Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Thursday, May 8, 2014

#Untuk Sebuah Nama



Lama bertapa di keheningan, membuat kreatifitasku semakin tak terbendung.  Banyak ide penelitian yang mangalir.  Walau akhirnya aku mengerti bahwa ide itu memanglah jiwaku. Ruhku.  Maka hanya akulah yang terpilih untuk menuliskan dan mempresentasikannya secara sempurna.

Berselancar di dunia maya dan sosial media kuabaikan untuk menetralisir perasaan negatifku pada kehidupan.  Kekecewaan ini terlalu dalam.  Hampir menolak keras takdir Tuhan untukku. Yang terbaik, walaupun pahit.  Namun kemudian perlahan kusadari, bahwa rasa pahit itulah yang membuat rasa kopi semakin sempurna.  Aah, kenapa bisa kulupakan itu?  Harusnya aku lebih membuka pikiranku, bahwa memang tak ada yang sempurna.
Nazla Khumaira, tengah mewarnai di buku yang kubelikan untuknya.  Begitu menikmati hari-harinya dengan keceriaan khas balita.  Sesekali kupandangi dan menanyainya tentang kegiatannya hari ini.  Celoteh cerianya selalu mampu membuatku kembali berdiri ketika penat menghampiriku di ujung hari.

Mmm... ialah Mentariku.  Bersama Bintang ketika langit gelap menaungi.  Mereka berdua yang tak lelah mendampingiku untuk dapat menyusun kembali semua mimpi.  Mewujudkannya.  Masa lalu itu tetaplah di belakang.  Tak perlu diratapi.  Tak juga harus membuat diri menjadi bersalah dan tak berarti.  Karena memang bukan aku yang membuang semua kehidupan yang pernah terlalui.  Hanya kebajikan yang ingin kuingat, sebagai pembelajaran pendewasaan pikiranku.  Cinta itu memang hanya bertepuk sebelah tangan, maka tak perlulah memaksakan keinginan.

Tetaplah berjalan.  Melangkah untuk sebuah pengharapan.  Demi Nazla Khumaira.  Demi satu nama yang selalu lekat dalam hati.  Dy.  Bismillah....[]

The contact: Cerita di keheningan

Di sebuah perjalanan baru yang tertapaki, aku menjaga hati untuknya.  Menempatkannya di ruang hati yang terhias apik dengan rerona bunga setaman.  Harum semerbak selalu memenuhi relung-relungnya hingga sudut jiwa.  Semua memang lengkap dan sempurna.

March 12, 2014
/Cintanya, sejuk laksana embun pagi. Kasihnya, tulus seperti Mentari. Tatapannya, teduh bagaikan awan. Senyumnya, semanis Rembulan. Temani aku, mencari makna.. Nazla Khumaira,,/

March 13, 2014
/...menatap Aira,panggilannya,ketika melepas penat setelah seharian menjalani rutinas,bagai sejuk embun pagi. Menyegarkan. Jemari lentik mungilnya menyambut, memegang pipiku,seraya berkata,"I missed you.. Mom,seperti ini.....",ia pun berusaha memelukku erat. Kurengkuh badannya, dan mengecup lembut pipi tembemnya, "mmm...Mommy juga kaangeen, sayaang..". Aah, tak pernah sekali pun, atau tak sekedip pun, takkan berani membayangkan hidup tanpanya. Cintanya adalah Mentari. Kelucuannya jadi Energi. Ia alasan hidup terbaik.  Aira adalah Maknaku./

March 18, 2014
/...tiba-tiba, buliran bening yang telah lama tertahan di pelupuk mata itupun mengalirlah. Kepedihan yang selama ini tersimpan rapi di sudut hati, menyeruak di rimbun keteduhan jiwa. Aku menyerah... Kerinduan itu telah mengental dalam darah. Mendekap Aira yang terlelap damai, mengingatkanku pada sosok yang selama ini selalu menemani. Memberi kasih tulus tanpa jeda. Terasa nian jarak yang membentang kini. Hhhh... I really missed you, Mom./

March 19, 2014
/..tercenung di kepadatan lalu lintas yang menjebak. Baru benar kusadari kebodohanku. Keinginan memilikimu, telah membuncah di batas waktu. Tak ingin bagai menggenggam pasir. Waktu yang berdetik, pertanda inginku dekat di pembuluh nadimu. Aku, sedang mempertanyakan ketulusan- tapi, belajar keikhlasan. Kau memang mengajarkan arti Kehangatan PERSAUDARAAN Tanpa Ikatan Darah. I really..missed you... bisikku bergetar menahan tangis, dan terus mendekap Aira.. MIMPIku,/

March 20, 2014
/..aku tidaklah sempurna. Maka berlari menjauhlah.. Elang, jika inginkan itu dariku. Cintaku sederhana saja, bagai kunang-kunang di pekat belantara. Cukuplah jadi sekerlip Bintang. Ketulusan hati yang sematkan indah puspa jiwa. Aira..Aira,,banyak yang pertanyakannya. Namun buatku, ialah kesejatian nyanyian damai dawai hati./

March 22, 2014
/...yang kupeluk kini, hanyalah Aira. Mimpiku. Tangis tertahan, agar tak membangunkannya. Aku merindukan kebersamaan yang hangat. Selepas beragam aktifitas yang membelenggu. Akhir pekan yang membahagiakan, dengan cara sederhana. Tuhan, pinjamkan kekuatan dan kesabaran lebih, untuk mempercayai Mentari Pagi yang akan selalu menyapa ramah. Esok... Tetap memeluk Aira, menyanyikan kidung malam. Tidur nyenyak yaa.. Cinta, aku selalu ada untukmu./

March 26, 2014
/..tiba-tiba terjaga dini hari. Tanganku masih mendekapnya. My angel..Aira. Yang selalu menghiaskan lengkungan senyum dan tawa lepas di wajahku. Pagi ini aku terperangkap di kegelisahan. Tiba-tiba mata sipitnya terbuka perlahan, "I love you...Mom, mau kasih bearhug, like Marsha". Aku tersenyum, mengecup keningnya dan menggusap jemari lentik mungil miliknya, "love you too.. Mentari". Dan, ia pun kembali terlelap. Kembali mengemas tasku. Tak pernah sebelumnya meninggal Aira tanpa menemaninya sarapan dan mendengarkan celotehnya. Pekerjaan ini mulai menyita banyak waktuku. Seringkali tak sempat bercengkrama. Tuhan, hanya Engkaulah sandaran jiwa manakala merapuh dan berpeluh. Dan tetap izinkanlah.. Aku mendekap Aira kini dan nanti (yaa?), karena tanpanya hidup terasa hampa dan mati../

March 27, 2014
/.. Malam hening meleburkan harapan dalam setangkup doa. Surat dari Sahabatku, terbaca di kemurnian jiwa dan pikiran. Di sampingku, (masih) terlelap Aira, Matahariku. Menatapnya selalu mendamaikan. Terus membaca dan menulis untuk menemaninya. Sesekali kuhentikan ketikan, ketika merasa resah merangkaikan kata, untuk sesaat menyentuhnya. Mengusapnya. Ialah semangatku. Dalam suratnya, sahabatku mengutipkan pepatah bijak: "You can not change the wind direction, but you can only change your wing direction" Ah, yaa.. Sahabat, aku Vie sang penjelajah waktu, petualang sejati yang telah menjadi kupu-kupu. Memampukan diri mengubah arah sayap agar tak terpatahkan Sang Jeda. Terimakasih, karena tetap berkenan menjadikanku "makna". Menguatkanku./

April 02, 2014
/.., melesapkan kenangan di sudut tergelap hati, sambil menyesap secangkir kopi pahit. Usailah. Cukup sudah. Berdiri tegak kembali, di pijakan kaki sendiri. Lembayung menggayut di lazuardi. Penanda batas hari Terlewati (lagi) sehari penuh makna syukur. Apapun iramanya. Mengalirlah...Tuhan, Terimakasih..atas pinjaman kekuatan dan kesabaranMu. Di tangkupan doa ini..tetap izinkan aku terus mendekap rindu bersama Aira. Memeluknya sepanjang waktuku. Menemaninya tanpa jeda. Menghiasi hari demi hari dengan lengkungan senyum manisnya. Melukiskan tawa lepas di rona merah pipinya. Sepanjang waktu yang kupunya. Tanpa jeda. Amiin.. Membulir bening, merinai. Embun. Mengalirlah../

April 05, 2014
/..Sepagi ini aku telah merindukannya lagi. Padahal tadi sempat memeluknya erat. Dan menciuminya berulang kali. "Mommy... Aira love you, much...", jemari mungilnya mengembang,"tapi..pipi Aira jangan diciumi terus, nanti bisa kempes", protesnya lucu. Aku tersenyum simpul. Memeluk dan menciuminya lagi. "ga..dong, honey. Mommy selalu kangen padamu",tegasku sambil mengusap rambut ikalnya. Ya, aku memang selalu terjebak perasaan kangen padanya, seperti siang yang terus terpaut rindu pada Matahari. Mematikan waktu sejenak, untuk bisa menelponnya. Sejenak mendengarkan suaranya menggaung di telinga, bagai siraman sejuk embun pagi. Energi baru di siang yang melelahkanku. Spasiba balshoi... Aira, untuk semua warna pelangi baru di langitku. Kesempatan memilikimu, adalah anugerah Tuhan yang terindah. Hingga kenangan kelam itupun melesaplah.. bukan lagi jadi lapisan rapuh. Walau dalam balutan cinta yang tak sempurna, maafkanlah..untuk itu. Tapi aku terus berjanji, dalam hati. Ada untukmu. Selalu mencintaimu setulus hati. Aira, Bintangku./

April 08, 2014
/..Siang ini aku duduk termenung. Di hadapanku hanya ada secangkir kopi hitam kental panas. Tak terhitung berapa siang yang tak kujalani bersama Aira untuk makan siang bersama. Berulangkali menelponnya, tapi sinyal tak kunjung bersahabat. Tak tahu harus bagaimana lagi. Aku hanya ingin pulang, memeluk dan mendengarnya bercerita panjang lebar. Tak jauh dariku sepasang mahasiswa bercengkrama. Sesekali bergurau dan tertawa. Aku ingin Aira di hadapanku dan makan siang bersama. Mendengarkan celotehnya. Hanya ingin melihatnya tertawa lebar. Aah..aku harus bisa meluangkan waktu lebih banyak untuknya. Merancang libur yang sederhana, untuk melihat matahari terbenam bersama. Merasakan sekejab, keindahan rasa yang membuncah. Memilikinya kini./

April 15, 2014
/...,cahaya matahariku, memberi waktu menatap pagi, menyentuh sejuk embun dan memeluk mimpi-mimpi. Memberanikanku mewujudkannya hingga tak teronggok sebagai angan kosong di sudut ruang labirin waktu. Mmmm..harum aroma secangkir kopi hitam pahit menyeruak dari dapur kecil di pojok kamarku. Menyesapnya perlahan, seraya menghirup dalam aroma khasnya, membuatku kembali di kesegaran. Secangkir kafein cukuplah untuk membuka mata yang kuyu. Baru bisa terlelap jelang subuh. Aira masih menonton Masha and The Bear kesukaannya. Sesekali menoleh dan tersenyum manis padaku. "Mommy, terimakasih....", sejenak terkejut dari lamunan, menyadari pelukan eratnya. "mmmhh..yaa, Sayang. Tapi untuk apa?", mengangkatnya, meletakkannya di pangkuanku. Mengusap rambut ikalnya. "untuk pagi ini...Mommy liat Masha..", jawabnya lugu dan polos khas balita, mirip Masha. Aah.. Cinta, maafkan Mommy... tak cukup waktu untukmu, bisik hatiku menyesak. Kaulah nadiku. Selalu. Bagaimana pun rintangan itu. Kaulah jiwa yang bermakna.. *bearhugs,kisses*/

April 19, 2014
/..dan elang itu terbang pergi. Tinggallah aku dan Aira. Kupandangi wajahnya. Tetap mendamaikanku. Menyepi di hiruk pikuk dunia. Panggil saja aku Vie, penyiar di sebuah radio yang tengah menyelesaikan novel. Yang selalu berusaha tetap berdiri tegar, setelah ditegur keras. Memberanikan diri mewujudkan mimpi-mimpi. Cahaya Matahari itu Aira. Mendekapnya di setiap lintasan malam, bagai memetik Bintang. "I love you...mmmhh", ia mengecup pipiku lembut memelukku erat, "bearhug" istilahnya. Menyambut ketika aku datang terdera penat. Hhh... Tuhan, jangan biarkan damai ini pergi.. pandanganku pun memburam. Membalas pelukan erat dan menciumnya berulangkali. "Chubby bunny...missed you so.. yuk, temani masak spagheti.. Sayang". "Aaasyiikk..," ia selalu melompat-lompat kegirangan jika aku meluangkan waktu untuk memasak makanan kesukaan dan menemaninya makan malam. Terduduk sejenak di sofa, mengusap lembut kepala dan rambut ikalnya. Mendengarkan celotehannya. Kemudian mendekapnya hingga tertidur pulas. Tuhan...titipkan sayang ini padanya sepanjang waktu. Agar tak terasa tepian sunyi itu. Dan izinkanlah aku memilikinya tanpa jeda waktu. Amiin.../

April 21, 2014
/...,dan aku Vie, dengan segala kerumitan dan keribetannya. Namaku Aniesah Alviany, dan panggil saja aku Vie. Tengah menemani Cici, kucing kesayanganku yang sakit. Memandikannya. Membungkusnya dengan handuk. Memberinya kehangatan. Aah..ternyata ia menantiku. Tak lama, matanya pun terbuka. Menatapku hampa. Aira..ingatanku melayang padanya. Tak ingin di kehampaan tanpanya. Sejurus kemudian, aku menyaksikan tubuh Cici mengejang. Menarik napas. Perlahan dan tersengal. "iya.. Ci, aku ada untukmu. Sembuh yaa..miliki semangat hidup itu." Mengusap lembut bulu, di tubuh yang mengurus. Hhh..hanya aku yang berusaha tulus padanya. Membagi kasih pada sesama makhlukNya. Airmataku membulir. Tubuh Cici lemas, bagai tak bertulang. Hembusan napasnya hilang. Tatapan matanya kosong, tak lagi berbinar. Aku merawatnya dari bayi. Menyaksikannya berjuang demi sebuah mimpi kehidupan. Kini, aku harus melepasnya pergi. Ia menungguku, untuk ajal yang menjemput. Menahan kesakitannya. Hhh..pergilah dengan tenang, Ci, bisikku, seraya menutup liang lahatnya di kebunku. Dekat bunga melati kesukaanku. Satu persatu..akhir kehidupan itu kusaksikan. Mengingatkanku. Hidup cuma sekedipan mata. Berartilah. Aira... Aira... hanya kata itu yang mampu kuketikkan di lubuk hati terdalam. Menyimpan "I love you...and need you..." di relung sanubari. Di hening malam penuh kesunyian. Hanya ialah makna hidup, kini dan nanti. Alhamdulillaah..untuk cahaya mataharimu, satu hari (lagi) bersamamu. Selalu ada yaa.. Cinta, saling temani. Tetap genggam tangan, hingga terpejam. Aku sedang takut dan gelisah.../

Semua catatan ini terambil dari media sosial milikku.  Kutuliskan semua sebagai teman ketika perjalanan menembus Cadas Pangeran.  Perjalanan rutin seminggu dua kali.  Aku memang selalu merindunya.  Ingin selalu menuliskan namanya di setiap penggalan waktu yang terlalui.  Tak ingin menjadikannya sia-sia.  Namun ketakutan dan kegelisahan itu benar-benar mengunciku di kebekuan dan kekeluan.  Hingga semua memang terhenti di hari itu..... Sejenak.[]

Sepenggal Kejujuran

Aku menatap wajahnya yang terlelap di sampingku.  Badanku panas.  Menahan kesakitan yang tak pernah kuceritakan.  Tetap kudekap erat hanya untukku.  Berulang kali aku terjaga.  Untuk kembali memeluknya erat.  Begitu takut kehilangannya.  Ahh...

Aira pun terlelap di sudut lain.  Ia tetap nyenyak.  Seharian berceloteh tentang Masha.  Menuturkan kesabaran Mischa si beruang.  I love him.. Mommy”, ucapnya kemudian.  “Kenapa.. sayang?”, tanyaku meresponnya.  Menghentikan sejenak ketukan jari-jariku di keyboard.  Hmm.... kekhawatiranku tentang tertumpuknya pekerjaan ini memang tak cukup untuk mendampinginya melalui hari.  Semua bisa menanti.  Tapi tidak demi waktu yang harus kubagi dengannya. Kini, hanya dia yang kumiliki.  “mm... Mommy tahu ga, Mischa itu sabar banget.  Sayang banget.  Mommy sayang Aira ga?”, tanyanya tiba-tiba.  Mengejutkanku.  “Kenapa Aira nanya gitu..? Mommy sayaaaangg banget....,” aku merengkuhnya dalam pelukanku.  Menciumi pipi tembemnya.  “Cuma maafkan Mommy yaa.. sayaang, sering meninggalkanmu sendirian bersama mbak Ina.  Mommy kan harus kerja..”.  Hhhh... guilty feeling itu selalu menghantui banyak perempuan sepertiku.  “mmmmuuaaachh....,”  Aira memang tak menjawab apa-apa.  Bearhug dan ciumannya menyadarkanku.  Ia layak diperjuangkan.  Tak harus aku selalu terbelenggu di kelam kenangan yang tak sudi menatapku. 

Ia hanya membalas pelukanku dengan sangat erat dan hangat.  Menciumku dengan ketulusan yang langsung membidik relung hati.  Menyadarkanku.  Tak pernah menerima ciuman dengan ketulusan seperti ini.  Menyembunyikan kepala di dadanya.  Mendengarkan detak jantungnya.  Semakin mengalirkan energi positif untukku.  Tanpa sadar buliran bening itupun mengalir.  Ia belum menyadarinya.  Aku hanya perempuan biasa.  Kegundahan itu menyeruak mencari udara bebas.

“Eh... ada apa? Kenapa?”, tanyanya kemudian.  Memaksaku untuk menatapnya dengan memegangi wajahku.  Hanya terdiam dan menggeleng perlahan.  Kembali memeluknya erat saja.  Belum mampu menceritakan bahwa aku begitu menginginkannya dalam hidupku.  Tak perdulikan waktu.  Hanya ingin bersamanya.
Dan, saatnya memang tiba.  Mengalirlah semua kejujuran itu.  Kesakitan itu selalu terwarnai dengan buliran bening di balik kaca jendela mata.  Biarkanlah..... hanya untuk membantu melegakan jiwa.  Membebaskan hati dari semua ketakutan itu.  Aku berusaha siap menunggu reaksinya.  Tak berniat berlari dalam kebohongan.  Namun khawatir ketika ia kemudian berlari dan berlalu, ketika tahu aku hanyalah perempuan biasa.  Tak sempurna.  Aku telah melewati banyak pintu yang telah terbanting.  Kaca itupun telah retak.  Aku bukan siapa-siapa.  Sanggupkah tatapanmu (masih) sama?

Dini hari ini aku tetap sendiri.  Tak mampu terpejam.  Karena tetap terjebak di kekhawatiran.  Seperti naif.  Tapi itulah kejujuranku.  Mentari esok itu terharapkan tetap hangat.  Pelukan dan ciuman itu tetap ingin kurasakan.  Atas nama sebuah ketulusan dan kejujuran.  Jaket, kaos dan aroma tubuh yang lekat membuatku berulangkali terjaga.  Hanya sekedar mengirimkan pesan singkat.  Are you still there?” Hhhh... takut, dan aku teramat merindukanmu.... Dy. []

1 comment: