Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Tuesday, October 11, 2016

Antara Hujan dan Aku

Hujan.. kau ingatkan aku. Tentang satu rindu...

Lagu Opiek itu melesatkan ingatanku pada Fira, Aira, dan Kaka..

Hh, Ka..
Dimanakah kamu?
Bosan? Jenuh?
Deretan lagu di perjalanan tak mampu meredakan semua.
Hanya mampu makan dalam diam, menatap hujan dalam sunyi.

Kulemparkan tanya pada awan..Ka. Apakah semua benar adanya?
Dan ini bukan hanya sepenggal cerita drama Korea.

Geu Dae Neun Sarang Ibnida..

***

Cahaya matanya meredup, seolah menyampaikan salam perpisahan.
"Sahabat.. pegang tanganku," bisikku perlahan, seraya mengusap punggungnya.
"Vie.. jaga Aira, untukku. Berjanjilah.."

Kilasan kenangan itu melintas kembali. Dalam kepedihanku, menerima semuanya dalam ikhlas.
Fira telah pergi, bersama semua luka yang tertorehkan oleh El. Aku sudah mengingatkannya, tentang keburukan yang terdengar. Laki-laki itu tak layak dicintai. Ia hanya memanfaatkan keluguan Fira. Sahabatku.
Kami tumbuh bersama di Sukoharjo. Saling meminjamkan pundak. Pun juga berbagi keceriaan. Di petualangan melintasi indahnya Indonesia.

Tapi semua berubah. Tak lagi sama, ketika cinta menghampiri. El, memang sosok yang dipujanya. Terlalu membuainya dalam harapan kosong. Hingga akhirnya semua kebersamaan itu terkikis bersama hening tangisku.
Kenapa harus dengan El, Fira?
Karena dia baik, Vie..

Hhh, desahan napas yang tak pernah usai. Karena El, sosok yang telah mengoyak semua harapan dan impianku. Satu-satunya rahasia yang tak pernah kuceritakan pada Fira.
Dia terlalu bahagia, dengan kebersamaan yang manis.
Tuhan, jagalah Fira.., doaku di kesunyian.

***

Hingga satu pagi, Fira mendatangi tempatku siaran. "Vie, boleh bicara sebentar..?"
"Sebentar Fir, aku mau closing dulu yaa?"

Kembali menutup pintu, dan bergegas menutup siaran dengan lagu "Geu Dae Neun Sarang Ibnida" FT Island.

Aku melambai pada Mas Tono, yang menemaniku. Memberinya tanda untuk meneruskan acara sesuai jadwal.
Lalu menghampiri Fira, dan menggamit tangannya.
"Ayoo.."

***

Kukendarai mobil Fira, perlahan membuka percakapan.
"Ada apa Fir? Lo udah lamaa banget ga kontak gue. Kemana aja? Meni tega.."
Fira tak menjawab, hanya menunduk dan langsung terisak.
"Fir, lo gpp?"
"Mmm... gw boleh tinggal di rumah ibu dulu.. Vie? Sampai urusan gw beres.."
"Eehh? Maksud lo, ke Yogya? Ada apa siih..?" tanyaku heran, dan akhirnya menepikan mobil di bahu jalan.
Aku tercenung menatapnya. Fira hanya tertunduk. Sekilas kulihat saputan kesedihan yang tergambar jelas.
"Fir...." panggilku, memecah keheningan.
"Gue ga mungkin ada d Bandung, dengan kondisi begini.. Vie. Bilang ke ibu, gue bakal menyepi sejenak. Kebodohan gue, ga boleh ditambah satu dosa lagi." paparnya dengan nada yang tercekat.

Perlahan, aku mulai sedikit merangkaikan cerita. Apakah Fira..?
B****s*t.. kamu El, kutukku dalam hati.
Kutenangkan Fira, memeluknya. Tangis berhamburan menyeruak membelah keheningan sore yang basah. Tanpa kata-kata, sudah tergambar jelas apa yang sebenarnya terjadi. Kuatkan hatimu.. Fir.
Kagum untuk semua pilihan untuk menebus dosa yang telah dibuat. Takkan sanggup melewatinya, jika itu terjadi padaku.

***

9 purnama berlalu, tetiba ibu mengirimkan pesan agar aku segera pulang. Fira kritis..Vie.
Tanpa penjelasan detil.
Bergegas, aku pun menghubungi Dito. Memesan tiket pesawat ke Yogya.
9 purnama, aku hanya menerima kabar melalui semua keceriaan yang terekam dalam diary digital Fira. Aku dan ibu adalah sahabatnya, sejak ia menjadi yatim piatu di kelas 2 SMP.
Terus saling menjaga hingga detik ini. Semua menenangkanku yang sebenarnya panik.
Perdarahan hebat, jelas ibu singkat. Proses persalinan yang dijalani Fira membuka tabir kelam yang ditutupi.

Preeklampsianya tak dideteksi dan timbul kejang (eklampsia). Dan terjadilah... komplikasi lain yang mengancam jiwanya.
Sesampainya di Sardjito, aku memeluk ibu erat. Wanita yang tetap tegar walau ditinggalkan bapak dengan cara yang menyakitkan.
Hhh, 2 wanita tangguh.. ibu dan Fira.
"Sana.. dia udh nunggu kamu," jelas ibu.
"Bayinya bagaimana..bu?"
"Ada, di NICU. Perempuan, cantik seperti Fira" jelas ibu.

Aku pun bergegas masuk. Menemukannya terbaring tak berdaya. Putih pucat. Kosong menatap langit-langit.
"Fir.." bisikku perlahan.
Binar matanya meredup, tangannya erat menggenggamku. Pelukannya menghilangkan penat perjalanan.
"Vie.."

***

Nazla Khumaira, nama yang telah kami siapkan berdua. Aira, aku memanggilnya. Pipinya memang merah. Mungkin seperti itulah Aisyah, istri Rasululloh.
Khumaira, adalah pilihanku.

Aku memang senang dengan nama itu. Jadi, ketika Fira menceritakan bahwa janin yang dikandungnya terdeteksi perempuan, aku langsung memintanya memberi nama itu.
Sejak kepergian Fira, aku dan ibu bergantian mengurus Aira.

Senyumnya yang manis, tatapannya yang teduh, menenangkan siapapun yang melihatnya. Ia tak pernah merepotkan. Seperti ibunya.

Semua pekerjaan di Bandung aku lepaskan, untuk sejenak mengurusnya.

Candra berganti, warsa pun berlalu. Tak terasa 5 tahun sudah, kenangan tentang Fira hidup dalam Aira. Dia memanggilku mommy. Sejak 1 tahun, secara teratur aku kenalkan pada sosok bundanya, Fira.

Melalui cerita dan deretan foto yang mengabadikan kebersamaan kami. Kilasan kepedihan selalu tak lepas tergambar, manakala mengusik perjalanan Fira.

Aku hanya menahan airmata, melihat lompatan kecil Aira yang terus mengumbar tawa.
Fir, tenanglah kau disana. Peluklah bahagia, di sisiNya. Aira baik-baik saja. Kutitipkan rindu kami di bentangan sajadah, dan larut dalam doa. Aira mewarisi semua keanggunan dan kecantikanmu. Dengan rambut ikal, dari....

Hh, sekejap melayang kebencian pada El, yang menghempas bagai buih ombak menyentuh pantai. Tak pernah sedetik pun, ia mencari Fira. Sejak terakhir mereka berdebat tentang kehamilan Fira. Laki-laki pengecut! caciku dalam hati.

Biarkan Aira tak tahu tentang ayahnya. Aku selalu mengatakan bahwa laut telah menelannya.
Dan anak perempuan kecil itu, akan menatap lautan lepas, dengan tatapan yang tak kumengerti. Selalu seperti itu jika kuajak bermain di pantai.

Maafkan mommy.. Aira.
Perjalanan hidupmu, harus manis. Walau mungkin tak sesempurna cerita dalam sinetron. Akan terus menjaga, mengantarkanmu pada masa depan yang lebih baik. Demi bundamu.. Fira.

***

Hujan lebat, mengguyur tendaku. Aku hanya bisa terpaku menggigil kedinginan. Kekonyolanku pergi kesini, berujung penyesalan. Kesakitan yang kualami, tak separah punyamu.. Fir. Buliran bening tak terbendung.

Aku selalu merindukan hujan.  Karena saat itulah semua beban tertuang bersama ribuan tetesannya.
Aku tengah menepi di alam. Membuka bilur perih luka hati. Sekejap menghilangkan adiksi terhadapnya. Kaka.

Berlari menjauh, membendung rasa yang bersemi perlahan.
Tidak, ini tak boleh dibiarkan. Kembalikan, kembalilah hatiku yang dulu. Sendiri saja..
Aku mengenalnya, di kampus. Gayanya mengingatkanku pada sosok artis Korea. Tatapannya tajam, seperti..

Hhh.. waktu, hentikan semua bunga yang telah bermekaran ini. Cabut semua akarnya. Aku hanya ingin memikirkan Aira dan karya.
Sesekali melepas keraguan di taburan bintang yang terlihat dari puncak Prau.

Tuhan, hilangkan semua rasa..
Aku hanya tak ingin terluka (lagi).
Terjebak dalam dekapan rindu, bukanlah hal mudah yang dapat kulalui.
Selalu menyembunyikan tangis, dalam hujan.

Ka, maafkan aku.. yang mungkin terlalu cepat menarik garis lazuardi dalam langit hati. Aku hanya ingin bisa melihatmu bahagia. Biarkan saja semua indah di tegarnya karang. Aku ingin, semua baik-baik saja. Seperti sebelum aku tanpamu. Tak sanggup..Ka.

Lompatan jauh hati yang meninggalkan nalarku. Jangan sakiti perasaanku. Ini bukan yang pertama. Dan mungkin masih banyak yang belum terbukukan dengan baik.

Ka, di keheningan malam.. biarkan semua pekat rasa larut dalam torehan cat di kanvas kehidupanku.
Diam..Ka,
Diamkan semua adrenalin yang melompat di tebing 12m itu. Aku memang tak sanggup untuk duduk di sampingmu.

Aku punya Aira.
Mungkin kamu mempertanyakan itu dalam hening. Kau titipkan lewat hembusan angin.
Aira.. buah hatiku, terlahir dengan cinta sahabatku. Aku hanya menjaganya..Ka.

Jika itu mengganggumu, biarkan. Biarkan kami berlalu. Walau aku yakin, ia pasti menyukaimu.

Ka,
Aku ingin katakan.. selama sisihan perjalanan waktu denganmu itu, sudah mengikatku dalam tangis. Lekat di buram kaca jendela.

Ka,
Mungkin hanya aku yang menepuk ceria bunga mawar. Sendirian.
Kamu, seperti lelaki yang kukenal. Mungkin..

Maafkan aku yaa.. Ka.
Untuk semua kecerewetanku, yang memang akan selalu mengganggu waktumu.

Percayalah..Ka,
Aku hanya ingin bernafas normal. Dalam angin kutitip rasa pada alam. Mengembalikan semuanya pada bintang. Menggantungkan harapan di langit kehidupan. Tak pernah letih dan bosan.
Aku selalu ada untukmu.. Ka.

Seperti baris lagu "Normal Days"

Cinta adalah seperti ini
Meski cinta tidak hingar-bingar
Mata yang hangat memelukku

Ketika aku di sampingmu
Aku selalu berubah
Aku ingin menjadi orang yang lebih baik

Bahkan jika waktu berlalu dan ujungnya telah datang
Hatiku tidak berubah
Ini hanyalah hari biasa

Cintaku, sayangku
Aku masih menatap padamu
Aku masih menginginkanmu
Aku berdiri seperti ini

Tidak peduli apapun rasa sakit, apapun kesedihan
Aku tidak takut apapun
Inilah cinta
Kamu dikirim padaku untuk mengajari aku ini

Jangan khawatir tentang apapun
Bahkan jika waktu akan berputar
Masih akan kamu

Cintaku, sayangku
Aku masih menatap padamu
Aku masih menginginkanmu
Aku berdiri seperti ini

Tidak peduli apapun rasa sakit, apapun kesedihan
Aku tidak takut apapun
Inilah cinta
Kamu dikirim padaku untuk mengajari aku ini

***

Paagii.. Ka.
Bukalah matamu, ada goresan syair kehidupan yang tersembunyi indah di dekapan Fajar.

Pecahkan tegarnya karang.. yaa Ka?

힘내자/힘내요 !!   파이팅 !!

No comments:

Post a Comment