Dear Dy,
Ketika aku telah
menjadi kupu-kupu yang siap menjelajah waktu.
Bukan lagi ulat yang linglung mencari tujuan, atau kepompong yang
bertapa di pertengahan peretasan cita-cita.
Bagaikan simpul tali yang tak terlepaskan. Ibarat dunia yang tergenggam erat, tanpa sekat.
Mungkin.. hampir tak
pernah kau sadari betapa aku merasakan kehangatan hati dan jiwa yang selalu
terpancar dalam senyum dan tawa yang ikhlasmu, mengantarkan kesejukan yang luar
biasa di hatiku. Tawa, canda dan
perbincangan yang seringkali terjadi di tepian waktu itu, bukan sekedar pelepas
penat raga, setelah bekerja seharian.
Tapi semua juga menjadi pelepas dahaga bagi jiwa yang meranggas terlarut
dalam permasalahan yang mendewasakan kita.
Hmmm... kita memang saling menemani (tanpa kita sadari).
Dear Dy,
Melihatmu di kejauhan,
dengan senyum kemenangan meretas satu dari sekian banyak mimpi-mimpimu,
membuatku menitikkan airmata. Aku
berubah menjadi cengeng seketika, seperti ketika menyaksikan 99 Cahaya Islam di
Langit Eropa.
Yang kulihat bukan hanya
dirimu.
Yang terlihat adalah bagaimana
jika perjalanan waktu itu... dihadirkan dalam bentuk yang berbeda. Hhhh... siapkah aku?
Semakin hari, semakin
kurasakan.. genggaman yang semakin erat padamu.
Pelukan yang semakin dekat dan hangat.
Teramat sangat...
Hampir tak bisa
kuyakinkan diriku, “semua baik-baik saja...”
Itu harimu... dengan 3
tangkai mawar pemberianku. Dan tanpa kita
sadari, di antara waktu yang tersiapkan untukmu itu, kita telah banyak bicara
dalam rasa. Tergambar nyata, tak lagi
dengan kata.
Dear Dy,
Memang semua perjalanan
yang telah terlewati di penggalan waktu kita masing-masing, mampu mendewasakan
kita dalam kedalaman pemahaman tentang hidup.. kan? Yaa... tak ada yang sempurna.
“Always a reason behind
something” selalu terketikkan manakala aku mempertanyakan alasan kehadiranmu
dalam hidupku, di tengah sepi hari di tengah malam.
Hingga kini.. aku
(hanya) bisa menjawab itu tanpa kata... dalam diam saja, dengan rasa yang
enggan menetapkan arahnya.
Apapun itu...
Kau
(tetap) sahabatku, hingga akhir waktu.
Hmm.. selama kau inginkan itu.
Hmm.. selama kau inginkan itu.
Dear Dy,
Tak bisa kugambarkan
perasaanku, di harimu ini...
Hingga baru bisa
kukirimkan kini bersama mimpi dan sepi, yang terdera kerinduan yang teramat
menyiksaku. Hhhhh....
Gaun kain ikat
Palembang yang senada dengan kemejamu, walau terjadi tanpa sengaja, rasanya
cukuplah menjawab “tanya” yang membuncah dalam hati.
Tapi.. memang itulah “nyata”. Di kesepian... kau (memang) tetap ada
menemani petualangan menjelajah waktu.
Milik kita..
Cerita kita..
Dear Dy,
Temukan aku di sini...
Karena aku takkan
pernah pergi, Selalu ada di sini...
Dan petualangan kita
menjelajah waktu itu, tetap berjalan melintasi masa yang termiliki. Tak pernah ingin terhenti, karena (selalu)
ingin menemanimu, menaklukkan dunia.
Dear Dy,
Tahukah kau..
Kutuliskan namamu di
langit, dan kupanggil kau BINTANG, agar semua orang tahu dan mengerti bahwa kau
penerang jalan hidupku ketika tak seorangpun perdulikan itu. Tetap jadi lentera hati, manakala gundah
menghampiri.
Jutaan kata, ribuan
kalimat, ratusan koma itu, takkan mampu menghadirkan titik dalam ceritamu di
kehidupanku.
Semua selalu terangkai
dengan indah dan sedih yang melekat dengan harmoni. Karena hidup memang terlengkapi dengan bunga
senyum dan tangis.
Bahagiaku.. karena
hadirmu.
Dear Dy,
Kututup goresan pena
hatiku ini dengan senyum yang mengembang, dengan tangis yang menggenang. Kerinduan ini tengah menyesakkan dadaku. Kegelisahan ini telah membuatku tak mampu
menyelesaikan tugas-tugas kantor yang menumpuk, dan terbatas tengat waktu.
“’ve been missing
you... so, Bintang”, bisikku lirih di hamparan waktu. Dan seketika (mampu) merasakan pelukanmu
nyata.
Maafkan aku.. untuk
semua kekurangan.
Izinkan (selalu) aku
iringi dan dampingimu... yaa?
Di perbatasan waktu
yang merindu,
28/12/2013