Nuansa
Berjalan berdampingan di atas segala perbedaan, terasa tak mudah (memang)... Tetap mampu berdiri sendiri, (namun) terasa rapuh jika berjalan tanpamu... Always a reason behind something... #SahabatSejati

Tuesday, November 10, 2015

Kelam: dalam hening

"...bisa ga, kamu berhenti melakukan ini..Vie?
Aku berasa seperti tahanan, jenuh, malas serta bosan..kalau kamu terus begini..", ujar Dy, seraya memacu motornya dengan kencang. Teramat kencang. Nadanya meninggi. Melebihi "sol".
Sanggahan yang ia lakukan, ketika mengantarkanku ke terminal subuh ini.

Aku sudah paham, bahwa hal ini pasti akan terjadi.
Aku juga bisa memaklumi, semua kegelisahan yang dia alami.
Tak mudah memang.. berkutat dan bersahabat denganku. Melintasi masa, melewati jurang terjal perbedaan.

Aku adalah aku.
Aku, perempuan yang pernah terluka begitu dalam. Yang terus belajar percaya akan adanya keindahan yang nyata di kehidupan.
Perempuan yang sangat mencintai Fisika, hingga selalu memperhitungkan daya lebam, percepatan, kecepatan, dst, yang aplikatif dalam kehidupan.
Perempuan yang tegar di luar, namun terlalu rapuh di dalam.
Perempuan yang 80% mengandalkan emosi, intuisi dan perasaannya, dibandingkan logikanya.

Sementara, Dy adalah Dy. Sosok laki-laki pendiam, yang terbiasa terdiam dalam gelap kata-kata. Cuek, kaku, easy going, dan seringkali meremehkan (menyederhanakan hingga terlalu sederhana).

Sejak Agustus tahun ini, aku sudah mulai merasakan banyak hal yang mulai terkikis di hubungan kami.
Apa ada yang dsembunyikannya?
Entahlah..

Lama terdiam dalam kata, akhirnya semua mulai coba kuungkap dengan lugas. Aku coba memberanikan diri menanyakannya.

Jawaban yang kuterima, coba kumaknai dengan sederhana. Semua kulakukan untuk meredam gejolak emosiku. Aku merasa begitu diabaikannya. Sebagai sahabat. Atau mungkin sebagai soulmate yang selalu ada untuknya.

Hhh, tak pernahkah..Dy, sedikit pun..terlintas dalam benakmu?, tanyaku dalam hati dengan perih. Menatapnya terlelap dalam tidur.
Akankah..Dy, kita sedikit bisa membagi semua detik perjalanan yang kita lalui masing-masing, bersama-sama?
Apakah aku hanya sebatas orang yang "hanya" berhak memelukmu dalam diam tanpa kata? Yang tak layak mengharapkan status nyata walau itupun juga "palsu".

Baper..Dy. Aku terlalu baper menjalani hidup denganmu. Sesuatu yang harusnya mungkin sebaiknya tidak aku lakukan, agar tak selalu terluka.

Dy, di hitungan waktuku.. aku sendiri tak bisa tahu, sampai kapan bisa menahan keinginanku untuk mengakhiri hidup saja. Aku seringkali merasa sudah tak sanggup menahan diri atas semua kejutan-kejutan yang muncul karena kebiasaanmu terdiam.

Aku, tak mengatakan itu kesalahan. Tapi kalau kau mau sedikit membuang amarah yang membelenggumu saat ini, sebenar-benarnya semua yang muncul sekarang adalah akumulasi kebiasaan-kebiasaanmu yang bertumburan dengan kebiasaanku.

Seharusnya, ini sudah harus kau lakukan sejak dulu. Keterbukaan komunikasi, kejujuran dan mengalirkan cerita sesuai pada waktunya, akan lebih baik, jika dibandingkan saat ini. Saat dimana semua kubaca sendiri.

Kesal? Wajar..Dy,
Marah? Kumaklumi..Dy,
Jenuh? Bisa dimengerti..Dy,
Seperti tahanan? Sangat aku pahami..Dy,

Semua benang kusut yang membuat kepalamu seakan pecah ini, sebenar-benarnya (hanya) akumulasi dari hal yang seharusnya kau lakukan sejak dulu.

Aku, sederhana sebenarnya. Hanya ingin duduk, tidur, dan memelukmu, sambil menantikan cerita-ceritamu. Keseruan yang terjadi dalam hidupmu.

Bukan menatapmu di kejauhan, menyaksikan geseran jemari di layar sentuh HP, atau sesekali mengetik sesuatu. Aku tak pernah tahu. Seringkali juga terjebak di pikiran negatif yang berulangkali kutepis, agar kita baik-baik saja.

Dy,
Aku bukanlah perempuan yang benar-benar kau cintai sepenuh jiwa. Aku hanya "Sephia", tempatmu melepaskan penat sesaat. Yang di satu masa nanti, akhirnya hanya akan jadi kenangan berdebu dalam ingatanmu.

Aku, telah merasakan degradasi rasa cintamu yang tak lagi semanis dulu, kala jarak masih memisahkan pertemuan kita.

Aku, merindukan ungkapan "I love you", yang membelah kegelapan malam.
Merasakan lagi pelukan dan dekapan erat, serta ciuman di kening.

Semua teramat berarti bagiku. Begitu memompakan darah di wajah pucatku. Membangkitkan semangat yang hampir padam.

Baru sekarang aku pahami, bahwa semua itu semu? Memudar seiiring munculnya pelipur lara dan rasa yang memang sesuai dengan apa yang kau mau.
Sementara aku, hanyalah debu tebal yang akan tersingkirkan.

Kau merasakan jenuh, bosan, dan terpenjara.
Aku, merasa terbuang dan ingin menutup mata saja. Selamanya.

Terdiam seterusnya dalam hidupmu. Di bawah tanah. Bersama cacing saja.
Dan saat itu,
Aku takkan lagi mampu menyakitimu dengan rasa yang tidak penting dirasakan.
Tak juga mengganggumu dengan pertanyaan-pertanyaan konyol yang posesif.

Apa saat itulah, telah tiba kini?
Saat warsa berganti, lusa?

Tubian masalah, bukan setingan untuk eksis dalam hidupmu..Dy.
Ini hanya tumpukan masalah yang memang ada selama ini dalam hidupmu yang tidak aku ketahui. Muncul satu persatu. Hingga terasa begitu melelahkan kini.
Terus menyalahkanku, untuk semua kekuranganku atas pandangan rasa intuisi.

Maafkan aku..jika memang selalu mengganggu ketenangan hati. Meriakkan perasaanmu.
Selalu menyakitimu.

Maafkan aku.. tak pernah layak kau perhitungkan, walau di status palsu sekalipun.

Maafkan aku.. yang tak kunjung bisa menenangkan pikiran dan rasa ingin tahuku. Hingga terus membuka lembaran lama dalam hidupmu. Yang seharusnya bisa kau bagi denganku.

Maafkan aku.. yang terus menyakitimu.
Dan maafkan aku.. jika aku mengakhiri hidupku yang tak berarti lagi.

Sebenarnya, aku hanya ingin "ada" dalam hidupmu. Bukan hanya bayangan pelangi semata.

Biarkan aku membenam di kepompong..😥

Perlahan, aku pun melangkah mendekati sebilah pisau yang tergeletak di mini kitchen di sudut ruangan.
Seraya bersandar di tembok dekat pintu KM, mataku mulai nanar.. buram disaput airmata yang terus menbulir dan mengalir.
Kukepalkan tangan, menyayat cepat..
Perih..
Darah pun mulai mengalir, pandanganku kosong.. mengabur dan gelap..

Tuhan, maafkan aku yang tak menghargai hidup dan tak mampu bersyukur atas karuniaMu.
Maafkan aku, pulang dengan cara terpaksa seperti ini..😭😰

Sepenggal kisah dalam perjalanan melintasi ruang dan waktu. Tak indah, karena inilah hidup. Bukan drama Korea atau dongeng pengantar tidur.

Vie, yang tertatih..
Menuju pelangi keabadian. Terputus di pencarian kebahagiaan.

Tuhan,
Ampuni jiwanya..
Bukan tak mampu bersyukur untuk semua nikmatMu.
Kelelahan itu tak tersembunyi di kamar kosong hatinya.

Aira..
Memeluknya dalam diam, ketika kutemukan.
Matanya nanar dan kosong. Kemurnian jiwanya terkoyak, memeluk bundanya yang terkulai.

Aku merengkuhnya. Menghentikan isakan tangis yang tertahan. Mengusap rambut ikalnya. Membisikan lantunan nyanyian lirih, "..semua akan baik-baik saja, sayang."

Ketika Pikiran dan Jiwa Bicara

Di perjalanan, menemukanmu adalah anugerah yang terus mampu membuatku berdiri.

Kini, aku kerap terbangun di tengah malam. Dan terus terjaga hingga pagi menjelang. Semakin parah setiap hari, karena semakin sedikit waktu terlelap yang kupunya.

Bahkan seringkali menangis dalam diam. Menangkupkan semua keluh kesah dalam doa.
Tuhan, dimanakah dia?
Merangkai asa bersama. Menjalani kehidupan beriringan.

Dy,
Bukakan mata ini akan makna cinta dan rasa yang kita punya.
Arah yang hendak kita tuju.

Kepenatan begitu mendera. Benar-benar ingin bersama.
Melepaskan semua tekanan. Mengajak bicara dalam diam. Berbisik ke alam. Bernyanyi di angin. Menitip salam di awan.

Close to nature,
Need you more than before, Really miss you beside,
It's all about you, me and Aira.

Meet me here,
Hug closely,
Hold tightly in deep silence,
By the wind, cross over the sky, pass through clouds, then leave sorrow behind..

Monday, August 17, 2015

Trip Dieng

Perjalanan ini kami mulai dari Bandung dengan menggunakan sepeda motor. Carrier besar diletakkan di depan dan daypack yang aku bawa. Kami memang harus berbagi tugas agar perjalanan kurang lebih akan memakan waktu sekitar 12 jam ini menjadi perjalanan yang nyaman.
Start jam 05:00 melaju mulus.
Di sepanjang perjalanan, kami berpapasan dengan banyak rombongan touring, mulai rombongan motor gede Harley Davidson, Ninja, dan lain-lain. Mungkin momen 17 Agustus menjadi alasan yang cukup sempurna.
Sedangkan kami, mengambil momen ini karena bertepatan dengan libur long weekend. Yaa.. tak mudah menyelipkan hobi di antara kepadatan kegiatan yang kami miliki masing-masing.
Setelah melakukan istirahat 3× agar tidak terlalu lelah, kami tiba di Purwokerto jam 03.30 sore.
Mm.. kota yang nanti akan menjadi tempat istirahat kami. Sahabatku akan menemui keluarganya. Mudik.
Aku? Hhh.. cukup menemaninya.
Dari sini, kami mencari jalur yang mengarah ke Wonosobo. Setelah beberapa kali bertanya kepada warga, akhirnya kami menemukan arah ke kota itu.
Selanjutnya, setelah keluar Purwokerto, Purbalingga, kami hanya melihat arahan  petunjuk yang ada. Cukup mudah memang.
Hanya, walaupun tak salah, sebaiknya kalian mengabaikan petunjuk yang mengarah ke Dieng sebelum masuk Wonosobo.
Sebaiknya, kalian hanya mengambil jalan menuju ke sana sesudah masuk Wonosobo.
Kenapa?
Karena ketika mengikuti petunjuk itu, kalian akan mengambil jalur Banjarnegara. Jalur yang amat panjang, sempit, berkelok-kelok, penuh tanjakan dan tanpa penerangan jalan yang memadai. Untuk newbie, tentunya riskan ketika melaluinya setelah maghrib. Deg-degan dan penuh kekhawatiran. Walaupun, kalian akan menikmati sunset, kabut yang eksotis, dan hawa dingin yang menusuk. Mm, cukup mewarnai petualangan.
Yang pasti, bagi kami, walaupun jalur ini penuh tantangan, hal ini merugikan di sisi jarak tempuh dan waktu.
Karena awalnya prediksi waktu kami sampai di penginapan di Dieng maghrib lebih sedikit. Tapi harus molor hingga 07:30 malam.
Yaa.. akhirnya menikmatinya tanpa keluh kesah, karena memang harus dijalani.
My trip my adventure! 😄😃
Dari pengalaman kami, akhirnya kalian bisa memilih 2 jalur ke Dieng: melalui Wonosobo atau Banjarnegara.
Kalau menggunakan angkutan umum lebih mudah. Start dari Bandung menggunakan bis Bandung-Wonosobo (seperti bis Budiman atau Sinar Jaya). Setelah itu disambung dengan minibis (rute Wonosobo-Dieng-Batur).
Kalau menggunakan kereta api, turun di stasiun Purwokerto, disambung bis Purwokerto-Wonosobo, setelah itu mengikuti rute pertama di atas.
Tarifnya, jujur kurang  tahu pasti, karena kami menggunakan sepeda motor. Maaf yaa.. hanya rutenya yang bisa kami bagi. 😒
Penginapan-penginapan  murah di Purwokerto dan Dieng, kalian bisa lihat di komunitas  Purwokerto Backpacker dengan info yang cukup lengkap dan sangat membantu.
Namun, jika kalian datang di peak season seperti kami, maka semua penginapan recommended benar-benar full booked. So..be prepare it as well as you can guys...
Saran kami: lupakan Losmen Bu Jono yang sangat recommended di komunitas backpacker, karena kalian pasti ga akan kebagian. Hehehehe.. kami juga  mengalaminya. 😄😉
Setelah perjuangan seminggu hingga 4 hari  sebelum keberangkatan, akhirnya kami mendapat kamar standar kamar mandi luar di Hotel Asri Dieng. Tak jauh dari Losmen Bu Jono.
Hotel? Mahalkah?
Aah.. jangan serem sama namanya dulu. Kamar di sini, sama tarifnya dengan penginapan atau homestay yang ada.
Secara detil ini tarif di Asri Dieng:
Standar Room KM luar (air dingin) 75k,
KM dalam (air dingin) 100k,
KM dalam (air hangat) 150k.
Untuk suhu sedingin Dieng, akhirnya saya memilih opsi ketiga. Karena ga kebayang..mandi air dingin, setelah menempuh 14 jam perjalanan dari Bandung.
16°C..guys, di malam hari.. 😱😱 bbbrrrr...
Syukurlah, akhirnya dapat juga kamar yang nyaman dengan air panas. Lantai kamar dingiiin (asli seperti menginjak es balok). Tanpa AC pun, sudah menggigil. Wuuiihh.. sudah bisa membayangkan suhu di puncak Gn. Prau, Sindoro..kan?
Setelah mandi dan sholat, kami menikmati waktu sebentar untuk wisata kuliner malam di sekitar hotel. Mencari mie ongklok khas Dieng dan tak lupa minum Purwaceng si ginseng Dieng yang sangat bermanfaat menghangatkan tubuh. Harganya cukup bersahabat: Mie Ongklok 15k, Purwaceng 7k (dicampur kopi/susu), atau teh tawar 1k.  Menu lainnya yang bisa dicoba yaitu kentang goreng ala Dieng, tempe kemul, tahu kemul, bakwan, dkk, juga bisa.
(Mie Ongklok: mie kuah kental seperti Lomie, dengan potongan tahu+irisan kol+sate ayam 3 tusuk)
Gimana?  Raamee..kok, sampai larut malam banget..
Banyak backpacker, pendaki dengan carrier hingga turis asing, yang mempersiapkan diri naik ke Prau, dst.
Yaa, mungkin karena kami hadir bertepatan dengan pelaksanaan upacara 17 Agustus di Gn. Prau. Dilengkapi juga dengan kegiatan lomba kebersihan, memungut sampah di gunung.
Hmm..
So, saran: please guys.. hentikan tindakan nyampah di gunung. Ga keren!! Asli!
Jadilah pencinta dan sahabat alam sejati, bukan penikmat alam semata. Semua harus dijaga bersama. Hentikan nyampah, bawa kembali itu ketika meninggalkan gunung. Demi kita, anak cucu, dan masa depan Indonesia.
Ooh..yaa, kalau tidak pergi berombongan, sebaiknya kalian tidak menghubungi homestay, karena biasanya mereka akan menolak. Repot..alasannya. Jujur.. kecewa, cuma mungkin memang spesialisasi mereka rombongan (only)..😥.
Teetttt...
Yuuupp, yiippiee akhirnya.. alarm berbunyi. Pukul 02:30. Walaupun beeraat..untuk membuka mata karena suhu ada di 15°C, dengan real feel 14°C.
Prepare jaket tebal, sarung tangan, kaos kaki, kupluk dan senter.. yaa??
Chop..chop..prepare untuk sunrise di bukit Sikunir.
Jam 03:00.. cuuss, melalui rute mengikuti jalan Telaga Warna, hingga desa terakhir, belok kiri. Ikuti saja jalan itu hingga desa Sembungan. Itulah desa tertinggi di Jawa.
Melintasi jalan yang sedikit tidak rata dan bergelombang, akhirnya kalian akan melihat camping ground dan parkiran.
Setelah itu, mulai mendaki.
Di sini, geelaap..
Start 03:30 dini hari.
Hati-hatilah melangkah, karena tak semua ada hand trail sebagai pembatas.
Ingat.. jaga ucapan ketika melakukan pendakian yaa..?
Just be wise!
Termasuk beristirahat sejenak untuk mengatur napas dan memulihkan tenaga ketika lelah. Jangan terlalu memaksakan diri. Apalagi ketika kalian jarang berolahraga.
Slowly but sure..do everything safely.
Kami melakukannya 45 menit, hingga puncak Sikunir, karena kondisi yang tak prima, hingga naik perlahan saja. Step by step..
Masih gelap memang, tapi kami tak sendiri. Banyak rombongan lain.
Jam 04:15. Mmm.. masih sempat mencari posisi untuk bisa mengabadikan golden sunrise, karena pasti penuuhh.
Air mineral yang kami bawa seperti air dari kulkas.
Pastikan kalian cukup  membawa ini, karena jalur ke puncak ini, cukup membuat lelah dan haus.
Hanya, saran saja.. jangan terlalu banyak minum di awal dan tengah-tengah perjalanan. Cukup makan permen, itu kebiasaan saya ketika mendaki. Lumayan..sekalian nambah energi dan bisa menghilangkan sedikit rasa haus. 😊
Dan.. akhirnya, semua penantian, perjuangan itu..
Terbayar lunas!
Indaaah.. Golden sunrise Negeri di awan.
Tak henti bertasbih, benar-benar bersyukur atas semua nikmatnya.
Jadi.. tak ada alasan untuk tetap di rumah dan selimut kalian..guys.
Singkapkan selimutmu, dan sesekali keluarlah. Berpetualanglah.
Ini Indonesia yang indah. Nikmatilah..
Jelajahilah..
Tuliskan petualanganmu sendiri.

Budget:
Bensin (motor) PP: Premium+Pertamax (karena di keberangkatan via Banjarnegara pom bensinnya kehabisan premium..😥)
60k x 2 = 120k
Penginapan Dieng 150k
Makan perjalanan 3 hari (-bekal sendiri wkt berangkat&pulang) @25k x 3 = 125k

Nah.. jika tujuan kalian termasuk wisata di komplek Dieng maka tambahkan dana di masing-masing objek, seperti Kawah Sikidang, Telaga Warna, komplek Candi Arjuna, dll. (Jumlahnya tergantung keinginan. Untuk berdua cukuplah dana tambahan 100k). 😜

Total Trip Dieng (motor) 3 hari PP 2 orang:
120k+150k+75k+100k= 445k

PS: ketika hendak mampir di Purwokerto, tambahlah budget sekitar 300k untuk biaya  penginapan, makan dan tiket masuk objek wisata (Baturaden, Pancuran Pitu, Telaga Sunyi, dst)

Penginapan Dieng: Hotel Asri Dieng, Purwokerto: Hotel Roda Mas
(Sstt..bukan pesan sponsor..hanya berdasarkan kepuasan saja 😁).

Terimakasih.. Tuhan, masih Kau kesempatan di hari-hari untuk menjelajah keindahan alam ciptaanMu.. 😇
Makaasiiihh..sahabat, kita bisa saling menemani dan merajut rasa, belajar saling memahami.. 😍😘

#MyTripMyAdventure #MTMA #exploreIndonesia #backpacker #purwokertobackpacker
#mytrip #memories

Tuesday, July 28, 2015

Pelangi Kemarau

"Lihat..aunty, ada pelangi," teriak Raka sambil meloncat-loncat gembira.
Memaksa mataku yang terpejam menikmati percikan air di tempat wisata ini.
Tadi, aku memang memaksa kakakku, agar memberi izin mengikutkan Raka ke sini.
Dia memang seringkali menemaniku, ketika aku mampir ke kota ini.
Kakakku, yang biasanya rewel, langsung mengikuti kemauanku. Mungkin ia hanya bermaksud menghiburku. Sebentar melepaskan beban kesedihan dari langit pikiranku.
Sejenak aku tertegun melihat Raka yang terus bermain, mengejar kupu-kupu. Menatap wajahnya yang lugu. Seolah hidup tanpa beban.
"Vie, kenapa kamu meninggalkan semua kariermu di sana?, tanya Rani kakakku.
"Aku ngga tau.. apa aku bisa bertahan disana..Kak. Setiap hari, aku akan selalu terikat dengan semua kenangan tentang Al. Melihat bayangannya berkelebat di pikiranku, ketika aku makan di kantin kantor. Aku ngga kuat..Kak. Semua terlalu menyakitkanku. Aku belum bisa memaafkan semua yang telah ia lakukan padaku. Menyia-nyiakan perjuangan dan pengorbananku".
Aku memeluknya erat. Menyandarkan lelahku. Terus menangis, melepaskan beban yang selama ini membebaniku.
Buliran airmata yang selama ini aku tahan, meluap.
"Aku ngga tau..Kak, apa masih ada masa depan yang indah buatku?
Terus kutanyakan pada Tuhan, kenapa? Tapi ngga ada jawaban..", kataku setengah tercekat.
"Hhssshhh.. ngga boleh begitu..De, Alloh itu menguji sesuai batas kemampuan hambaNya",  ujarnya lembut, sembari terus mengusap rambutku lembut.
"Harapan indah akan ada.. seperti pelangi. Semu, tak tersentuh. Tapi tetap dengan bahasa keindahan. Bahkan ia akan hadir di musim apapun. Sesuai kehendakNya. Belajarlah bersabar.
Aku memang hanya bisa menguatkan hatimu..De. Aku sendiri belum tentu bisa kuat menghadapi ujian yang kamu alami kini...,"
Aku tertegun, untuk semua kejujurannya.
Sudah sering mendengarkan hal yang dikatakannya.
Teman-temanku. Sahabat-sahabatku.
Mengatakan hal yang sama.
"Aunty.., panggil Raka yang memutus lamunanku, kenapa aunty nangis..," tanyanya sambil mengusap bulir airmataku.
"Aah.. tadi kelilipan sayaang..," ujarku menenangkannya, menutup kesedihanku.
"Kita makan yuuk..," ajakku mengalihkan perhatiannya.
"Hayuukk.."
Tangannya menggamitku, dan mengajak ke tempat makan favoritnya.
Aku hanya mengikuti langkahnya. Menikmati kebersamaan dengannya.
***
Al telah melamarku. Semua teman, sahabat dan kolega mengucapkan selamat padaku.
"Giilaa..lo, Vie.. diam-diam menghanyutkan," komentar Uci sahabatku.
Aku memang tak pernah mengumbar kedekatan dengan lawan jenis. Selfie saja alergi. Apalagi umbar foto tanpa momen yang jelas di media sosial.
Tiba-tiba, aku mengenalkan Al sebagai tunanganku pada teman dan sahabatku.
Mm, aku memang tak pernah menyangka semua kejadian yang terjadi tanpa rencana.
Al, aku kenal 3 bulan yang lalu. Ia sahabat temanku. Komunikasi kami hanya terbatas pada hal yang biasa. Dia juga bukan tipe laki-laki idealku, bukan yang aku inginkan sebagai belahan jiwa. Tapi ia mengejutkanku dengan lamarannya pada ayah. Dan ayah menerimanya, karena tak ada alasan untuk menolaknya. Begitu ujar ayah. Dia anak yang sholeh, mapan dan bertanggungjawab..Nak. Bismillah..saja.
Hari-hari berlalu. Kebersamaan mulai terjalin intensif setelahnya.
Aku belajar mencintainya.
Mulai mengurangi kebersamaanku dengan Dy. Sahabat karib yang selalu mendampingiku. Sahabat yang kucintai sepenuh hati. Sahabat yang diam-diam aku harapkan memilihku sebagai pendamping hidupnya.
Aah.. hal itulah yang terberat bagiku. Aku terlanjur menyayangi dan mencintai Dy.
Perlahan.. jarak pun sangat terasa. Kehampaan mulai menyergapku. Aku tanpa Dy.

Awalnya semua begitu indah. Walaupun aku tak terlalu mengenal Al. Tak bisa mencintainya. Kelembutan, perhatiannya perlahan meluruhkan pertahananku.
Ketika ia mengajakku di pertemuan keluarga. Untuk menentukan tanggal pernikahan kami.
Keluarga yang hangat.
Awalnya, semua baik-baik saja.
Hingga petaka itu tiba.
Tak lama setelah perkenalan dengan keluarga besarnya, dan aku kembali ke Bandung, Al pun pulang ke jobsite.
Seperti biasa, aku menelponnya di pagi hari. Tepatnya dini hari. Karena perbedaan waktu yang membentang, maka aku pun harus mengorbankan waktu untuk bangun lebih awal. Biasanya, ia menjawab dengan ramah dan hangat. Kali ini, lama dering telpon tak jua diangkatnya.
Tak ada kecurigaan. Mungkin.. dia sedang mandi.
Siang, aku pun mencoba menelpon kembali. Tak jua diangkat. Sedang sibukkah? Tanyaku dalam hati.
Dan hal itu terjadi berhari-hari.
Hingga satu waktu, aku memaksakan diri menelpon mas Ton, sahabatnya. Orang yang memperkenalkan Al padaku.
"Maaf..mas, ada apa dengan Al? Kenapa dia ga pernah angkat telponku?", semburku.
"Vie.. apa kamu belum tau?"
"Tau apa..Mas? Apa dia mengalami kecelakaan?," tanyaku khawatir.
"Duuh.. lo beneran belum tau..Vie? Al sudah menikah. Dijodohkan oleh ustadznya. Makanya dia ga mau angkat telponmu. Ga muhrim.. katanya..", jelas mas Ton.
Bagaikan petir. Tulang-tulangku melemas. Aku langsung terkulai. Hanya bisa bersandar di dinding kelas kampusku.
Uci yang sedang bersamaku. Hanya menatap penuh tanya. Aku hanya bisa menangis. Menjawab pertanyaan semua orang dengan tangis. Hingga Uci pun mengantarkanku pulang. Sepanjang perjalanan, Uci hanya terdiam. Memberiku waktu.
Dan akhirnya..
"Gue ga jadi nikah..Ci. Gue dicampakkan. Apa gue jelek.. apa gue bukan orang baik.. hingga layak diperlakukan seperti sampah?", berondongku.
"Vie.. tenangkan dirimu yaa. Semua terjadi dengan izinNya. Ikhlaskan yaa..," ujarnya menguatkanku.
***
Berhari-hari, aku merenungkan semua tubian kejadian. Tak sanggup menatap masa depan. Tak bisa melihat matahari. Tak kuat melihat kebahagiaan orang lain. Aku marah, cemburu dan murka. Imanku menyusut hingga titik terendah. Aku menyalahkan Tuhan. Untuk ketidakadilanNya. Kenapa aku? Ada apa denganku? Semua cobaan bertubi di sebagian besar hidupku.
Tuhan, aku ingin mati..
---
Semua akhirnya menyarankan aku untuk mengambil cuti panjang. Karena aku memang tidak produktif.
Dan disinilah aku. Bersama Raka. Menemaninya di Batu Raden. Melihat pelangi yang muncul di kemarau.
Perlahan aku merindukan Dy. Sangat ingin bersamanya. Lo dimana..Dy?
Apa lo masih mengingat lagu "Perahu Kertas"?
Apa lo masih ingat perjalanan ke 3 Gili?
Apa lo masih menyisipkan waktu melihat sunrise seperti yang kita lakukan di Dieng?
Apa lo masih sempet snorkling dan terus belajar free dive?
Gue kangen lo..Dy.
Gue butuh lo..Dy.
Gue pengen sandarin lelah di pundak lo.
Gue.....

***

Friday, June 26, 2015

Biru

Di antara jalan setapak yang pernah terlalui, mungkin tak sekalipun aku meragu akan kehadiranmu.
Embun pagi yang selalu ada di setiap hari yang berganti, dengan asa baru.
Buliran bening yang memburamkan kaca jendela, tetap membuatmu dalam jiwa.
Dalam diam, kunantikan rembulan dalam genggaman.
Ikatan persahabatan yang tengah terjalin, menguatkan cinta yang 'lebih' dalam sayang.
Tanpa jeda.
Tetaplah tertancap di tegar karang.. mawar.
Hadirmu melarutkan gula dalam secangkir kopi pahit yang tengah terseruput menemani dentingan waktu di ujing sepi.
Pertama bagiku, terjerat di nyata.
Riak-riak belaian persahabatan kita, selalu temani langkahku.
Tetaplah di sini, relung hati yang tak henti bersenandung...
Desiran angin menepis kesunyian.
Di masa lalu, kini dan nanti.

Thursday, June 25, 2015

Tunggu..,

Pelangi,
Semburat di langit setelah hujan.. menjadi sebuah titik nadir kerinduan setelah bulir-bulir tangis di jendela kacaku.
Tuhan,
Pinjamkan keberanian untuk menatap masa depan. Mencoba menatanya (kembali) dalam kesendirian.
Tak ada yang sempurna..
Tubian dan deraan ujian yang Kau berikan, mulai sedikit menggerus kepercayaan akan adanya ujung bahagia dalam hidupku.
Maafkan aku.. Tuhan, untuk ini,
Ampuni aku.. Tuhan,
bagi keangkuhan ini,
Aku sedikit merapuh..
Selalu meragu..
Tak berani lagi menatap pagi dengan senyum tulus..
Tak ikhlas,
Kemana aku harus melangkah?
Pada siapa aku bisa percaya?
Beban pikiran ini trlalu rumit, untuk dilalui sendiri.
Pelangi,
Masihkah.. kau menungguku di keindahan warnamu?
Dy,
Adakah.. kau mau menggenggam tanganku?
Slalu menuntunku dan melangkah bersama?
Aira,
Apakah.. senyummu mampu mengusap luka hati yang trcabik karena cacian dan hinaan?
Vie,
Mampukah.. kau brtahan menapaki jalan kehidupan yg tengah menikung tajam, brgelombang dan kerikil tajam?
Reborn!
Usikan waktu menggeliat cepat.
Semua hadir dalam diam.
Tanyaku tak kunjung terjawab.
Hentakan kpedihan trus menyayat.
Edelweiss,
Tumbuh di tebing curam dan terjal.
Kesederhanaan yang akan tersentuh bagi kedamaian yang berjuang.
Ketulusan dan keindahan bagi yang menggenggam di kesetiaan.
Ketulusan yang abadi melintasi jeda, batas ruang dan waktu.
Di mana aku?
Pelangi,
..tunggu..

Thursday, May 28, 2015

Sunyi

Di antara kesunyian nyanyian jiwa yang meredam nestapa, buliran bening mengalir tak terbendung.
Mengabut di jendela hati yang tersaput hujan.
Mencoba percaya.. bahwa di antara kekosongan hati yang tengah terpuruk, pastikan bahwa tak ada kesulitan yang mendera tanpa tujuan.
Mencoba menghentikan keluhan, bangkit bersama serpihan semangat yang terserak.
Tetapkan aku di jalanMu.. Tuhan.
Lapangkan dadaku.. menjalani kesendirian.
Kembali mengingat awal langkah menapaki jalan setapak ini.
Harus bisa ambil hikmahnya..
Nyanyian sendumu terdengar perih.
Mungkin karena kau pun mulai lelah menyakinkanku..
Tuhan,
Sederhanakan pikiranku..
Mampukan aku belajar dari kesabaran orang-orang bijak yang terus selalu menasbihkanMu.
Perahu itu ada..
Menantiku menjadi nahkoda mengembangkan layar, mengantarkanku pada pelabuhan cita-cita yang terpendam.
Kertas itu tetap putih..
Selama tak kugaris dan goreskan cerita.
Menemukanmu..
Akan selalu jadi makna yang belum sepenuhnya terbaca.
Selalu bersyukurlah..
Karena kesejatian hidup hadir ketika kau mampu bersyukur dengan segenap jiwa raga.
Tak ada yang sempurna..
Lepaskan ketakutan menghirup rindu, akan selalu menjadi tabir.
Sibakkan keraguan dan ingatlah bahwa pelangi itu selalu ada, ketika kau siap hadapi hujan.
Di sini.. di ruang rindu, jabatkan hatimu.
Yakinkan dan genggam tanganku.. sahabat,
Lengkapkan kepingan hidupku.