Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Sunday, May 11, 2014

Pelangi di Keheningan



Prolog
Aku ingin datang dengan luka yang menganga, ke pangkuanmu... Ibu.  Terkapar dengan biluran luka bernanah.  Tak kasad. Di hati.
 
Yang kuingin, dengan tangan terbuka lalu mengatakan hangat, “kemari nak.. menangislah sesukamu.  Lepaskan semua gundahmu.  Hidup memang tak selalu dengan warna yang kau suka.  Semua tak terlepas dari takdirNya.”

Ya, itu kilatan kenangan yang tak terlupakan.  Menangis di pangkuan bunda.  Memohon ampun untuk kepongahan diri menatap keegoisan diri.  Pembelajaran dan pendewasaan.  Dan itulah aku.. VIE.  Rindukan bilangan waktu
***

Kenangan Masa Lalu

Cintaku sederhana.  Sesederhana aku dan pemikiranku.  Tapi itu dulu.  Banyak yang telah berubah (ternyata).  Perjalananku dengan Elang memang tidaklah sebentar.  Kupikir semua akan baik-baik saja.  Namun harapan tak seindah kenyataan.  Semua kebersamaan itu usai sudah.  Love @the first sight.. itu kupikir tulus adanya.  Ternyata gosip dan rumor itu benar adanya.  Aku hanya dimanfaatkannya.  Cintanya hanya keterpaksaan semata. 
Pergilah aku melangkah sendiri.  Menapaki hari-hari di kesunyian.  Namun... cerita baru mengalir bersama waktu.

Di antara luka, cintaku tetaplah sederhana.  Hanya ingin kebersamaan yang dijalin di ketulusan tanpa jeda.  Maka hanya pria sederhana saja yang mampu menerjemahkannya dalan tautan kasih.

Dan itu belum kutemukan.  Tak sesingkat itu untuk menemukan kesejatian “sederhana”.  Tak cukup belasan tahun untuk memahami konsep itu.  Semua akan teruji oleh waktu.  Perjalanan ini awalnya amat kuyakini menuju ke gerbang keabadian.  Tapi kini, semua tersanggahkan atas sebuah realita.  Bahwa mungkin memang benar jika “tak ada yang abadi”, kecuali kita membuka pikiran untuk sebuah keinginan itu.

Hhhmmhh....kuhirup teh manis panas buatannya.  Sahabatku ini memang selalu berusaha mengertiku.  Walau terkadang kekesalannya juga seringkali tampak nyata.  Namun kami memang selalu berusaha untuk terbuka menyampaikan apapun dengan cara yang sebisa mungkin tak melukai.  Aku pun tak pernah sanggup tersinggung dengan kata-katanya yang terkadang sangat pedas.  Manatap mata teduh yang menyiratkan kekesalan, tetap saja membuatku merasa beruntung memilikinya.

“Manis.. Dy,” kataku menyesap perlahan teh yang masih mengepul panas.  Sekilas melayangkan ingatan teh nasgitel (panas legi dan kentel) khas kota Solo dan Yogya. Hhhh... sudah lama tak sowan ke sana.

“Tadi gue bilang apa?,” tanyanya sedikit terasa ketus.

“Iya..iya, gue bilang gulanya terserah lo..., Cuma komen masa ga boleh,” sanggahku menghampirinya, mengusap tangannya, “makasih... gue hampir lupa ada teh manis, karena selalu berkutat dengan kehambaran teh kegemaran versi gue.  Padahal kalau gue mau.. masih bisa juga merasakan kemanisan dalam hidup juga kan?  Seperti aku menghendaki teh manis ini.  Hanya ingin merasakan sejenak teh buatanmu.  Memahami banyak dirimu.”

“Eh.. lo kalau semakin galau jadi kreatif juga..ya?,” sambil menyantap kentang goreng dan fillet ikan dori.

“Pliiss.. don’t mention that over and over again.  I wanna cry now....”

Senyap sesaat membatasi waktu.  Ia pun beranjak dan berlalu sambil mengusap kepalaku, “Yuk.. sholat dulu..”
***

Sayounara...

Jelang Ramadhan. Tinggal beberapa minggu lagi.  Namun lamunan negatifku telah menggerogoti kesehatanku.  Seraya menatap foto itu.  Just You and Me. Kenapa semua tak menjadi sederhana?

Tahun ini aku harus melambaikan tangan pada semua kenangan masa lalu yang harus kusimpan di tempatnya.  Sayounara.... tak ada pengharapan untuk kembali.  Cukup sudah.  Aku memang mungkin tak layak dipertahankan.  Tapi bukan pula saatnya aku memposisikan diri sebagai orang yang merasa rugi.  Elang yang meninggalkanku.  Dan jika ia ingin aku mengemis untuk cintanya. Najis! Penggalan kata kasar itu tiba-tiba terlontar dari mulutku.  

Perdebatan itu terus menghadirkan luka.  Aku yang berupaya untuk tetap ada di sisinya.  Bertahun-tahun.  Belajar menjadi sempurna seperti yang diinginkannya.  Menggadaikan semua idealisme yang pernah kupegang.  Atas nama cinta.  Hhh... kata itu semakin menorehkan luka dan airmata.  Ingin menghapuskannya.  Untuk menyembuhkan luka-luka ini.  Mungkinkah?

Mengutip dan mencatat banyak kata yang dilontarkan Dy.  Dalam buku harianku.  Lembaran jiwa.  Selalu mengingatnya, ketika merasa waktu terasa panjang dan membosankan untuk dilalui.  Mengisi kehampaan di ruang tanpa jeda dan batas.  Ingin mampu menembusnya.  Untuk sekedar tahu perasaannya.  Melihatnya jauh di kedamaian jiwa.

El, tak ingin lagi tumpahkan airmata untukmu.  Perjalanan yang kuanggap awal ketenangan jiwa itu telah terporak.  Ramadhan ini semua akan dimulai tanpamu. Masih terasa sakit.  Apalagi menatap mentari kecil di sudut ruangan.  Meringkuk tanpa daya.  Aku pergi untuk tak lagi menghadirkan kebencian padamu. Dan bukan itu yang kumau.  Bagaimana pun adanya, semua tetap pernah bermakna bagiku.

Maka lagu ini, yang tengah mengalun di sepetak kamar milikku kini.  Peraduanku tempat menangis tanpa seorangpun tahu.  Jutaan pedih itu biarkanlah milikiku.  Mendekapku.  Merindukannya sepanjang waktu.  Di antara semua perbedaan yang menjadi indah kini.  Itu pula yang mengantarkanku untuk mengatakannya, over and over again.. Dan kusadari itu bukan kamu. 
 
Terusir dari lingkaran waktu dan kehidupanmu. El, sayounara.... temukan perempuan sempurna untukmu.  Dan itu bukan aku.

Tangisan itu tak terhenti jua.  Aira terbangun dari tidurnya.  “Mommy....,” panggilnya.  “Iya.. sayang, udah bangun?,” melangkah mendekatinya. Menyusut airmata dengan cepat.  Ia tak boleh menyaksikan kegundahanku.  Memeluknya erat.   Mengusap lembut rambut ikalnya.  Tak berapa lama Aira pun terlelap kembali. 
Beringsut perlahan, meneruskan ketikanku.  Sayup lagu ini masih kuputar di hening malam. Untuknya teman sejatiku... Sahabatku.

ALL OF ME
by John Legend
What would I do without your smart mouth
Drawing me in, you kicking me out
Got my head spinning, no kidding, I can't pin you down
What's going on in that beautiful mind
I'm on your magical mystery ride
And I'm so dizzy, don't know what hit me, but I'll be alright
My head's underwater
But I'm breathing fine
You're crazy and I'm out of my mind
'Cause all of me
Loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections
Give your all to me
I'll give my all to you
You're my end and my beginning
Even when I lose I'm winning
Cause I give you all of me
And you give me all of you, oh
How many times do I have to tell you
Even when you're crying you're beautiful too
The world is beating you down, I'm around through every mood
You're my downfall, you're my muse
My worst distraction, my rhythm and blues
I can't stop singing, it's ringing in my head for you
My head's underwater
But I'm breathing fine
You're crazy and I'm out of my mind
'Cause all of me
Loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections
Give your all to me
I'll give my all to you
You're my end and my beginning
Even when I lose I'm winning
Cause I give you all of me
And you give me all of you, oh
Give me all of you, oh oh
Cards on the table, we're both showing hearts
Risking it all though it's hard
Cause all of me
Loves all of you
Love your curves and all your edges
All your perfect imperfections
Give your all to me
I'll give my all to you
You're my end and my beginning
Even when I lose I'm winning
Cause I give you all of me
And you give me all of you
I give you all of me
And you give me all, of you, oh oh
***

Catatan Perjalanan

Journey.. itu sebutanku untuk sebuah perjalanan baru yang kumulai di tahun ini.  Belum banyak cerita.  Hanya kepedihan yang terbungkus dalam diam.  Tak inginkan ini.  Namun kutahu memang ini yang terbaik.  Saat ini.  

Lama untuk mampu kembali bangkit dan berdiri.  Tak ada yang kendalikan itu.  Semua bagaimana caraku menatapnya.  Keindahan itu muncul dari hati yang tulus. Kemurnian pikiran menerima dengan ikhlas semua tahapan kehidupan.  Bintang di atas langit di antara kegelapan, mampulah jadi pelita.  Tak perlu selalu menangis untuk sesuatu yang tak layak ditangisi.  Namun carilah sandaran untuk mampu mengurangi isak.  Dalam hening malam.  Di pelukan damai sang waktu.

Menatap matanya.  Sipit dan teduh.  Menenteramkan.  Jauh di ujung waktu itu, tetap ingin melakukan banyak hal bersamanya.  Mendampingi di antara mimpi dan harapan.  Yang kumiliki bersama Aira.  

Hatiku bukan pualam.  Merekatkannya kembali bukanlah pekerjaan yang mudah.  Bertahun lalu ini pun telah pernah retak.  Tapi aku tetap percaya, waktu adalah obat terbaik untuk semua kehidupan ini.  Memejamkan mata sejenak.  Menatap di kegelapan.  Setitik cahaya itu muncullah.  Thanks God... for everything happened, in happiness and sadness.  Jadikanlah aku hambaMu yang selalu mampu berdiri dan bersyukur...”.

***

Lembar Baru

April bukan bulan yang mudah terlalui.  Tak perlu juga menyerak pada keadaan yang memang tak berpihak.  Aku tetaplah Vie.   Penyiar kenes yang selalu berupaya menyembunyikan airmata, sambil cuap-cuap memotivasi pendengar.  Seringkali aku merasa gagal untuk memotivasi diriku.  

Bulan ini menjadi titik balik untuk beringsut dari keterpurukan.  Simpan saja tangis itu.  Sedu sedan itu.  Berikan untuk hal yang berarti dalam hidupmu.  Yang menghargai kehadiranmu.  Memerlukan ketulusanmu.

Tapi.. itulah aku.  Perempuan biasa saja.  Di depan semua orang, Aira dan bahkan Dy, aku selalu menyembunyikan tangisku.  Seringkali tak mampu berkata-kata.  Hanya bisa berupaya “baik-baik saja..”

Kali ini aku memang berjanji, bagi diriku, untuk mampu lebih berarti.  Berdamai dengan diri dan keadaanku.  Tak ada yang sempurna.  Maka biarkanlah mengalir.  Seperti airmataku dan tetesan air di jendela.  Memburamkan mata dan kaca.  Lalu menghadirkan rona pelangi yang indah.

“Moommyy.... ada Masha,” Aira berteriak dan melompat kegirangan, “come on... Mommy, duduk di sini,” ditunjuknya sofa kecil disampingnya.   Aku beringsut mendekatinya.  Meninggalkan semua  kesibukan  yang membelenggu.  Yang membuatku semakin “sakit”. 

Menarik nafas dalam-dalam dengan normal.  Melepaskannya perlahan.  Sakit di dada memang masih menyesak.  Namun tak boleh buatku semakin kehilangan arah.  Aku punya Aira yang harus kujaga.  Deminya aku mulai mempercayai kembali ketulusan hubungan.  Untuk Aira dan Dy.

Jauh di ujung langit, kutitipkan banyak doa untuk pejuang-pejuangku.  Kuatkanlah hati untuk tetap jadi setitik cahaya bagi semua yang inginkanku.  Kembali menitikkan airmata.  Tapi ini bukanlah kesia-siaan.  Mereka selalu tahu aku ada.  Selalu ada.  Ini hanya masalah jarak.  Ini hanya masalah waktu.
Dan berlalulah duka...

Mentari tetap merindukan Bulan dan Bintang.  Di kaki langit mereka bersalaman dengan semburat merah jingga di lazuardi.  Keindahan yang selalu menjadi pemandangan terindah pecinta alam.  Dengan secangkir kopi pahit yng tersesap perlahan.  Semua selalu diciptakan berpasangan. Suka-duka. Pahit-manis. Indah-buruk. Sedih-bahagia.  Dalam harmoni kehidupan semua mengalun sempurna.

Berdamailah dengan waktu dan lukamu, Vie.  Tak mudah.. Tapi bukan tak mungkin. Demi dirimu, Aira, Dy dan pejuang-pejuang kecilmu.  Percayalah... kau tak sendiri.  Tutuplah semua dengan manis. 

Puisi Wiji Thukul ini mengusik semua kebisuan.  Mampu bangkitkanku dalam sunyi.  Inilah saatnya..

SAJAK SUARA

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu : pemberontakan!

sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang merayakan hartamu
ia ingin bicara
mengapa kaukokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?

sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ia yang mengajari aku untuk bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan

Iringan lagu ini akan terus terngiang, di relung jiwa. Badai pasti berlalu.... 

***

No comments:

Post a Comment