka.

Buliran tasbih, mengiringi lantunan doa. Ketenangan di negeri 1000 masjid, kembali terkenang.
Aku merindukannya..Ka.

Memburam mata, tersaput kabut menahan airmata yang tertahan.
Tuhan..
Ijinkan kali ini, keikhlasan mengalir dalam doa. Mengiringi langkahnya. Menatap punggung tegap yang berlalu di hadapan.

Jika ini memang ujian yang Kau siapkan (lagi), bolehkah aku meminjam pundakMu untuk menyandarkan kepedihan?

Lelah.. meletihkan.
Penat..

Maafkan.. aku, Tuhan..
Tak henti mengeluh,
Tak cukupkan tangisan.

Hidup bukan apa yang kita inginkan.
Hidup adalah yang terbaik.
Semua berpulang padaMu.
IjinMu..

Maka, nikmatMu yang mana lagi yang engkau dustakan?

***

Aku menepati janjiku.. Ka. Melunasi perkataan yang tertuang dalam barisan kata.
Smoga.. yang terbaik dapat kau rengkuh dalam nyata.

Seperti janjiku,
Selalu disini, tak beranjak meninggalkanmu sendiri.
Tetap menggenggam tanganmu erat.
Dalam diam, tatap, harap, yang tercekat.

Always do the best.. Ka.

PS:
If you need me, just close your eyes.
Lay your sorrow in the darkness.
Then you'll find the light which guide you..

Antara Hujan dan Aku

Hujan.. kau ingatkan aku. Tentang satu rindu...

Lagu Opiek itu melesatkan ingatanku pada Fira, Aira, dan Kaka..

Hh, Ka..
Dimanakah kamu?
Bosan? Jenuh?
Deretan lagu di perjalanan tak mampu meredakan semua.
Hanya mampu makan dalam diam, menatap hujan dalam sunyi.

Kulemparkan tanya pada awan..Ka. Apakah semua benar adanya?
Dan ini bukan hanya sepenggal cerita drama Korea.

Geu Dae Neun Sarang Ibnida..

***

Cahaya matanya meredup, seolah menyampaikan salam perpisahan.
"Sahabat.. pegang tanganku," bisikku perlahan, seraya mengusap punggungnya.
"Vie.. jaga Aira, untukku. Berjanjilah.."

Kilasan kenangan itu melintas kembali. Dalam kepedihanku, menerima semuanya dalam ikhlas.
Fira telah pergi, bersama semua luka yang tertorehkan oleh El. Aku sudah mengingatkannya, tentang keburukan yang terdengar. Laki-laki itu tak layak dicintai. Ia hanya memanfaatkan keluguan Fira. Sahabatku.
Kami tumbuh bersama di Sukoharjo. Saling meminjamkan pundak. Pun juga berbagi keceriaan. Di petualangan melintasi indahnya Indonesia.

Tapi semua berubah. Tak lagi sama, ketika cinta menghampiri. El, memang sosok yang dipujanya. Terlalu membuainya dalam harapan kosong. Hingga akhirnya semua kebersamaan itu terkikis bersama hening tangisku.
Kenapa harus dengan El, Fira?
Karena dia baik, Vie..

Hhh, desahan napas yang tak pernah usai. Karena El, sosok yang telah mengoyak semua harapan dan impianku. Satu-satunya rahasia yang tak pernah kuceritakan pada Fira.
Dia terlalu bahagia, dengan kebersamaan yang manis.
Tuhan, jagalah Fira.., doaku di kesunyian.

***

Hingga satu pagi, Fira mendatangi tempatku siaran. "Vie, boleh bicara sebentar..?"
"Sebentar Fir, aku mau closing dulu yaa?"

Kembali menutup pintu, dan bergegas menutup siaran dengan lagu "Geu Dae Neun Sarang Ibnida" FT Island.

Aku melambai pada Mas Tono, yang menemaniku. Memberinya tanda untuk meneruskan acara sesuai jadwal.
Lalu menghampiri Fira, dan menggamit tangannya.
"Ayoo.."

***

Kukendarai mobil Fira, perlahan membuka percakapan.
"Ada apa Fir? Lo udah lamaa banget ga kontak gue. Kemana aja? Meni tega.."
Fira tak menjawab, hanya menunduk dan langsung terisak.
"Fir, lo gpp?"
"Mmm... gw boleh tinggal di rumah ibu dulu.. Vie? Sampai urusan gw beres.."
"Eehh? Maksud lo, ke Yogya? Ada apa siih..?" tanyaku heran, dan akhirnya menepikan mobil di bahu jalan.
Aku tercenung menatapnya. Fira hanya tertunduk. Sekilas kulihat saputan kesedihan yang tergambar jelas.
"Fir...." panggilku, memecah keheningan.
"Gue ga mungkin ada d Bandung, dengan kondisi begini.. Vie. Bilang ke ibu, gue bakal menyepi sejenak. Kebodohan gue, ga boleh ditambah satu dosa lagi." paparnya dengan nada yang tercekat.

Perlahan, aku mulai sedikit merangkaikan cerita. Apakah Fira..?
B****s*t.. kamu El, kutukku dalam hati.
Kutenangkan Fira, memeluknya. Tangis berhamburan menyeruak membelah keheningan sore yang basah. Tanpa kata-kata, sudah tergambar jelas apa yang sebenarnya terjadi. Kuatkan hatimu.. Fir.
Kagum untuk semua pilihan untuk menebus dosa yang telah dibuat. Takkan sanggup melewatinya, jika itu terjadi padaku.

***

9 purnama berlalu, tetiba ibu mengirimkan pesan agar aku segera pulang. Fira kritis..Vie.
Tanpa penjelasan detil.
Bergegas, aku pun menghubungi Dito. Memesan tiket pesawat ke Yogya.
9 purnama, aku hanya menerima kabar melalui semua keceriaan yang terekam dalam diary digital Fira. Aku dan ibu adalah sahabatnya, sejak ia menjadi yatim piatu di kelas 2 SMP.
Terus saling menjaga hingga detik ini. Semua menenangkanku yang sebenarnya panik.
Perdarahan hebat, jelas ibu singkat. Proses persalinan yang dijalani Fira membuka tabir kelam yang ditutupi.

Preeklampsianya tak dideteksi dan timbul kejang (eklampsia). Dan terjadilah... komplikasi lain yang mengancam jiwanya.
Sesampainya di Sardjito, aku memeluk ibu erat. Wanita yang tetap tegar walau ditinggalkan bapak dengan cara yang menyakitkan.
Hhh, 2 wanita tangguh.. ibu dan Fira.
"Sana.. dia udh nunggu kamu," jelas ibu.
"Bayinya bagaimana..bu?"
"Ada, di NICU. Perempuan, cantik seperti Fira" jelas ibu.

Aku pun bergegas masuk. Menemukannya terbaring tak berdaya. Putih pucat. Kosong menatap langit-langit.
"Fir.." bisikku perlahan.
Binar matanya meredup, tangannya erat menggenggamku. Pelukannya menghilangkan penat perjalanan.
"Vie.."

***

Nazla Khumaira, nama yang telah kami siapkan berdua. Aira, aku memanggilnya. Pipinya memang merah. Mungkin seperti itulah Aisyah, istri Rasululloh.
Khumaira, adalah pilihanku.

Aku memang senang dengan nama itu. Jadi, ketika Fira menceritakan bahwa janin yang dikandungnya terdeteksi perempuan, aku langsung memintanya memberi nama itu.
Sejak kepergian Fira, aku dan ibu bergantian mengurus Aira.

Senyumnya yang manis, tatapannya yang teduh, menenangkan siapapun yang melihatnya. Ia tak pernah merepotkan. Seperti ibunya.

Semua pekerjaan di Bandung aku lepaskan, untuk sejenak mengurusnya.

Candra berganti, warsa pun berlalu. Tak terasa 5 tahun sudah, kenangan tentang Fira hidup dalam Aira. Dia memanggilku mommy. Sejak 1 tahun, secara teratur aku kenalkan pada sosok bundanya, Fira.

Melalui cerita dan deretan foto yang mengabadikan kebersamaan kami. Kilasan kepedihan selalu tak lepas tergambar, manakala mengusik perjalanan Fira.

Aku hanya menahan airmata, melihat lompatan kecil Aira yang terus mengumbar tawa.
Fir, tenanglah kau disana. Peluklah bahagia, di sisiNya. Aira baik-baik saja. Kutitipkan rindu kami di bentangan sajadah, dan larut dalam doa. Aira mewarisi semua keanggunan dan kecantikanmu. Dengan rambut ikal, dari....

Hh, sekejap melayang kebencian pada El, yang menghempas bagai buih ombak menyentuh pantai. Tak pernah sedetik pun, ia mencari Fira. Sejak terakhir mereka berdebat tentang kehamilan Fira. Laki-laki pengecut! caciku dalam hati.

Biarkan Aira tak tahu tentang ayahnya. Aku selalu mengatakan bahwa laut telah menelannya.
Dan anak perempuan kecil itu, akan menatap lautan lepas, dengan tatapan yang tak kumengerti. Selalu seperti itu jika kuajak bermain di pantai.

Maafkan mommy.. Aira.
Perjalanan hidupmu, harus manis. Walau mungkin tak sesempurna cerita dalam sinetron. Akan terus menjaga, mengantarkanmu pada masa depan yang lebih baik. Demi bundamu.. Fira.

***

Hujan lebat, mengguyur tendaku. Aku hanya bisa terpaku menggigil kedinginan. Kekonyolanku pergi kesini, berujung penyesalan. Kesakitan yang kualami, tak separah punyamu.. Fir. Buliran bening tak terbendung.

Aku selalu merindukan hujan.  Karena saat itulah semua beban tertuang bersama ribuan tetesannya.
Aku tengah menepi di alam. Membuka bilur perih luka hati. Sekejap menghilangkan adiksi terhadapnya. Kaka.

Berlari menjauh, membendung rasa yang bersemi perlahan.
Tidak, ini tak boleh dibiarkan. Kembalikan, kembalilah hatiku yang dulu. Sendiri saja..
Aku mengenalnya, di kampus. Gayanya mengingatkanku pada sosok artis Korea. Tatapannya tajam, seperti..

Hhh.. waktu, hentikan semua bunga yang telah bermekaran ini. Cabut semua akarnya. Aku hanya ingin memikirkan Aira dan karya.
Sesekali melepas keraguan di taburan bintang yang terlihat dari puncak Prau.

Tuhan, hilangkan semua rasa..
Aku hanya tak ingin terluka (lagi).
Terjebak dalam dekapan rindu, bukanlah hal mudah yang dapat kulalui.
Selalu menyembunyikan tangis, dalam hujan.

Ka, maafkan aku.. yang mungkin terlalu cepat menarik garis lazuardi dalam langit hati. Aku hanya ingin bisa melihatmu bahagia. Biarkan saja semua indah di tegarnya karang. Aku ingin, semua baik-baik saja. Seperti sebelum aku tanpamu. Tak sanggup..Ka.

Lompatan jauh hati yang meninggalkan nalarku. Jangan sakiti perasaanku. Ini bukan yang pertama. Dan mungkin masih banyak yang belum terbukukan dengan baik.

Ka, di keheningan malam.. biarkan semua pekat rasa larut dalam torehan cat di kanvas kehidupanku.
Diam..Ka,
Diamkan semua adrenalin yang melompat di tebing 12m itu. Aku memang tak sanggup untuk duduk di sampingmu.

Aku punya Aira.
Mungkin kamu mempertanyakan itu dalam hening. Kau titipkan lewat hembusan angin.
Aira.. buah hatiku, terlahir dengan cinta sahabatku. Aku hanya menjaganya..Ka.

Jika itu mengganggumu, biarkan. Biarkan kami berlalu. Walau aku yakin, ia pasti menyukaimu.

Ka,
Aku ingin katakan.. selama sisihan perjalanan waktu denganmu itu, sudah mengikatku dalam tangis. Lekat di buram kaca jendela.

Ka,
Mungkin hanya aku yang menepuk ceria bunga mawar. Sendirian.
Kamu, seperti lelaki yang kukenal. Mungkin..

Maafkan aku yaa.. Ka.
Untuk semua kecerewetanku, yang memang akan selalu mengganggu waktumu.

Percayalah..Ka,
Aku hanya ingin bernafas normal. Dalam angin kutitip rasa pada alam. Mengembalikan semuanya pada bintang. Menggantungkan harapan di langit kehidupan. Tak pernah letih dan bosan.
Aku selalu ada untukmu.. Ka.

Seperti baris lagu "Normal Days"

Cinta adalah seperti ini
Meski cinta tidak hingar-bingar
Mata yang hangat memelukku

Ketika aku di sampingmu
Aku selalu berubah
Aku ingin menjadi orang yang lebih baik

Bahkan jika waktu berlalu dan ujungnya telah datang
Hatiku tidak berubah
Ini hanyalah hari biasa

Cintaku, sayangku
Aku masih menatap padamu
Aku masih menginginkanmu
Aku berdiri seperti ini

Tidak peduli apapun rasa sakit, apapun kesedihan
Aku tidak takut apapun
Inilah cinta
Kamu dikirim padaku untuk mengajari aku ini

Jangan khawatir tentang apapun
Bahkan jika waktu akan berputar
Masih akan kamu

Cintaku, sayangku
Aku masih menatap padamu
Aku masih menginginkanmu
Aku berdiri seperti ini

Tidak peduli apapun rasa sakit, apapun kesedihan
Aku tidak takut apapun
Inilah cinta
Kamu dikirim padaku untuk mengajari aku ini

***

Paagii.. Ka.
Bukalah matamu, ada goresan syair kehidupan yang tersembunyi indah di dekapan Fajar.

Pecahkan tegarnya karang.. yaa Ka?

힘내자/힘내요 !!   파이팅 !!

Monday, October 10, 2016

/d.i.am/ (lagi)

Ingin aku berteriak sepuasnya. Menatap garang amarah yang berkecamuk dalam diri. Menjawab cacian dan hinaan dengan lantang. Aku layak dimaknai.
"Cacilah dengan lantang. Hinalah sepuasmu. Diamku menjawab rindu Sang Waktu".

Guyuran hujan teramat deras. Menyamarkan airmata yang mengalir perlahan.
Bulirannya menyaput jendela. Buram kaca.. trtutup linangan bening membasahi pipi. Tak ada yg salah..
Aku masih menangis, menenangkan hati yang hendak berteriak. Tuhan, kenapa tak pernah mudah bagiku. Perasaanku.. tetap sakit.
Aku selalu ingin menghentikan airmata. Sebelum terlambat. Ketika gumpalan badai menyerakkan kepingan harapan. Di sini aku..
Di sanalah tempatmu..
Semua perlahan akan berbeda.

#secangkirkopipahit #akukamudankita

Thursday, September 15, 2016

/d.i.a.m/

Tercenung menatap Milky Way sepanjang mata memandang ke langit pekat. Jam tanganku menunjuk 02.00 dini hari. Selalu terbangun di dentangan waktu ini. Selelah apapun. Bahkan tak peduli selarut malam yang terbuang, sebelum mata terpejam. Manakala tidur tergerus oleh beragam pemikiran yang jauh melesat ke masa depan. 
Seringkali harus menghentikan semuanya. Agar raga beristirahat di peraduan. Mengumpulkan energi untuk esok hari.
Vie, jalani per hari saja. Lakukan yang terbaik semampumu. Biarkan semua mengalir bersama takdir yang harus terjalani. Ikhlaskan..
Catatan kecil ini, tertulis setelah hamparan doa terlantunkan.
Ketenangan jiwa, hanya bisa tersandarkan padaNya.
Kepenatan raga, hati, dan pikiran menjadi barisan kata yang terangkum dalam tangkupan doa.
Merangkul sepertiga malam dengan khusyuk dan hikmat.
Aku, masih terikat dalam isak tangis dalam. Hanya bisa merasakan buliran-buliran hangat menyapu wajah.
Kesunyian mengajari kemandirian. Kesepian menitipkan banyak syukur dalam hidup. "Maka, nikmat mana lagi yang kau dustakan?"
Kedengkian, dendam, sakit hati, dan perasaan negatif, hanya akan menikam dengan kepedihan tanpa akhir. Lalu mengasihani diri sendiri, mengharapkan pengertian.
Bangkit..
Hidupkan kembali detak jantung serta detik waktu.
Hirup oksigen sebanyak mungkin, untuk mengisi kekosongan dalam diri.
Rasakan dalam hening, aliran darah yang masih menggelora. Mengejar mimpi dan impian yang tertinggal karena dekapan lara.

"Dari 103,5 FM.. Vie cuma pengen bilang makaasiihh.. bagi yang sudah memberikan tanggapan bagi barisan kata dan deretan lagu-lagu yang sudah terpilih dan diputarkan. Menemani malam minggu kalian semua. Cukupkan semua keluhan dengan rasa syukur yaa.. guys. Ingat saja kebersamaan hari ini, jika nanti kalian merindukan Vie yang cerewet haabisss... See u tomorrow..,"

Kalimat penutup, mengakhiri siaran hari ini. Kerja yang dimulai saat matahari terbenam, baru selesai saat sunrise menjelang. Life is hard...

Mang Asep menatap dengan tatapan teduh. Merangkul pundak erat, seraya menguatkan, "kamu ga sendiri.. Teh. Ingat itu.. Sana wudhu, trus sempatkan sholat Witir. Sebentar lagi Subuh. Kita jamaah di mushola yaa.."
Aku mengiyakan, dan bergegas berwudhu.
Cukup, cukupkan rasa syukurku.. yaa Robb. Untuk semua nikmat yang telah Kau berikan dalam hidupku.
Cukup, cukupkanlah.. keluh kesah dalam peluh. Semua akan indah pada waktunya. Belajar menyaring kata-kata, menyimpan yang baik saja.

Dan, hari ini aku kembali memeluk tangis dalam diam. Kenapa.. kenapa.. selalu saja ada perbandingan. Selalu saja menbandingkan aku dengan orang lain.
Kenapa.. dengan mudahnya orang mengoyak kedamaian hati yang kubangun dengan airmata dan luka.
Apa mereka mau jadi aku?
Apa mereka ingin bertukar cerita hidup dengan punyaku?
Aku adalah aku, dengan pilihanku.
Semua kujalani dengan pertimbangan yang matang. Melalui proses pemikiran yang melintasi batas candra dan wangsa.
Apa yang mereka ketahui tentang aku dan masalahku?
Siapa yang memberi hak mereka, untuk merasa tahu atas hidup dan kehidupanku?
Pertanyaan-pertanyaan yang tak pernah terjawab di sunyi malam.
Hanya buliran bening, yang menemani jentikan jemari yang mengalirkan cerita ini.
Tuhan,
Sungguh, aku lelah atas semua yang seolah tak berujung ini.
Tak sanggup rasanya, berjalan tegak di atas hati yang terkoyak ini.
Tipis.. imanku mulai menipis.
Tuhan, aku takut..
Takut akan kekufuranku atas nikmat yang masih aku rasakan.
Sedih jika harus mempertanyakan hikmah atas semua yang terjadi.
Aku hanyalah perempuan biasa..
Aku masih sering menangis di hening malam,
Aku selalu menyimpan sedih dalam tawa dan senyum,
Aku mulai merapuh..
Tuhan, pegang tanganku..😭

Rasanya, aku telah gagal..
Tak mampu menahan airmata dan nada suara yang terus bergetar, ketika bicara tentang masa lalu.
Menjelaskan "asbab" dari semua permasalahan.
Ingin teriak, memaki pada diri sendiri. Terus bertanya pada Tuhan, "kenapa semua ini sepert tanpa akhir?"
Kegelisahan tanpa batas..
Buliran bening yang memburamkan jendela hati terus mengalir perlahan. Membasahi dinding sanubari.
Tuhan, aku lelah.. teramat penat.

_AKU_

Siapakah aku?
Yang tertiup angin, dalam hembusan nafasmu,
Yang terbawa hujan, di buliran air yang menitik deras,
Butiran debu yang tersapu dalam diam,
Siapakah aku?
Yang mempertanyakan arti kebersamaan yang terjalin dalam sepi,
Siapakah aku?
Yang menitipkan suara dalam desiran bayu di kelam malam, hening pagi, dan sunyi senja,
Di merah cakrawala, dalam batas lazuardi,
Tunggulah aku..

Saturday, August 20, 2016

/Sekeping Hati/ *catatankecil*

/Sekeping Hati/ *catatankecil*

Selarut ini, aku belum bisa pulang ke rumah. Sementara perempuan lain sudah berada di hangatnya pulau kapuk. Merenda mimpi, di pelukan hening.
Aku dan perjuanganku adalah sebuah pilihan.
Aku, memang percaya bahwa di antara "B" (birth) dan "D" (death), ada "C" (choice).
Ini pilihanku. Jalan hidup yang aku pilih. Walaupun semua pendapat awam, masih berada di pemikiran negatif.
Yaa.. mana ada perempuan baik-baik yang belum pulang selarut ini (katanya).
Padahal, banyak yang mampu bertahan dalam pekerjaan yang baik. Yang mencari penghidupan dengan mengikatkan keyakinan kebajikan dan halal.
Karena malam tak selalu berujung pekat. Disana selalu ada bintang penunjuk jalan. Dan ada bulan penuntun kehidupan.
Dunia malam dan aku, memang hal yang melekat sejak 2 tahun lalu.
Di kepekatan malamlah, aku masih mengais rezeki untuk masa depan yang lebih baik. Biarlah.. biarkan saja, semua berkata sesuka hati tentang aku.
Takkan pernah baik dan layak aku di mata mereka, kalau mereka tak melihat cahaya lilin kebajikan dalam diriku.
Dan aku, takkan membuang waktu untuk sebuah penilaian positif. Biarkanlah..
Aku memutuskan jalan ini, dain membawa impian lebih jauh. Mewujudkan cita-cita yang hampir padam.
Sesaat memang harus mundur selangkah dulu, untuk maju kembali ke depan. Melangkah tanpa keraguan.
Menyiapkan hati dan mental, untuk cemoohan yang (mungkin) akan kembali terdengar.
Menyembuhkan luka, untuk meyakini bahwa hikmah itu akan terpelajari dan terpahami setelah terenungkan di detikan waktu. Selalu ada jalan dan ruang untuk kebaikan.
Yakin, ikhlas, dan tawakal.
Walau jujur, selalu terselip keraguan, apakah masih ada yang menikam dari belakang?  Adakah yang manis di awal, namun pahit di akhir?
Masihkah orang bersedia melihatku bagai orang biasa yang berjuang mencari kehidupan? Bukan orang yang mencari kesenangan sesaat dalam dekapan malam.
Aku, Vie yang berjuang untuk Aira. Masa depan yang lebih baik. Rumah yang nyaman. Keluarga yang hangat.
Meretasnya dalam nyata. Merangkumkan fakta.
Beberapa purnama, semua akan kutentukan dalam kepastian. Seperti alur lagu-lagu pilihanku bagi pendengar.
Bagian tersulit di perjalanannya adalah berdamai dengan keheningan malam. Membiarkan kepercayaan menerangi. Menjabat erat hati dengan sebaik-baik prasangka: setiap invididu mampu dan kuat mengubah dirinya menjadi lebih baik. Ketika ia menginginkannya. Manakala ia melingkarkan janji. Untuk ditepati..
Selalu..
Semoga..

Di detikan waktu jelang dini hari, belajarlah percaya bahwa aku, Vie, Aira, dan kamu dapat melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar menghabiskan waktu bersama. Pun juga lebih dari hanya melakukan perjalanan bersama.
Percayalah.. "always reason behind something" dari semua pertemuan, perjalanan, dan keputusan.
Kutanggalkan topengku. Belajar mencintai dalam diam dan hening, semua yang kini ada dalan hidup, penghidupan, dan kehidupan.
Di sana, di titik masa depan, pasti ada pelangi. Titik terang.
Tak perlu jadi pahlawan, karena harus ada yang bertepuk tangan untuknya.
Tak harus jadi jalan raya, karena jalan setapak yang menuju sumber air, dapat menjadi manfaat untuk satu kesempatan hidup bagi makhluk hidup.
Belajarlah..

Friday, July 22, 2016

21/07/2016

Rasanya, aku telah gagal..
Tak mampu menahan airmata dan nada suara yang terus bergetar, ketika bicara tentang masa lalu.
Menjelaskan "asbab" dari semua permasalahan.
Ingin teriak, memaki pada diri sendiri. Terus bertanya pada Tuhan, "kenapa semua ini sepert tanpa akhir?"
Kegelisahan tanpa batas..
Buliran bening yang memburamkan jendela hati terus mengalir perlahan. Membasahi dinding sanubari.
Tuhan, aku lelah.. teramat penat.

Saturday, May 7, 2016

Cahaya Ramadhan

#ProyekMPI_Mei

Judul: Cahaya Ramadhan
Penulis: Nie Wietyaz

Langkah hijrah yang perlahan terjalani,
Kebaikan yang tertabur dalam jejak,
Masih juga teruji dalam iman dan sabar.

Selalu mempertanyakan tentangMu,
Tak henti menagih janjiMu,
Tak kunjung terhenti dalam ikhlas pada jalanMu.

Di antara bebatuan dosa dalam alur kehidupanku,
Slalu terbesit ketakutan yang terdiam di pojok relung hati,
Kapankah masaku?

Yaa.. Robbana,
Robbil Izzati,
Teguhkan iman Islamku saat ini,
Mampukanku qana'ah, istiqomah dan pasrah,
Ijinkanlah Lailatul Qadar untukku kali ini,
Jika Ramadhan ini akan jadi titik akhir rinduku.

Bandung, Jum'at 06/05/2016 9:55 AM